Part 29

386 20 0
                                    

Happy reading 🤗

*
*
*

"Masalah kita baru saja usai. Namun kini datang lagi. Pertanda apakah ini?"

~Elithea Shaquelle~

Ó╭╮Ò

Upacara bendera telah selesai. Membubarkan pasukan siswa di lapangan. Mereka berbondong-bondong menuju kelas masing-masing karena pelajaran akan segera dimulai.

Sepanjang perjalanan di koridor, Saffira celingukan mencari sosok Genandra. Sesekali gadis itu berhenti guna memastikan apakah orang yang dilihatnya adalah Genandra atau bukan. Karena tak terlalu memperhatikan jalan, ia terpeleset dan jatuh. Ketika mencoba berdiri, ia malah terjatuh kembali. Saffira meringis, sepertinya kakinya terkilir.

Sebenarnya ada beberapa siswa yang melihat Saffira terjatuh. Tetapi tak ada satupun dari mereka yang terlihat peduli. Entahlah, mungkin mereka yang cuek dan tidak mau menolong atau memang mereka terlalu lelah seusai berdiri hampir satu jam di lapangan dengan cuaca yang terik.

"Masa si, gak ada yang mau nolong gue?" Gumamnya yang tidak tau ditujukan pada siapa.

Menghela napas, Saffira kembali berusaha untuk berdiri. Dirinya hampir limbung jika saja tidak ada lelaki yang kini tengah memeluknya. Saffira memejamkan mata, bersiap menahan sakit. Tetapi ia tak merasa apa pun. Hingga terdengar deru napas di telinganya. Perlahan mata dengan bulu mata yang lentik itu terbuka.

"Lo gapapa?" 

Suara itu adalah suara berat milik Evan. Ya. Saffira ingat dengan suara itu. Masih tetap sama seperti dulu. Walau sekarang sedikit lebih berat dan tegas. Lagi pula Saffira sudah beberapa kali berbincang dengan Evan semenjak kepindahannya. Jadi, sangat tidak mungkin jika ia lupa begitu saja.

Saffira tersadar setelah beberapa saat terdiam. Ia melonggarkan pegangannya di bahu lebar milik Evan. Evan sendiri masih memegangi pundak Saffira supaya tetap stabil.

"Kaki gue kayanya terkilir deh." Adunya. Evan mengikuti arah pandang Saffira lalu mengajaknya ke Usaha Kesehatan Sekolah atau lebih dikenal dengan nama UKS.

Saffira hanya mengangguk setuju. Karena kakinya memang terasa sakit. Dengan hati-hati Evan memapah gadis semampai itu. Butuh waktu dua menit untuk sampai ke UKS. Kondisi ruangan terlihat sepi. Petugas PMR yang berjaga pun bahkan tidak ada. Untung pintunya tidak terkunci, jadi keduanya bisa masuk ke dalam.

"Bisa kan?" Tanya Evan memastikan karena melihat Saffira yang sedikit kesusahan untuk duduk di atas bangsal.

"Sini, gue pegangin." Dengan sedikit bantuan, Saffira berhasil naik.

Evan menarik simpul tali sepatu Saffira supaya terlepas. Ketika akan menarik sepatu itu, suara Saffira menghentikan Evan. "Ehh, mau ngapain?" Gadis itu sedikit panik.

"Mau gue copot lah." Singkat dan padat. Memang begitulah Evan. Hanya berbicara seperlunya saja.

Gadis bersurai panjang itu meringis menyadari kebodohannya. "Em, iya si." Ucapnya menggunakan suara lirih, namun masih terdengar di telinga Evan.

"Tapi gue bisa sendiri, Van." Sambungnya.

Evan menaikkan alisnya. "Yakin, bisa?" Tantangnya.

Saffira mendadak tak yakin. Alhasil ia pun menggidikkan bahunya kemudian terkekeh kecil.

"Udah deh lo diem. Sini gue aja yang lepas sepatu lo!" Evan menarik pelan kaki Saffira. Melepaskan sepatu dan kaos kaki yang melekat. Kemudian mengecek bagian mana yang terkilir.

CONFIDENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang