Escape

12.9K 750 20
                                    

Selamat membaca!

***

"Kapan kita bakalan ngelakuin rencana lo?" Tanya Ali.
Prilly terlihat berpikir. "Gimana kalo besok subuh?"

"Terserah. Gue bisa bangun kapan aja," Katanya.

"Oke. Kalo gitu besok subuh. Nanti malem gue nyari alat yang lo bilang itu, semoga perkiraan lo bener." Kata Prilly. "Kita janjian jam berapa?"

"Gimana kalo jam empat? Gue rasa jam empat masih sepi." Usul Ali.

Prilly mengangguk-angguk. "Boleh juga," Sedetik kemudian, cewek itu seperti tersadar sesuatu.

"Tapi gimana caranya gue bisa tau kalau waktu itu jam empat? Di dalem gudang nggak ada jam, asal lo tau aja."

"Gue bakalan ngasi tanda dengan ngetuk pintu gudang itu sebanyak empat kali. Lo tinggal siap-siap aja." Kata Ali. "Temuin gue langsung di depan ruang kamera CCTV."

Prilly mengangguk setuju.

***
Malam itu, dengan bantuan sedikit cahaya dari ventilasi, Prilly menurunkan kardus-kardus yang tertumpuk di sana. Ia mencari alat yang tadi siang dikatakan oleh Ali. Di dalam gudang itu banyak sekali kardus yang harus diturunkan Prilly.

Pekerjaan itu menjadi susah, ditambah lagi ia harus melakukannya pelan-pelan.

"Duh, dimana sih alatnya," Gumam Prilly sambil berkacak pinggang dan mendengus kesal. Ia duduk di lantai dengan keringat bercucuran.

"Susah banget nyarinya." Ia menopang kepalanya menggunakan telapak tangan dan menatap ke arah ventilasi. Hari ini, bulan terlihat bulat sempurna, alias bulan purnama.

Bulan purnama selalu ngingetin gue sama satu hal, mama. Batinnya sedih.

Cewek itu ingat dengan jelas hari kematian mamanya. Saat itu malam jam sepuluh dan bulan purnama.

"Aku kangen mama.." Prilly mengatakan hal itu sambil menahan tangis. Ia hampir saja menangis kalau tidak melihat sesuatu yang mengkilap di sebelah kanannya.

Dia langsung kembali berdiri dan menyingkirkan sebuah kardus yang menutupinya.

Saat kardus itu digeser, terlihatlah sebuah alat pengangkut barang yang menempel di tembok. Alat itu yang sedari tadi dicari oleh Prilly. Cewek itu tersenyum senang.

"Akhirnya!" Ia menghela nafas lega. Ia optimis rencanannya akan berhasil kali ini. Cewek itu mencoba masuk ke dalamnya dan duduk di sana.

Ternyata cukup. Ia lebih senang lagi.

"Malam ini gue bisa nggak bisa tidur. Gue nggak sabar ngelakuin rencana gue besok subuh." Gumam Prilly senang. "Gue sampe deg-deg an nih."

Sambil menunggu hari berganti subuh, Prilly mengingat-ingat lagi tanggal dimana ayahnya dikubur. Itu akan sangat memudahkan Prilly untuk mendapatkan rekaman kejadian waktu itu.

"Hmm.. Hari pernikahan papa tanggal berapa ya.." Prilly mengerutkan dahinya.

Sementara itu, Ali sedang berada di atas kasurnya sambil menatap ke langit-langit kamar. Cowok itu memkirikan rencana Prilly.

Gadis itu benar-benar sudah berubah. Hal ini di luar perkiraanku. Batinnya.

Ali mengangkat tangannya dan melihat gambar sepasang sayap yang hampir pudar itu. Ia menghela nafas panjang.

Aku tidak bisa meninggalkan gadis itu. Aku terlalu mencintainya, sampai-sampai aku tidak rela kalau harus kembali ke rumah. Batin Ali sedih.

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang