"Tenang dulu, Sa!""Lo nyuruh gue tenang sementara 'dia' lagi berjuang buat hidup? iya? brengsek!"
Bugh!
"SA!" Kompak mereka berteriak dengan mencekal lengan Reksa yang akan kembali memberi bogeman pada wajah Reza.
Reksa sejak tadi mengamuk setelah sampai di rumah sakit, Riyo sudah ditangani oleh dokter yang ada di rumah sakit ini. sementara mereka berdiri di depan ruang UGD dengan keadaan yang tidak bisa dibilang baik-baik saja, mondar mandir seperti setrika hingga berteriak kepada dokter yang hanya keluar lalu masuk kembali tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Reksa meremas rambutnya frustasi, ternyata keputusan yang dia ambil benar-benar salah kali ini. seandainya dia tidak kembali untuk memastikan kebenaran tentang cerita Riyo waktu itu, pasti sekarang Riyo baik-baik saja. Reksa menyandarkan tubuhnya pada tembok samping pintu, harap-harap cemas tentang keadaan Riyo di dalam sana.
"Apa perlu hubungi Daddy, Sa?" Usul Renal.
"No, ini urusan gue. Daddy nggak perlu turun tangan!" balas Reksa dengan mata terpejam.
"Za," Panggil Reksa. kelopak matanya terpejam seraya pikirannya yang melayang entah kemana, prasangka-prasangka buruk memenuhi isi pikirannya saat ini.
Reza yang berdiri di samping Roy menoleh dengan sudut bibir terluka akibat pukulan Reksa. "Hm?" Reza hanya berdahem menanggapi panggilan Reksa.
"Maaf, gue kelepasan."
"Santai, nggak seberapa sama pukulan lo dua bulan lalu." balas Reza. dua bulan lalu, tidak sengaja Reza melaporkan Reksa kepada Morgan--Ayah kandung Reksa yang ada di Amerika. saat itu, Reksa kalap hingga membunuh beberapa pengawal yang diutus oleh Morgan hingga tidak tersisa satu pun. siapa suruh mereka selalu membuntuti Reksa.
Reksa benar-benar tidak leluasa bergerak di bawah penjagaan ketat Morgan, sudah jelas jika dia harus menghabisi para pengawal suruhan suruhan Ayahnya itu.
Reksa hanya mengangguk, tidak membalas Reza.
"Sa, menurut lo dia bakal selamat nggak?"
Pertanyaan Roy berhasil membuat Reksa tersadar hingga membuka kelopak matanya. tubuh Reksa yang semula bersandar santai pada tembok kini menegak, bibirnya melengkung membentuk senyuman miring. baru saja dia akan membalas pertanyaan Roy, pintu UGD sudah terbuka dari dalam.
"Keluarga pasien?"
Ray yang sejak tadi terdiam menjawab dengan cepat. "Kita, dokter. kita keluarga pasien!" Pemuda itu berdiri, berhadapan langsung dengan dokter yang ber-name tag Dr. Ilham Anggara.
"Mari ikut saya sebentar."
_____
Langit terlihat sangat cantik dengan hiasan awan putih yang mengepul di udara. sinar matahari menyingsing dari ufuk timur, cahaya oranye keperakan menambah kesan indah di pagi yang cerah ini. namun, tidak dengan keadaan lima pemuda yang berada di salah satu ruang VVIP ini. kelima pemuda itu terlihat tidak baik-baik saja, tidak ada senyuman yang menghiasi wajah tampan nan rupawan mereka. terlihat menyedihkan dengan lingkaran hitam di bawah mata, sejak kemarin kelimanya kompak tidak istirahat. kelimanya bahkan tidak beranjak dari sofa yang terletak tidak jauh dari brankar.
Setelah mendengar penjelasan Dr. Ilham Anggara kemarin membuat pikiran mereka semakin tidak tenang. setelah ditangani oleh dokter, hingga hari ini sudah terhitung tiga hari Riyo terlelap dengan tenang di atas brankar. waktu istirahatnya tidak terganggu sedikitpun dengan kedatangan mereka.
Kematian juga bisa terjadi apabila trauma pada leher menimbulkan luka sayatan yang dalam sehingga mengenai bagian saluran pernapasan atau pembuluh darah besar. semoga saja tidak terjadi, bahkan Reksa sendiri menjadi uring-uringan setelah mendengar penjelasan dokter Anggara waktu itu. raut khawatir terlihat sangat jelas pada wajahnya. penyesalan yang datang tidak henti-hentinya membuatnya kecewa dengan dirinya sendiri.
