Kaito menatap Sebastian yang memainkan jemarinya. Kamar itu sangat berantakan karena malam yang mereka lalui dengan sangat semangat.
"Apakah ada orang yang akan memperbaiki kamar ini?" Tanya Kaito sambil menyandarkan kepalanya di dada Sebastian.
"Tenang saja." Sebastian tertawa pelan dan mengecup kepala Kaito.
"Rasanya hebat sekali, aku tidak mengantuk sama sekali," kata Kaito.
"Tapi apa kamu tidak merasa haus? Kamu hanya meminum darah satu orang saja kemarin," kata Sebastian.
"Aku tidak tau, sepertinya rasa gairah mengalahkan rasa hausku."
Sebastian tersenyum dan memeluk Kaito. "Bagaimana bisa kamu mengendalikan diri sehebat ini? Gien bilang saat bangun kamu akan sangat haus dan bisa membunuh banyak orang. Apalagi dengan darah iblis yang mengalir di tubuhmu."
"Aku juga tidak tau, mungkin karena aku adalah manusia sebelumnya, jadi aku punya kemampuan untuk mengendalikan diri tidak melukai manusia?" Tanya Kaito.
"Sepertinya masuk akal."
"Tapi Sebastian, bagaimana caranya untuk menghilangkan laparku nanti? Aku tidak ingin membunuh manusia."
"Kamu tau kalau semua manusia di muka bumi ini ada yang pantas untuk dibunuh? Psikopat, pembunuh berantai. Penyiksa makhluk lemah. Yang bahkan melakukannya karena suka bukan dendam. Kita boleh membunuhnya. Kalau kita melenyapkannya, manusia yang lebih berhak hidup akan aman tinggal di bumi ini."
Kaito menatap Sebastian. "Kamu benar sekali. Seperti anti-hero ya?"
Sebastian mengangguk. "Anggap saja begitu, nanti akan kucarikan data-data buronan kriminal polisi. Dengan melihat wajahnya aku bisa tau di mana mereka."
"Itu hebat sekali." Kaito mengecup dahi Sebastian.
"Ada hal yang belum sempat aku tanyakan padamu, Sebastian," kata Kaito menatap Sebastian yang juga menatapnya.
"Apa itu?" Tanya Sebastian.
"Bagaimana caranya kamu tau kalau kamu adalah vampir yang punya takdir jodohnya seorang manusia?"
"Di bagian atas negara ini, di tengah hutan luas yang berbahaya. Ada mata air yang lokasinya hanya diketahui vampir. Seluruh vampir di belahan dunia pergi ke sana untuk mendapatkan ramalan mereka. Apakah berjodoh dengan sesama vampir? Atau dengan manusia? Sihir apa yang bisa mereka kuasai? Apapun yang mereka ingin tau. Kami menyebut Flend Fountain.
Untuk mengetahui ramalan jodoh, bisa diketahui saat berumur tiga puluh tahun. Sebelum umur tiga puluh tidak akan terjadi apa,-apa. Jadi aku kesana pada umur tiga puluh tahun. Dan setelah meminumnya, ada suara berbicara di kepalaku. Mengatakan aku harus mencari pasangan manusiaku. Aku tidak ditakdirkan untuk menikahi vampir tetapi manusia.
Aku sempat tidak terima namun aku tanpa sadar langsung pergi untuk mencarimu. Terus mencarimu mengelilingi dunia. Aku tidak bisa berhenti. Walau kadang aku merasa sangat lelah, aku terus mencarimu..."
"Sebastian, andai aku bisa melakukan yang sama..." bisik Kaito mengusap pipi Sebastian.
"Kaito... aku sudah bilangkan? Kamu yang paling berharga...yang mau menerimaku..." ucap Sebastian sambil menepuk pelan pipi Kaito.
Kaito mengangguk pelan menatap Sebastian dengan haru namun tiba-tiba teringat sesuatu.
"Ah, Naoki!" Seru Kaito dan langsung duduk.
"Kamu lebih baik meneleponnya. Dan katakan semuanya. Termasuk dalam sepuluh tahun ke depan kamu belum bisa menemuinya. Kamu harus melatih diri untuk bisa menahan diri saat di dekat manusia. Demi Naoki dan yang lainnya," kata Sebastian juga bangun dan mengecup bahu Kaito.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted Things (Yaoi) [Completed]
RomansaKaito diangkat menjadi asisten dosen yang baru mengajar di jurusannya. Kaito diam-diam terpukau dengan ketampanan dosen itu namun dia yang yakin dirinya straight dan mempunyai pacar, mencoba mengalihkan perhatiannya. Namun semua menjadi di luar kend...