Jessica POV
Tepat di tengah hutan yang terletak di kota Barcelona, Spanyol. Kami menghabiskan malam ini hingga larut malam. Sedikit demi sedikit, aku dapat memahami apa yang diinginkan Brama. Pasti dia akan membawaku kembali ke kota Arizona untuk menjalani runitinitas sebagai mana mestinya.
Karena sedari tadi sangat penasaran, akhirnya aku menyentuh tangan pemuda bermata minimalis di samping. "Brama."
Seketika lawan bicara menoleh, dia cengegesan dan tak mau berkata sama sekali. Namun, tak lama setelahnya, bulan purnama bersinar sangat terang. Suara serigala lapar pun terdengar keras seperti tidak jauh dari lokasi hutan, tetapi entah di mana.
"Jess, kita pergi dari hutan ini sekarang." Brama pun bangkit dari tempat duduknya dan menyodorkan tangan kanan.
"Oke, kita pergi sekarang." Seketika aku meraih sodoran tangannya dan kami putar badan.
Tubuh pun memutar tiga ratus enam puluh derajat. Namun, ketika kami sudah menghadap Timur, tiba-tiba dua orang tak dikenal dengan perawakan sangat menyeramkan tengah berada di tengah hutan Barcelona.
Mereka pun telah siap siaga dengan membulatkan kedua bola mata seperti ingin memangsa. Pasalnya, satu dari mereka seperti mengenaliku. Sedari tadi dia menatap wajah ini dan tak mau memalingkan penglihatan.
"Jess, lu sembunyi di belakang gue," pinta Brama. Menggunakan tangan kanan, pemuda berwajah pucat di samping menarikku ke posisi belakang badannya.
"Apa yang kalian lakukan di wilayah kekuasaan kami?" tanya seorang pemuda dengan wajah sangat seram itu, sobekan benda tajam di pipi ketiganya menambah penampilan mereka layaknya seorang pemburu darah.
"Kami tidak melakukan apa-apa di sini. Karena saya tahu, kalau hutan ini bukanlah wilayah kami," papar Brama seraya menjaga kesopanan berbicara dengan anda suara netral.
Seketika tepuk tangan terdengar dari mereka bertiga. Rupanya, hutan yang sekarang kami singgahi adalah wilayah kekuasaan mereka. Namun, selama aku hidup di kota ini, tak ada yang namanya batas wilayah. Manusia hidup rukun dan tentram, tanpa ada terdengar sedikit pun pembunuhan yang terjadi di hutan.
Baru saja dua bulan aku pindah ke kota Arizona, saat kembali, daerah ini sama persis dengan kota yang ada di belahan bumi tanpa ada sinar matahari menerpa. Menggunakan tangan kanan, aku menyentuh pundak Brama perlahan.
"Brama, kita pergi aja dari sini. Jangan teruskan pertikaian ini," cetusku sedikit lirih.
Pemuda berwajah pucat di samping pun menoleh sekilas, dia seakan mengiyakan permintaanku kali ini. Brama adalah pemuda yang tak mudah emosi meski telah terpancing keadaan, dia lebih senang berdamai tanpa menimbulkan keributan sama sekali.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa ketiga orang berwajah seram itu tak mau memberikan jalan pada kami. Mereka tetap berdiri tegap dan menutup akses satu-satunya menuju depan, karena akses belakang adalah sebuah jurang yang sangat mengerikan.
"Permisi, bisakah kami pergi dari sini?" tanya Brama basa-basi.
"Boleh, silakan," jawab mereka lembut.
Mendengar ucapan itu, aku mulai bisa bernapas normal.
"Tapi, kalau kalian bisa membunuh kami bertiga," lanjut mereka dengan wajah penuh kemenangan.
Akhirnya, kami pun berhenti ketika kedua kaki menapak satu langkah. Brama pun tetap berada di posisi depan, sementara aku menarik bajunya di posisi belakang.
"Jess, lu ke tepi sana." Brama menunjuk sebuah pohon berukuran besar dan tinggi di samping kanan.
Mengikuti ucapannya, aku pun menepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANCE ETERNO
VampireTelah dibaca oleh jutaan pasang mata, atau sebuah novel yang diangkat dari sudut kehidupan paling buram. Mengantarkan kisah tiga Ras yang tak pernah berdamai. Namun, mereka sempat hidup satu wilayah sebelum akhirnya kembali bertikai ketika seorang g...