Tidak ada kegiatan yang lebih mengasyikkan selain mengerjakan soal matematika tingkat lanjut. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Hermione. Ketika 90% murid sepantarannya memilih untuk menghitung jumlah kancing baju sebagai jawaban akhir, ia memutuskan untuk menggunakan rumus-rumus panjang nan rumit.
Biasanya teman-teman Hermione yang hobi main sosmed sering memotret coretan-coretan rumus miliknya untuk dijadikan instastory dengan caption-caption menggugah hati. Hermione sih tidak ambil pusing. Toh dia juga tidak suka main sosmed.
Tapi di tengah keseruan saraf-saraf otaknya memecahkan soal limit, sayup-sayup suara heboh terdengar dari kejauhan. Makin lama suara itu makin terdengar dekat. Hermione memutar bola matanya malas. Entah apa yang sedang diributkan anak-anak akhlakless itu sampai merusak ketenangan yang demikian sulit didapatkannya.
"Duh, pengen ketawa tapi takut besok ilang." Seorang cowok berambut jabrik berkomentar. Ditanggapi oleh teman di sebelahnya yang wajahnya nampak polos tanpa dosa.
"Iya nih, kasian nyokap nanti anak satu-satunya musnah gada jejak."
"Kalo gue jadi nyokap lo malah syukur alhamdulillah banget."
"Dasar temen brengsek."
"Buset dah, emang beneran ya bokapnya berkuasa banget?" Teman yang satunya lagi bertanya. Ia punya penampilan seperti perpaduan dari dua anak sebelumnya. Rambut berantakan namun berwajah polos lengkap dengan kacamata bulat yang nampak aesthetic.
"Kalian ngomongin apa sih?" Hermione tiba-tiba ndusel di tengah tiga anak cowok yang ngobrol di depan kelasnya. Ketiga anak tersebut adalah Seamus, Harry, dan Neville. Mereka asyik gibah sambil memandang gerombolan manusia yang sebentar lagi lewat koridor depan mereka.
"Itu loh, si Draco. Katanya pingsan abis jatuh gara-gara nginjek tali sepatu sendiri."
"Draco? Tengku Draco Al-Malfoy?"
"Iya lah, emangnya siapa lagi yang punya nama mahal kayak gitu selain dia?"
Hermione seketika cengo di tempat. Tatkala kerumunan anak orang itu akhirnya lewat di depan mereka, ia berusaha melongok ke dalam kerumunan tersebut melalui celah apapun yang bisa didapatkan. Setelah berjuang keras selama beberapa waktu, Hermione bisa memastikan kalau orang yang terkulai di tandu PMR tersebut memanglah Draco. Iya, Draco yang itu.
"Kok bisa sih dia bego banget?" Entah kenapa Hermione yang kesal. Dia sebenarnya ingin tertawa sekencang-kencangnya, kapan lagi melihat sosok bangsawan yang kebanyakan gaya itu tertimpa kesialan yang teramat konyol? Tapi di sisi lain, dia tak bisa menepis bahwa ia mencemaskan cowok itu. Hermione khawatir kalau tiba-tiba Draco sampai gegar otak dan amnesia.
Oke, untuk alasan terakhir tadi cukup berlebihan.
"Mione!"
Ron datang dengan sedikit tergesa, di tangannya ada sekantung makanan ringan sementara di mulutnya terselip lolipop. Hermione mengernyit heran. "Kenapa lo?"
"Abis dari kantin. Btw barusan Draco pingsan."
"Iya, gua baru aja liat arak-arakan pasukannya."
"Lo nggak mau nengok?"
"Nengok lah. Tapi nanti dulu."
"Kenapa? Nanti lo keduluan lagi."
"Lo nggak liat kayak gimana fans-fansnya tadi?" Hermione menimbang-nimbang. Ia sebetulnya juga khawatir kalau apa yang diucapkan Ron benar. Keduluan sama orang lain itu nggak enak. Tapi Hermione merasa urusannya yang lain ini lebih penting. "Lagian cuma bentar kok, nggak papa kali."
"Oke deh. Up to you."
"Dih, sejak kapan lo pake bahasa Inggris gini? Wkwkwk."
"Sejak lima detik yang lalu, hahahah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph
FanfictionHanya sebuah kisah sahabat jadi cinta versi Dramione. Tentang cara menghargai perasaan dan usaha menjaga persahabatan yang telah lama mereka bangun agar tidak rusak karena adanya cinta.