Mata pelajaran ekonomi kali ini tidak membuat semangat Draco berkobar. Bukan karena pembahasannya jauh dari dunia saham, tapi karena hari ini ia dan teman sekelompoknya harus mempresentasikan hasil kerja mereka tempo hari.
Jadi sejak pecahnya kerja sama tim beberapa hari yang lalu, Draco sama sekali tidak mengurusi anggota kelompoknya lagi—kecuali Astoria pastinya. Bertegur sapa di jalan saja tidak, apalagi saling bicara. Ia tak tahu apa yang akan terjadi pada presentasi kelompoknya nanti dan ia merasa bodo amat. Pokoknya hari ini Draco bertekad untuk bisa mempertahankan haknya mendapat sebutir nilai dari Pak Flitwick.
"Kelompok 3. Silahkan maju."
"Ashiap."
"Hah? Apa? Saya seperti mendengar jawaban yang tidak sesuai dengan kaidah KBBI."
Draco memutar bola matanya malas. Seamus pun mengoreksi kata-katanya. "Maaf maksud saya, baik pak."
Kelima anak dari kelompok tersebut maju ke depan.
"Yak, selamat pagi. Saya Tengku Draco selaku perwakilan kelompok akan menjelaskan hasil kerja kami. Untuk pertanyaan bisa diajukan setelah saya selesai mendeskripsikan."
Draco mulai menjelaskan maket perencanaan kota buatan kelompoknya dengan gaya ala-ala CEO. Begitu selesai, ada banyak tangan yang teracung di depan mereka menuntut hak untuk bertanya. Entah karena mereka beneran membutuhkan jawaban dari pertanyaan tersebut atau sekedar ingin memperoleh nilai dari Pak Flitwick.
"Milicent."
"Kenapa rumah penduduk tidak diseragamkan saja jadi bangunan-bangunan apartemen?"
Dean menjawab. "Apartemen memang terkesan ringkas, tapi di apartemen itu juga perlu struktur bangunan yang baik serta sanitasi yang mumpuni. Yang mana di negara kita hal itu masih belum banyak yang bisa menerapkan. Alhasil harga apartemen terkadang jauh lebih mahal dibandingkan rumah biasa. Belum lagi dengan tradisi waris-mewaris tanah dari keluarga yang membuat hal itu jadi agak mustahil dilakukan untuk saat ini."
"Neville."
"Kenapa pabrik dan lingkungan perusahaan dibangun di pinggir kota? Bukannya para pekerja nanti jadi sulit kesana karena letaknya jauh?"
Pansy menjawab. "Karena jika dibangun di pinggir kota, aktivitas warga dan lingkungan tidak akan terganggu oleh adanya pabrik tersebut. Pekerja yang bekerja disana juga bisa lebih fokus karena tidak perlu mendapat keluhan dari warga. Untuk kesulitan akses, setiap perusahaan besar pasti memiliki mess bagi karyawannya yang memerlukan. Jadi masalah terpecahkan."
Pansy mengakhiri jawabannya dengan senyuman centil. Draco makin ilfeel dengan tingkahnya. Namun ia segera memanggil nama lain dan kali ini ia harus menjawabnya.
"Crabbe."
Seamus menjawab pertanyaan dari Crabbe dengan lancar. Lagi-lagi Draco hanya bisa diam, sambil menggigit bibir dengan emosi tertahan.
Masih banyak pertanyaan lain dan Draco cuma kebagian untuk menunjuk nama orang-orang itu. Dalam hati ia tentu saja dongkol karena tak diberi kesempatan sama sekali. Selain itu ia masih agak terkejut lantaran mengetahui teman sekelompoknya yang waktu itu sama sekali tak menunjukkan kontribusi bekerja, kini seolah kompak membalas dendam dengan merebut semua nilai dari sesi tanya-jawab tersebut.
"Yak untuk pertanyaan terakhir saya yang akan jawab. Silahkan, Blaise."
Presentasi itu akhirnya segera berakhir. Dalam perjalanan menuju tempat duduknya, Draco dicegat oleh Dean. Cowok itu berbisik. "Harusnya lo bilang terima kasih sama Astoria. Dia yang bikin kelompok kita berhasil bertahan."
Draco seketika tercenung. Ia menoleh ke arah Astoria yang sudah duduk manis di tempatnya. Dalam hati ia dibuat senang sekaligus bingung apa yang sebenarnya terjadi antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph
FanfictionHanya sebuah kisah sahabat jadi cinta versi Dramione. Tentang cara menghargai perasaan dan usaha menjaga persahabatan yang telah lama mereka bangun agar tidak rusak karena adanya cinta.