30

2K 163 14
                                    

"Hyung ngapain sih, segala beli gembok begini?!" Tanpa terasa suara Jisung meninggi, mengundang perhatian orang-orang di sekeliling mereka.

Yang mendengar dengan paling jelas, adalah sepasang pria paruh baya tadi, karena mereka berdiri tidak terlalu jauh dari posisi Jisung dan Jeno berada.

"Aku cuma mau nulis nama kita di gembok ini, dan memasangnya di sini" jelas Jeno sembari menunjuk railing yang masih tersedia.



Jisung bukannya tidak mau, ia hanya terlalu malu dan merasa ini semua kekanakan. Jeno keburu lesu, mengira Jisung tidak ingin menulis nama mereka di gembok itu dan memasangnya.

Menurut kepercayaan setempat, pasangan yang menggembok cinta mereka di railings ini tidak akan terpisahkan seumur hidup mereka.

"Haa, baiklah" Jeno menghela nafas panjang dengan berat, lalu menuliskan beberapa kata di gembok tersebut—dan memasangkannya pada railings yang tersedia.



"Hyung tulis apa di situ?" Tanya Jisung penasaran, namun Jeno malah menahan dirinya—wajah Jeno memerah hebat hingga ke telinganya. Kira-kira apa yang Jeno tulis hingga ia memerah seperti ini?

Di saat keduanya sibuk—Jisung ingin melihat gembok itu dan Jeno menahannya mati-matian..

"Park Jisung-nya Lee Jeno, maukah kamu menjadi pasanganku sehidup semati?" Baca pria paruh baya yang sedaritadi mengamati gelagat keduanya.



"Donghae-ya! Apa yang kamu lakukan?!" Omel pria bernama Hyukjae, yang langsung menarik lengan Donghae menjauh dari Jisung dan Jeno yang kini tertegun dalam diam.

"Maafkan kami" ucap Hyukjae sembari membungkukkan badannya.

"Jawab pertanyaannya, Park Jisung! Pacarmu itu melamarmu!" Seru Donghae dengan begitu tidak sensitifnya—membuat Hyukjae meminta maaf beberapa kali lagi sebelum menarik Donghae pergi.



Tersisa dua insan yang sama-sama memerah hebat hingga ke cuping telinga mereka. Keduanya masih berdiri dalam diam, tiada yang berani menatap mata yang lainnya.

Jenolah yang pertama kali dengan beraninya meraih kedua tangan Jisung. Ia juga yang dengan lantangnya meminta Jisung untuk menjadi pendamping hidupnya.

"Aku tahu butuh beberapa tahun lagi hingga baik aku maupun dirimu lulus, Jisung-ah"



"Aku tidak tahu kesulitan macam apa yang akan melanda kita di tahun-tahun selanjutnya kita bersama."

"Tapi satu yang aku yakin. Aku tidak akan meninggalkanmu. Jisung-ah, maukah kamu hidup bersama denganku hingga ajal memisahkan kita?"

Jisung terdiam—Jeno tidak pernah terlihat lebih serius dari sekarang. Kedua tangan Jeno bergemetar dan berkeringat, mencerminkan kegugupan sang pemiliknya.



"Reply me, Park Jisung!" Seru Jeno, menghempaskan segala gengsi dan rasa malunya, dan dengan lantang meminta jawaban Jisung atas lamarannya.

Terdengar beberapa sorak sorai dari para pengunjung Busan Tower yang kini mengelilingi mereka.

"Jeno hyung yang jahil, kekanakan, menyebalkan, dan tidak bisa dipercaya, I may not be perfect for you. Tapi jika hyung bertanya maukah aku jadi pendampingmu seumur hidupku? Here's my reply"



Jisung tersenyum lebar dan melemparkan dirinya pada pelukan Jeno. "Yes, I will!"

Tepuk tangan meriah terdengar dari sekeliling Jisung dan Jeno. Meski tidak kenal, mereka memberikan dukungan positif bagi Jeno dan Jisung.

Jeno tersenyum lebar hingga pipinya terasa pegal, dan ia pun mendekap Jisung dengan lebih erat dari sebelumnya. Hari itu merupakan hari terbahagia di sepanjang hidup Jeno dan Jisung.

Reply Me, Park Jisung! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang