Hermione mengernyitkan dahinya heran. Junki dan Astoria jelas tidak punya kemiripan. Junki lebih terlihat seperti orang Asia Timur. Sementara wajah Astoria terlihat layaknya anak-anak asli Jawa. Berkulit sawo matang, dan mata lebarnya yang khas. Atau mungkin ibunya Astoria orang Jawa? Ah, sudahlah. Buat apa ia harus mikir keras-keras untuk orang yang tidak disukainya.
Ya, mulai hari ini Hermione sudah menyatakan kalau ia tidak akan berteman akrab dengan Astoria. Mungkin ia bersikap kekanakan, tapi terserah apa kata Draco dan yang lainnya nanti. Ia berhak untuk tidak bergaul dengan orang yang tidak dia suka.
“Gimana kalau kalian bertiga lanjut jogging aja? Kita mau ngobrol-ngobrol dulu, nih. Biasa, percakapan orang dewasa.” Kata Lucius yang juga mengedipkan sebelah matanya. Astoria, Draco dan Hermione sama-sama mengangguk. Mereka pun lanjut jogging.
“Aku ganggu kalian nggak?” tanya Astoria membuka percakapan. Draco langsung menjawabnya sambil menggaruk tengkuk. “Ah, nggak kok... nggak ganggu sama sekali! Ya kan, Mione?”
“Hm.” Jawab Hermione singkat. Ia sangat membenci situasi ini. Ingin rasanya dia kabur dari rombongan dan mengunci diri di kamarnya tersayang. Bayangkan saja rasanya, ketika ada cewek lain yang disukai oleh cowok kesukaanmu. Nggak mungkin kan, kalau kalian malah happy?
“Ayah kamu ganteng ternyata. Pantesan kamu cantik.” Celetuk Draco. Astoria sontak saja tertawa riang. Ia memukul pelan pundak Draco—yang disambut tatapan ganas dari Hermione.
“Bapak kamu juga ganteng kok, nurun ke anaknya.”
“Hahaha, kalau Hermione nih...” Draco menaik turunkan alisnya ketika menatap Hermione.
“Imut, kayak oma-nya. Hihihi.”
Hermione cuma tersenyum singkat. masa bodo dengan imut tidaknya oma-nya, ia ingin cepat-cepat melarikan diri dari sini. Ia tidak ingin merasa sakit hati lebih lama. Kalian boleh mesra, asalkan jangan ada aku di dekat kalian, batinnya.
Tepat saat terpuruk itu, pertolongan datang. Ron meneleponnya.
“Halo? Iya?”
‘Mione, lo tau buku paket Fisika gue nggak? Kali aja lo nggak sengaja kebawa.’
“Astaga, Ron! Yaampun, gue lupa banget ada kerja kelompok hari ini! Oke, oke gue kesana sekarang!”
‘Kerja kelompok? Maksudny—‘
Hermione langsung mematikan handphone-nya. Sejujurnya, dia merasa malu sekali. Tapi dia bisa menjelaskan ini nanti pada Ron. Yang penting ia lolos dari momen menyebalkan sekarang.
“Aduh, sori banget ya. Gue pulang dulu, nanti ada kerja kelompok. Gue belum nyiapin bahannya, sori ya? Gue balik dulu.”
Draco dan Astoria mengiyakan. Hermione segera berlari. Ia tak dapat menahannya lagi. Air matanya kembali lolos. Sepertinya malam-malam ini akan dilaluinya dengan genangan di pelupuk mata lagi. Hermione sedih dan marah pada keadaannya yang seperti ini. Dulu ia pernah berjanji pada diri sendiri, untuk jauh-jauh dari kata ‘cinta’. Namun apa daya, kalau Tuhan menghendaki hari ini ia jatuh cinta, maka dia akan benar-benar jatuh cinta, tidak peduli siapa orang itu.
Handphone Hermione berbunyi lagi. Ia mengangkatnya.
“Ron, maaf... tadi gue... hiks... tadi...”
'Wait, wait. Lo... nangis?'
Hermione tak menjawab. Hanya suara isakan yang terdengar.
'Mione, lo kenapa? Kalau mau, lo bisa cerita ke gue.'
“...”
'Posisi lo dimana? Gue kesana sekarang.'
Hermione sempat terdiam. Tapi akhirnya ia memberitahu lokasinya. Mereka berjanji bertemu di cafe dekat jalan raya yang tak jauh dari tempat Hermione saat ini. Bagaimanapun, ia butuh seseorang untuk bisa dijadikan teman curhat.
Ya, ia tidak mungkin bisa menahannya sendirian. Ini adalah pengalaman pertamanya dan dia butuh seseorang untuk menemaninya.
Well...
I know that feel 😢
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph
FanfictionHanya sebuah kisah sahabat jadi cinta versi Dramione. Tentang cara menghargai perasaan dan usaha menjaga persahabatan yang telah lama mereka bangun agar tidak rusak karena adanya cinta.