Nakula POV
Tepat di tengah senja, saat semburat kecokelatan matahari mulai menyingsing. Langit meredup berkat peristiwa semesta yang seakan membawa cahaya yang tak seindah panorama wilayah di belahan dunia lainnya. Bagaimana tidak, kota Arizona sedang tidak bersahabat dengan cuaca.
Semesta seperti tengah mengiyakan pikiran ini yang sedari berkutat seputar kejadian kemarin sore aku saksikan di tengah hutan. Pelukan mesrah Jessica dan Brama seakan menyayat relung hati paling dalam menggunakan samurai tajam.
Tidak hanya itu, hati pun terasa sangat hancur berkeping-keping setelah mendapati wanita yang saat ini bersemayam di singgah sana hati telah mengecup pipi sang kakak sangat mesrahnya.
Di dalam sebuah kamar yang telah tertumpuk berbagai tisu putih. Kedua bola mata berkaca-kaca seraya mengeluarkan bulir tetesan kepahitan sejak penglihatan itu, tepat di tengah hutan Arizona.
'Mengapa gue mencintai wanita yang tak mencintai gue. Kendatipun itu salah gue, apa tidak ada satu kesempatan untuk hati ini memilih lagi. Setelah kejadian dulu, yang hampir memecah persaudaraan karena cinta. Mengapa lubang itu kembali ada di hadapan kami berdua,' aku bermonolog.
Selesai mengungkapkan isi hati pada udara sekitar, arloji pun turut ambil andil dalam bagiannya. Bagaimana tidak, sedari tadi dia menyaksikan aku tengah bergelut pada semesta. Dari jarak hampir sepuluh meter di luar kamar, pintu tengah diketuk seseorang.
Sudah pasti itu Brama. Kakak kandungku, sekaligus saudara kembarku. Sempat terbesit dalam pikiran, untuk memperjuangkan cinta Jessica hingga akhir waktu. Rasa-rasanya tidak mungkin, karena jodoh telah terbagi sesuai porsinya.
Melangkah sedikit menyeret, aku membuka pintu kamar. Dugaan benar, dia adalah Brama. Seraya menarik napas panjang, aku pun menatap penuh sebangsa satu ras di hadapan.
"Nakula," panggilnya lirih.
Akan tetapi, mulut masih membungkam dan sekilas kupandang samping kanan.
"Nakula," timpalnya lagi.
"Ya, Bang. Ada apa?" titahku sekedar basa-basi padanya.
"Lu enggak usah khawatir."
"Prihal?"
"Gue enggak ada hubungan apa-apa dengan Jessica. Jika lu ingin mendekatinya, silakan. Gue enggak akan mengganggu hubungan kalian!" serunya mencoba untuk meyakinkan.
Mendengar ucapan itu, aku merasa sangah kasihan padanya. Bagaimana tidak, peristiwa ini adalah kali kedua dia lakukan. Setelah sebelumnya, dia melepas cinta Miranda untukku.
Tanpa balas kata, Brama pun berjalan meninggalkanku di posisi saat ini. Menggunakan tangan kanan, aku melambai tetapi tak mampu berucap. Kembali aku menutup pintu kamar, membanting badan dan bersimpuh di hadapan sang waktu yang tengah berjalan.
Betapa lemahnya aku, mampu dipecundangi oleh waktu karena tak bisa untuk memiliki wanita dengan cara sendiri. Namun, di sini lain aku menyimpan dendam pada kakak kandungku bernama Brama. Sejak kehadirannya di kota Arizona, aku tak lagi bisa menjadi idaman wanita di kota ini.
***
Pagi yang indah bersama dengan terik matahari mulai bersinar. Meski semburat kecokelatan masih ditimpali oleh kabut pekat, aku melompat dari kamar dan mandi dengan segera.Selesai memakai seragam sekolah, aku bergegas meninggalkan kamar dan menuruni anak tangga lantai dua. Tak seperti biasanya, sang kakak tak lagi bercermin di ruang tamu. Sepertinya dia pergi lebih awal, akan tetapi hal tersebut tak pernah terjadi sebelumnya.
Isi kepala mencoba untuk berpikir positif, barangkali dia buru-buru karena banyak tugas. Apalagi, saat ini Brama menjabat sebagai ketua OSIS di SMA Tunas Bangsa. Wajar saja dia tak punya banyak waktu untukku seperti biasanya. Duduk sendirian di kursi dapur, sekilas aku menoleh sebelah kanan yang masih terpotret jelas kenangan kemarin dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANCE ETERNO
VampireTelah dibaca oleh jutaan pasang mata, atau sebuah novel yang diangkat dari sudut kehidupan paling buram. Mengantarkan kisah tiga Ras yang tak pernah berdamai. Namun, mereka sempat hidup satu wilayah sebelum akhirnya kembali bertikai ketika seorang g...