"Riyo, ayo bangun. udah tiga hari loh kamu tidur. bangun, dong ..., Riyo." lirih Roy pelan. bulir-bulir air matanya tidak bisa dicegah, kian mengalir semakin deras. ingatannya kembali saat Riyo tiba-tiba melompat turun dari atas mobil, niat Riyo hanya satu, mencegah 'Mereka' untuk menjadi korban.
"Kamu nggak perlu takut lagi, di sini ada kita yang selalu ada buat kamu mulai sekarang." ucap Ray dengan terus mengelus punggung tangan Riyo yang terpasang selang infus.
Posisi mereka kini mengelilingi brankar tempat Riyo terbaring. sejak tiga hari lalu mereka selalu berada di ruangan ini, menemani Riyo yang masih setia menutup kelopak matanya.
Selain luka sayatan yang didapat Riyo cukup dalam. Riyo juga mengalami kekurangan darah karena banyaknya darah yang keluar saat kejadian. beruntung tidak ada komplikasi lain pada saluran pernapasan atau pembuluh darah besar. penderitaan yang datang pada Riyo bertubi-tubi, dari kehilangan kedua orang tuanya secara bersamaan. lalu sekarang, dihianati oleh pengasuhnya sendiri hingga meregang nyawa.
"Dia bakal tinggal sama kita!" ucapan tegas Reksa mengundang tatapan lembut serta anggukan mantap dari keempat sahabatnya.
"Gue janji nggak bakal biarin dia terluka lagi. apalagi karena gue," lanjut Reksa yang merasa bersalah. jika bukan karena keputusannya malam itu, Riyo tidak akan terbaring lemah saat ini.
"Kita di sini selalu ada buat lo, nggak perlu khawatir. kita bakal jaga Riyo sama-sama," Perkataan Reza membuat mereka menyungingkan senyum tipis seraya mengangguk setuju.
Renal menepuk pundak Reksa pelan. "Bukan salah lo sepenuhnya, kita juga yang salah."
"Seharusnya gue nggak biarin Riyo lari kedalam, seharusnya gue cegah Riyo waktu mendekat. t-tapi gue cuma diem aja, gue emang nggak berguna." ungkap Roy dengan tatapan sendu serta rasa bersalah kepada Riyo.
"Kalian nggak perlu nyalahin diri sendiri, akar dari kejadian ini adalah gue. gue patut disalahin!" Reksa yang awalnya berdiri menjadi duduk setelah Ray memberinya kesempatan untuk berada di samping Riyo.
"Seharunya kamu nggak perlu berbuat sejauh ini," lirih Reksa dengan tangan yang mengelus punggung tangan Riyo yang terpasang selang infus.
"Mulai sekarang tidak ada yang berani menyakitimu, meskipun seujung kuku. tidak perlu takut, aku akan menjadi perisai untukmu mulai detik ini."
Ray, Renal, Roy dan Reza terlonjak kaget saat melihat dengan jelas punggung Reksa bergetar, isakan yang sejak tadi ditahan kini terdengar, meskipun begitu pelan. selama ini mereka tidak pernah melihat Reksa yang seperti ini. benar-benar untuk pertama kalinya Reksa merasa sangat bersalah. dan itu ..., karena Riyo. anak kecil yang dengan sengaja membuat sang iblis tunduk karenanya. anak kecil yang mampu membuat Reksa merasa sangat bersalah seperti ini.
"Sa--"
"Dan mulai sekarang, kamu akan menjadi adik dari Reksa Leonard Dicaprio. Riyo Leonard Dicaprio!" ucapan tegas Reksa yang tidak bisa diganggu gugat.
Keputusan final dari Reksa dan awal yang baru bagi Riyo.
"Adik kecilku."
"Sa--"
"Gue nggak perlu persetujuan kalian."
"Sa--"
"Kalian setuju atau nggak, Riyo akan tinggal di sana!"
"Sa bukan it--"
"Hiks.. Bun-bunda.."
____
KAMU SEDANG MEMBACA
R I Y O || Selesai ||
Short StoryHanya menceritakan kisah seorang remaja yang berumur dua belas tahun, remaja menggemaskan yang bisa membuat siapa saja tak berkedip memandangnya. tingkah lucu serta menggemaskannya membuat orang-orang menyayanginya dalam sekejap mata. Kedua bola mat...