Leon POV
Siang itu, tepat di SMA Tunas Bangsa. Aku dan kedua sahabat melintasi koridor dengan sedikit—cahaya matahari. Sebuah ruang gelap milik SMA yang tak ada satu orang pun mau melintas kecuali bangsa kulit pucat, dan termasuk kami dari manusia serigala.
Dugaan benar, bahwa makhluk dari bangsa vampir akan melintas di koridor karena telah terjadi terik matahari bersinar sangat terang. Sama halnya dengan kami, lebih suka suasana malam ataupun gelap gulita dan selalu memekik ketika pagi telah tiba.
Berjalan melintasi kelima geng paling menakutkan sejagat antero, Brama dan sahabatnya selalu memasang wajah sinis ketika menoleh ke arah kami. Tampak taring mereka keluar saat kami berselisih badan, senjata pembunuh nomor satu paling mematikan untuk saat ini adalah taring itu.
Mereka dapat menyebarkan virus tanpa obat melalui gigitan. Entah apa penawar dari racun itu, sampai saat ini, keluarga bangsa serigala tak bisa mencari obat setelah mendapat sebuah serangan mereka.
Tanpa sengaja, tangan kananku sedikit menyiku mereka yang sedang melintas. Dan Nakula langsung mengeluarkan peringatan dari taringnya yang keluar secara cepat.
"Wes! Jangan galak-galak, Boy." Berkata seraya memberhentikan langkah.
Nakula dan Gilbert menatap sangat sinis ke arah kami bertiga.
"Kalau jalan pakai mata! Kalian buta," sambar Gilbert sambil menaikkan bibir atasnya.
Seketika aku menaikkan tangan kanan ke atas udara sebagai kode telah menyerah dan tak mau mencari masalah pada mereka.
"Makhluk lemah seperti kalian tidak pantas hidup di dunia ini." Dari ujung posisi, Nakula menantang.
Seketika emosiku memuncak, sudah dari tadi aku menahan agar tetap lembut. Namun, mereka sepertinya ingin mencari perkara pada kami saat ini. Kuku panjang dan taring yang aku miliki juga keluar begitu saja, serta kedua bola mata ikut berubah menjadi sedikit kekuningan. Tepat di tengah koridor yang sangat gelap.
"Maju kalian satu persatu." Nada angkut telah terucap untuk menantang mereka.
Tampaknya, Nakula dan Gilbert sedang emosi dan berjalan menemui kami saat ini. Dua makhluk vampir itu menghampiri kami bertiga. Akan tetapi, Brama tetap menatap lurus dan tak mau menoleh sama sekali.
"Gue ingin melawan dia!" Menggunakan tangan kanan, aku menunjuk Brama yang kala itu masih stay cool.
Pemuda yang terkenal sangat hebat itu masih diam, dia seakan tak mempedulikan perkataan kami sedari tadi. Namun, untuk membangun emosinya sangatlah susah. Pemuda bertubuh tinggi dan berwajah pucat itu hanya mampu dipancing dengan darah segar, selebihnya dia tak pernah peduli.
Karena hari ini aku ingin melihat kehebatannya lagi, dengan tangan kanan, aku merogoh pisau di dalam kantong celana dan mengiris ibu jari hingga mengeluarkan darah yang bercucuran. Aroma amis dari darah segar yang keluar, akhirnya mampu membuat Brama menoleh ke arahku dan merubah posisi badan.
Tampak dari ujung penglihatan, bahwa taring tajamnya tumbuh dan kedua bola mata berubah menjadi merah merona. Brama adalah sosok vampir yang paling haus darah dibanding dengan yang lainnya. Lalu, dia menghilang beberapa saat dari hadapan.
Kami bertiga tidak lagi melihatnya ada di posisi depan. Rupanya, dia telah ada di belakang tubuh kami dan menatap penuh.
"Lu ingin mati hari ini?" ucap seseorang dari posisi belakang. Kami pun menoleh secara bersama-sama dan mendapati siluet sosok mengerikan tampak jelas, dia adalah Brama.
'Astaga! Secepat itu Brama ada di belakang. Bagaimana bisa? Bukannya, dia ada di posisi depan beberapa detik yang lalu?'
"Kenapa diam? Lu takut sama gue?" Menggunakan lidah, Brama pun menyentuh taringnya yang sudah tajam dan siap untuk memangsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANCE ETERNO
VampireTelah dibaca oleh jutaan pasang mata, atau sebuah novel yang diangkat dari sudut kehidupan paling buram. Mengantarkan kisah tiga Ras yang tak pernah berdamai. Namun, mereka sempat hidup satu wilayah sebelum akhirnya kembali bertikai ketika seorang g...