• RIYO - 02 •

39.3K 4K 169
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Mobil hitam yang masih melaju dengan kecepatan penuh itu kini memasuki gerbang yang menjulang tinggi, jauh dari keramaian. tempatnya benar-benar tidak tersentuh oleh siapapun, hanya pepohonan yang bisa kita temukan disisi kanan maupun kiri. sedangkan Riyo yang ada di sampingnya tertidur dengan menghisap ibu jarinya sendiri.

Letak gerbang utama sampai pintu mansion memakan waktu lima belas menit, begitu mobilnya terparkir di pelataran mansion. pemuda tadi keluar dengan menggendong tubuh kecil Riyo.

Dua pengawal yang ada di depan pintu menunduk hormat melihat kedatangan tuan mereka, pintu terbuka lebar mempersilahkan agar pemuda tadi bisa masuk kedalam.

”Sa,” kedatangan Reksa disambut dengan panggilan Renal yang berdiri dengan memegang gelas kecil yang berisi alkohol.

Reksa, pemuda yang masih menggendong tubuh kecil Riyo hanya menatap Renal dengan alis terangkat. kakinya melangkah kearah ruang tengah tempat ketiga sahabatnya duduk, tubuh kecil Riyo dia baringkan di sofa panjang.

Hanya dia dan keempat sahabatnya yang tinggal di mansion ini, orang tua mereka masing-masing berada di luar negeri. mereka memang bukan asli Indonesia, namun saat usia mereka tiga belas tahun mereka memilih menjauh dari keluarga dan hidup bersama.

Reksa sendiri merupakan anak tunggal, tidak memiliki kakak maupun adik. namun dia tidak mempermasalahkan hal itu, dia sudah nyaman seperti ini.

Reksa si anak tunggal yang memiliki wajah tampan serta cool itu tidak pernah bersikap lembut kepada orang asing, apalagi sampai melakukan kontak fisik. kulitnya langsung bereaksi bentol-bentol sampai memar, bahkan dia pernah dirawat di rumah sakit akibat melakukan kontak fisik dengan musuhnya. kecuali dengan keluarga besar maupun sahabatnya, kulitnya tidak akan bereaksi apapun karena sudah terbiasa bersentuhan dengan mereka.

”Anak siapa, Sa?” tanya Roy, cowok petakilan yang selalu membuat suasana terasa ramai.

”Kulit lo gapapa?” tanya Ray, cowok cool yang lumayan friendly .

”Nggak tahu,” jawab Reksa cuek yang kemudian mendudukkan dirinya di sofa single.

Tangan Reksa dicek langsung oleh Reza dengan menelitinya dari jarak dekat, Reza--cowok yang dinginnya sebelas tiga belas dengan Reksa itu memiliki tingkat kepekaan yang tinggi.

”Nggak kenapa-napa 'kan, Za?” tanya Renal setelah Reza cukup lama memeriksa tangan Reksa.

”Nggak pa-pa, sedikitpun nggak pa-pa.” jawab Reza.

”Kok bisa?” tanya Roy terkejut, sejauh ini memang Reska selalu menghindari kontak fisik dengan orang asing.

”Gue bilang nggak tahu, ya!” Reksa membalas pertanyaan Roy dengan kesal, dia sudah sangat kelelahan hari ini, dan Roy malah mempertanyakan hal yang dia juga tidak ketahui.

Roy yang akan kembali bicara menjadi urung setelah mendengar lenguhan dari bibir Riyo yang sudah terbangun.

Eunghh.” Tangan kecilnya terangkat untuk mengucek kedua matanya, namun pergerakannya terhenti karena tangan seseorang yang memegang kedua tangannya.

”Jangan dikucek, nanti merah.” ujar Renal, Riyo menatapnya tanpa berkedip lalu menunduk setelah mengingat bahwa dia tidak berada di rumahnya saat ini.

Tatapan mereka tertuju sepenuhnya kepada Riyo yang menunduk dengan meremat baju yang dia kenakan.

”Nama kamu siapa? alamat di mana? kok bisa jam segini masih di luar? korban penculikan? atau kabur dari rumah? tersesat? lupa jalan pulang? diusir orangtua? nakal?”

”Lo nanya apa introgasi, sih?” ucap Ray jengkel.

Riyo hanya diam, tidak membuka suara sedikitpun.

”Gue yang nabrak,” ujar Reksa yang membuat atensi keempat sahabatnya itu langsung menoleh kearahnya.

Reza langsung bangkit begitu mendengar penuturan Reksa, Riyo yang duduk di sofa dipaksa berdiri oleh Reza untuk mengecek tubuh kecil Riyo.

”Gak ada luka, untungnya.” ucapan Reza membuat mereka bernafas lega, berbeda dengan Reksa yang terlihat biasa-biasa saja.

”Maaf, sebenarnya Riyo yang sengaja lari ketengah biar kesannya Riyo ditabrak.” ungkapan jujur Riyo langsung membuat emosi Reksa memuncak.

”BRENGSEK!” Kakinya menendang meja yang ada di tengah hingga sedikit bergeser, rahangnya mengeras dengan kedua tangan yang terkepal erat.

Riyo yang tadi mengangkat kepalanya kembali menunduk, liquid bening menetes dari kedua netra hitamnya. dia tidak pernah mendapat perlakuan seperti ini dari kedua orangtuanya, bahkan kedua orangtuanya tidak pernah membentaknya sekalipun.

Ray yang melihat punggung Riyo bergetar dengan segera memeluknya erat, tangannya mengusap-usap punggung Riyo dengan lembut.

”Sa, tenang dulu, gak mungkin dia ngelakuinnya tanpa alasan.”

”Lo bela dia? cih!” Reksa memandang tak percaya dengan apa yang Renal katakan.

Renal menggeleng, ”Enggak. gue gak bela siapapun, tapi lo mikir deh, Sa. anak sekecil dia gak mungkin lakuin itu tanpa alasan.”

Reza menepuk bahu Reksa dengan pelan, ”Tenangin diri lo.” ujarnya.

Riyo yang masih berada di pelukan Ray sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata penenang yang diucapkan Ray maupun Roy.

”Udah, ya, nanti beliin cokelat, mau?” Bujuk Ray.

Riyo menggeleng, tangannya meremas baju kaos yang dikenakan Ray dengan kuat.

”Reksa nggak marah, cuma kaget aja, iya 'kan, Sa?” ujar Roy.

Reksa hanya diam, tidak merespon apa-apa. Roy berdecak melihat Reksa yang hanya diam saja.

”Mau cerita? kita nggak marah kok, cerita, ya?” Renal ikut membujuk.

”Nggak papa, ayo cerita.” ujar Ray, tangan kecil Riyo yang melingkar erat di perutnya dia lepas dengan pelan. kedua tangannya menangkup kedua pipi Riyo.

Riyo mengangguk, dia bersedia untuk bercerita setelah mereka menatapnya dengan anggukan mantap, kecuali Reksa.

Riyo menarik nafas pelan sebelum mulai bercerita, dia memberanikan dirinya untuk menatap netra tajam Reksa. mereka mendengarnya dengan seksama, tidak ada yang menyela cerita Riyo dari awal sampai akhir.

”Gila! nggak nyangka sih, ada cewek yang kek gitu.” Komentar Roy setelah Riyo menyelesaikan ceritanya.

”Denger, Sa? dia punya alasan sendiri buat ngelakuin itu, kalo gue jadi dia sih bakal ngelakuin hal yang sama.” gumam Renal.

”Darah gue mendidih pengen silaturahmi sama tu pengasuh,” celetuk Ray.

”Memarnya aku obatin, ya?” ujar Reza meminta persetujuan Riyo, Riyo hanya menggeleng kecil.

”Maaf, seharusnya Iyo nggak ngelakuin itu.” cicit Riyo pelan.

”Gimana, Sa? Riyo biar tinggal sama kita aja.” terang Ray takut-takut.

”Tidur lagi, besok gue anterin pulang.”

”SA!”

______

Ayo Vote, biar Aping nulisnya lancar.

R I Y O || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang