[Dari Sudut Hati]

113 17 6
                                    

Saat kurir pengantar pesanan, Bhayangkara langsung bergegas keluar. Menerima kembali makanan untuk kali kedua, setelah memastikan pesanan yang tidak salah ia pun langsung membawa masuk setelah mengatakan terima kasih.

Felinda sempat mendongak saat Bhayangkara membuka pintu kamarnya. Ia tak sabar ingin kembali menyuapkan ayam geprek ke dalam mulutnya apalagi ditambah dengan martabak telur. Rasanya air liur itu tak tahan lagi untuk menetes. Buru-buru Bhayangkara membuka kantong plastik dan mengambil satu box lantas diberikan pada Felinda.

"Silakan, Tuan Putri!" Felinda tak lagi menanggapi, alih-alih ia langsung menyuapkan nasi yang terbungkus kemasan itu setelah mengucapkan bismillah.

"Pelan-pelan aja, nanti kesedak ...."

Uhuk

"Dibilang juga apa? Santai aja, Fe. Aku nggak minta," kata Bhayangkara seraya mengangsurkan minuman kemasan botol yang dibelinya siang tadi.

Felinda setelah menelan makanannya, menjawab, "Enak banget."

"Iya, tahu. Tapi makannya pelan-pelan, Sayang."

"Suka banget aku ...."

"Mau nambah lagi?" tawar Bhayangkara.

"Nggak mau, kan ... masih ada martabak." Perasaan Felinda benar-benar bahagia dengan dua porsi setengah—dari porsi Bhayangkara. Semoga beberapa jam kemudian perasaan itu tidak berubah. Harap Bhayangkara dalam hati.

Hening sesaat ....

"Kok masih laper, ya?" gumam Felinda bertanya pada diri sendiri.

Mendengar perkataan itu membuat Bhayangkara terkekeh, kemudian ia membuka kotak martabak lantas meletakkan di hadapan Felinda yang langsung mengambil potongan bagian pinggir lalu memberikannya dengan saos sachet yang ada.

Dikarenakan ayam geprek sudah habis, maka Felinda pun beralih ke martabak. Saat melihat tak ada pergerakan dari Bhayangkara yang alih-alih hanya melihatnya makan. Membuat Felinda mengambil potongan martabak yang lain lantas menyuapkan pada suaminya.

"Kamu abisin aja, nanti kalau kurang kasian kamu ...."

"Aku cuma bagi dikit aja, nggak banyak," balas Felinda setelah selesai menyuapi Bhayangkara sepotong, ia lanjutkan untuk diri sendiri.

"Hmm, makasih."

"Iya," balas Felinda.

"Kalau udah selesai, langsung ambil wudu terus salat—udah azan." Bhayangkara memberi titahan seraya mengingatkan waktu. Kemudian ia beranjak dan masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudu. 

Felinda pun bersandar pada kasur seraya mengelus perutnya yang kenyang bahkan sampai bersendawa kecil. "Alhamdulillah ...."

"Udah?" tanya Bhayangkara membuat Felinda sampai mendongakkan kepalanya untuk melihat sang suami. Kemudian ia menganggukkan kepalanya untuk memberikan respons. Bhayangkara pun berjongkok untuk membersihkan bungkusan tersebut lantas membuangnya di tempat sampah yang tersedia di depan kamar Felinda.

~~~

Setelah berbagi makanan, Felinda kali ini berbagi tempat dengan Bhayangkara. Felinda memunggungi suaminya, ia mencoba berulang kali untuk memejamkan mata yang hasilnya nihil. Hingga tiba-tiba ada tangan yang merayap di perutnya lantas memeluk Felinda dengan erat tanpa menyiksa.

"Kenapa belum tidur?" bisik Bhayangkara bertanya. Felinda abai, ia memilih untuk diam saja dan memejamkan mata.

"Aku tahu kamu belum tidur, Fe." Bhayangkara kemudian menghela napas dengan panjang dan itu terasa di permukaan kulit tengkuk Felinda yang seketika merinding.

Kusempurnakan Separuh AgamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang