Chapter 20

3.9K 280 29
                                    

[Pesan singkat apa yang ingin ku ketik? Ah, tak ada. Hanya- happy reading.]

-Anugerah adalah pemberian berharga, apa yang kalian rasakan saat diberi anugerah?-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Anugerah adalah pemberian berharga, apa yang kalian rasakan saat diberi anugerah?-

****

Sakit yang amat sangat kurasakan saat itu, mual yang menghentak-hentak perut, pusing yang membuat dunia serasa berputar bagiku. Lenyap seketika, setelah mendengar apa yang dikatakan Dokter pada kami tadi.

Apa?! Aku? Mengandung? Yang benar saja?! Selama ini aku memiliki rahim seperti wanita? Sejak kapan? Banyak sekali pertanyaan yang berentet karena kalimat Dokter yang terdengar meyakinkan.

Tentu meyakinkan, jika memang perutku di periksa USG pun pasti ada di dalam sana. Ini tentang pemeriksaan Dokter, kalau memang hasil omongan itu palsu, dia tak pantas jadi Dokter meski amatiran. Oh, aku sempat mengabaikan rumor yang beredar di sekolah.

Salah satu pelajar di sekolahku mengandung, terlebih lagi seorang siswa. Awalnya aku tidak percaya, namun siswa yang menjadi berita panas di sekolah suatu hari menampakkan dirinya dengan perut yang sedikit melembung.

Ya, kupikir karena siswa itu tambun karena doyan makan, kan? Apa salahnya, aku sering melihat pria tambun seperti seorang wanita yang sedang hamil. Kembali dengan rumor sekolahku, lalu aku juga melihat remaja itu selalu diejek dan dicaci maki dengan kawanan yang entah siapa aku tidak kenal.

Setelah berapa hari lamanya, aku mendengar lagi bahwa siswa itu juga mengundurkan diri dari sekolah ini. Akankah aku menjadi penggantinya? Aku?

"Dok, apa itu benar? Aku--mengandung? Aku?"

Aku masih heran, tentu saja. Aku? Bagaimana nasib murid yang bahkan baru terdaftar sekolah umum ini? Apakah aku harus kembali lagi menjalani sekolah privat? Big no! Tapi bukan aku menyalahkan seolah anak di dalam perutku ini pembawa sial atau masalah bagiku, hanya saja...

Aku menarik nafas dalam-dalam, pening kembali datang menyergap, semua hal ini membuatku tak ingin memikir yang rumit. Semua akan dibahas nanti, rasanya aku sedang tak ingin membicarakan apapun sekarang.

Daddy tak berbicara apapun setelah mendengar kabar bahwa aku hamil, sia hanya menampilkan raut wajah yang terkejut dengan senyuman tipis yang mengembang. Dia senang? Aku juga- sebenarnya.

Tapi, aku masih sekolah, bagaimana caranya aku menempuh ilmu dengan membawa anak yang dalam kandunganku? Akankah aku merasakan hal yang sama? Diejek dan digunjing sana-sini seperti gosip yang beredar saat itu?

"Ya. Sebentar, akan saya tulis resep obatnya."

Benar ternyata, aku mengangguk getir. Anak dalam perutku ini, bukan bencana. Iya, aku tak boleh menganggapnya begitu, Daddy saja senang dengan kehadirannya. Aku tak harus kuat meski aku bernasib sama dengan anak murid di sekolahku itu, hanya tidak perlu mendengarkan ejekan itu, kan? Tapi ...

"Daddy..."

Aku memanggil Daddy dengan nada lirih, meski aku berusaha meyakinkan, aku tetap takut. Takut tak bisa melanjutkan sekolahku disana, takut terjadi apa-apa dengan anak ini. Luka hati tak apa, bagaimana jika mereka melukai fisikku dan mengakibatkan fatal lalu membahayakan nyawa anak ini?

"Daddy, bagaimana bisa? Aku... Aku sangat takut."

Daddy menarikku ke dalam pelukannya dan mengelus bahuku, aku merasakan Daddy mengecup puncak kepalaku.

"Tidak apa-apa, Daddy juga agak terkejut. Apa yang anak Daddy takutkan, hm?"

Banyak, Dad. Banyak sekali, aku perlu menceritakan kasus itu pada Daddy, agar dia mengerti mengapa aku ketakutan begini. Aku tidak mungkin terus menerus diam dirumah karena perut yang semakin membesar? Aku harus sekolah, tidak ingin kembali melakukan belajar dirumah.

Hanya itu? Bahkan perkataan Daddy sama sekali tidak membantu menghilangkan rasa takutku, aku agak kesal. Daddy otomatis tidak merasakan apa yang kurasakan dan selanjutnya. Setelah Dokter memberi resep obat pada Daddy dan keluar, Daddy menebus obat-obat itu di apotik rumah sakit.

Tak ada lagi hal yang kami lakukan, Daddy membawaku kembali pulang dan menyarankan istirahat. Daddy mengatakan, aku perlu istirahat seminggu lagi dirumah, dia juga sudah izin kepada wali kelasku dan menyampaikannya pada ketua kelas. Mual dan pusing tak lagi aku rasakan, semuanya kembali normal, hanya saja belakangan ini nafsu makanku meningkat.

****

Ini adalah hari terakhirku istirahat dirumah, besok senin aku harus ke sekolah. Janin dengan usia satu bulan masih belum terlihat, itupun kurang seminggu lagi. Tapi, bagaimana jika sudah mulai memasuki usia empat atau lima bulan?

Waktu itu berlalu begitu cepat, melupakan sebelumnya apa yang pernah terjadi, tak bisa kembali dan mengatur sesuka hati. Aku hanya perlu bersiap di hari mendatang, semakin besar perutku maka mereka semakin mereka tahu. Aku mengandung, dan mulai menjadi bahan pembicaraan mereka yang baru.

TBC OR END?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC OR END?

HOLA YO! :) Seperti biasa, Typo? Kata tidak selaras, alur semakin tidak nyambung. Kolom komentar tersedia, jangan lupa corat coret komentar dibawah... sankyuu...

22-08-2021
13:28 pm

MY DADDY [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang