2 - 7

92 20 12
                                    

Ask :
Saya punya sahabat dekat sejak kecil, tetanggaan pula. Dari dulu saya selalu mikirin dia setiap saat saking dekatnya kita. Tapi makin kesini saya mulai ngerasa kalau aneh juga kenapa masih sering mikirin dia tiap waktu, padahal saya juga sudah punya pacar. Jadi akhir-akhir ini saya suka merasa bersalah sama pacar saya karena mikirin sahabat saya mulu. Saya ini kenapa ya? Kalau ada yang bisa jelasin terima kasih banyak.

Draco, bukannya belajar untuk persiapan olimpiade MIPA yang entah siapa partnernya nanti, malah curhat di forum tanya jawab Quora. Dari kelakuannya yang satu ini, bisa disimpulkan bahwa dia benar-benar sampai pada tahap putus asa.

Pikirannya tentang Hermione ternyata tidak berhenti saat ia berada di mall tempo hari. Setelahnya dia cukup sering membandingkan banyak hal yang dilihatnya di dunia nyata dengan Hermione.

Misalnya ketika melihat anak-anak main bola di lapangan, Draco nyeletuk, “Dulu gue suka salah tendang terus kena palanya Mione.” Lalu pernah juga melihat semak-semak hias di rumah Astoria dan langsung nyeplos, “Anjir, kayak rambutnya Hermione waktu SD dulu.”

Hermione seakan menginvasi seluruh saraf di otaknya sampai-sampai apapun bisa dikaitkan dengan gadis itu.

TING!

Satu balasan untuk pertanyaannya sudah sampai. Dengan segera dan jantung berdebar, Draco membukanya.

[ Dear Anonim, sepertinya kamu udah jatuh cinta sama sahabat kamu. ]

Draco melotot tak percaya. Tangannya cepat-cepat mengetikkan balasan.

[ Masa sih? Tapi saya masih sayang sama pacar saya yang sekarang. ]

Balasan lain datang tak lama kemudian. Meski dari pengirim yang berbeda, orang itu nampaknya juga setuju dengan balasan yang pertama.

[ Kalau menurut saya, itu bukan perasaan kamu yang sebenarnya. Hati kamu cuma buat sahabat kamu. Makanya bisa kayak gitu, nder. ]

Draco kelepasan meletakkan ponselnya dengan setengah membanting. Bikin teman-teman sekelasnya kompak menatap ke arahnya, bertanya-tanya apakah Draco mulai stres dengan olimpiade yang akan diikutinya.

Ya, memang Draco sedang dilanda stres. Akan tetapi bukan gara-gara dibebani oleh olimpiade, melainkan Hermione. Ia jauh lebih gelisah menghadapi kenyataan bahwa kemungkinan besar dirinya telah memandang Hermione sebagai sosok yang lain.

Mau mendebat perasaannya sendiri jelas tidak mungkin. Kata hati mana mungkin berbohong?

“Draco?” Astoria mendadak sudah ada di depannya. Draco sedikit tersentak, cepat-cepat menyembunyikan ponselnya dan membalikkan buku pelajaran di atas meja.

“Ya? Ada apa?”

“Emang aku butuh alasan buat nyamperin kamu?” Astoria sedikit mempoutkan bibirnya.

“Iyalah,” Draco menyeringai kecil, “kalau kamu nggak sayang aku mana mungkin mau nyamperin.”

“Ish, tuh kan! Kamu tuh suka nyuri start.”

“Hahaha, nyuri start gimana maksudnya?”

“Kan harusnya aku yang gombalin kamu tadi. Malah kamu yang gombalin aku.”

“Kamu belum beruntung, coba lagi, heheheh.” Draco tersenyum jenaka ke arah Astoria yang menggembungkan pipi kesal. “Jadi? Kayaknya kamu mau ngomong sesuatu ke aku nih.”

Astoria diam sebentar. Entah apa yang ada di pikirannya sembari mengamati Draco selama beberapa saat. Senyumnya kembali merekah di detik ketiga, “Nggak ada kok. Cuma mau ngingetin, jangan sampai lupa makan sama istirahat gara-gara keterusan belajar terus.”

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang