THE APPROACHING DEATH

4 2 0
                                    

Brama POV

"Hebat ... romantic love yang sangat mengharuhkan. Rupanya, bangsa manusia akan menjadi bagian dari bangsa vampir. Tetapi, itu hanya mimpi." Suara tepuk tangan terdengar dari belakang tubuh kami berdua.

Ternyata, di sana telah ada Baref dan kedua temannya. Mereka tidak pergi dari hutan Arizona, dugaan kali ini meleset. Namun, aku tetaplah tenang dan memasang wajah semringah. Kalau akhirnya bangsa Askati musnah, tepat tengah malam di hutan Arizona, semua akan berakhir.

Menarik tangan Jessica sembari meletakkan badannya di belakang tubuhku. Sekilas kedua bola mata menatap lawan pertarungan, masih bersama tiga manusia siluman paling menjijikkan di bumi semesta.

"Brama, kita pergi aja dari sini," ajak Jessica seraya merengek ketakutan.

"Jess, kita enggak ada pilihan lagi. Selain menghadapi mereka," jawabku spontan, gadis berambut sepinggang di samping tampak menelan ludah beberapa kali.

"Brama, gue enggak ingin lu kenapa-kenapa."

"Gue enggak akan kenapa-kenapa, lu percaya sama gue," sambarku seraya memastikan.

"Akhirnya, ada yang sedang ketakutan sekarang." Dari ujung hadapan, Baref berucap remeh.

"Brengsek, lu!" Dengan menggunakan jemari, aku menunjuk lawan bicara.

Baref pun tampak sedang mendongak, ekspresi angkuhnya terlempar seketika. Kemudian, Marco berlari sekencang embusan angin mengarahku dan Jessica saat ini. Akhirnya, dia berhasil mendaratkan pukulan keras di perut beberapa kali. Disusul dengan Angelica yang menarik tangan Jessica secara paksa.

Sementara aku, tak mampu membantunya karena tubuh lemah tak berdaya. Energi yang Marco ambil lewat tatapan kedua bola matanya, mampu membuat kekuatan di dalam tubuh ini menghilang seketika.

Gigitan tajam dari kedua taring Marco pun mendarat di leher dan menyebarkan virus mematikan ras Askati. Kini, tinggallah Jessica yang menjadi bulan-bulanan mereka.

"Brama ... tolong gue! Brama ...," teriak Jessica sangat mengiris seakan mengiris dan menghujam ulu hati.

Darah pun keluar dari mulutku, memuntahkan tiga kali cairan yang biasanya menjadi santapan. Kedua bola mata tertutup seketika

'Apakah gue akan mati malam ini? Jessica, lu harus lawan mereka. Lawan, Jess.'

Setelah membatin yang tak mendapatkan sebuah jawaban, aku mencoba membuka kedua bola mata. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada, akhirnya tubuh pun bisa kembali bangkit. Meski masih bersimpuh pada setengah badan. Dalam samar, tampak Jessica—wanita yang aku cintai tak mampu berbuat apa-apa.

"Kalian mau apa!" hardik Jessica.

"Kami hanya ingin darahmu yang segar ini, untuk membuat kehidupan kami kekal di bumi," ucap Baref sekenanya.

Cuih!

Jessica tampak sedang membuang ludah di wajah Baref, Marco dan Angelica. Tampak dari tatapan yang telah mereka buang sangat kesal pada Jessica. Dengan cepat, Angelica pun menampar pipi kanan wanita di hadapannya sangat keras. Terdengar dari kedua telinga suara pukulan keras itu mendarat di pipi Jessica.

'Jess, maafin gue yang enggak bisa membantu lu. Ayo, lawan mereka, Jess,' batinku.

Dari ujung penglihatan, Baref pun mengeluarkan pisau tajam dari dalam kantong celananya. Diikuti oleh Marco dan Angelica yang menarik tangan kanan dan kiri—Jessica. Pisau tajam itu mengarah lekuk pipi wanita berambut sepinggang yang paling aku cintai, berjalan melintasi kulit leher hingga menuju bagian perut.

VANCE ETERNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang