Us

13.6K 768 17
                                    

Selamat membaca!

***
Prilly menatap Ali. "Li, gue percaya sama lo,"

Ali mengangguk. "Gue janji nggak akan ngecewain lo. Gue bakalan berusaha sekuat tenaga gue." Kata Ali.

Tanpa sadar, kemampuannya pulih sedikit. Ia bisa menembus pagar rumah Nayla.

"Li.. Lo bisa nembus.." Prilly tercengang.

Ali tersenyum lemah. "Ini pertanda,"

"Per-pertanda?"

"Pertanda bahwa waktuku benar-benar habis." Katanya. "Asal lo tau, yang bisa menembus ruang dan waktu hanyalah roh,"

"Jangan bilang.."

"Ya. Gue sekarang roh. Dan mungkin, dalam hitungan detik gue bisa ngilang."

"Li--"

"Dengerin gue, ya." Ali menatap kedua bola mata Prilly. "Pertama, setelah ini segera serahin berkas yang lo bawa. Tenang, gue tetep akan ngejagain lo sampe Verrell dan keluarganya ditangkap. Kedua, jangan pernah sedih lagi, karena gue bakalan ikut sedih kalo lo sedih. Ngerti?"

Air mata mulai menuruni pipi cewek itu lagi. "Gue nggak sanggup kehilangan lo, Li.."

"Sebenernya gue juga nggak rela kehilangan lo.." Kata Ali. "Lagi.." Tambahnya dengan suara pelan.

Tapi Prilly mendengar hal itu. Ia menatap cowok di depannya dengan tatapan bingung.

"Maksud lo? Lagi? Memangnya dulu lo pernah kehilangan gue?" Tanyanya.

Ali mengangguk. "Mungkin lo lupa. Ato mungkin memang ingatan lo udah dihapus."

"Ingatan gue di hapus?"

"Dulu.. Lo juga seorang malaikat. Kita sama, kita sederajat." Kata Ali.

"Apa?" Prilly memasang wajah shock. "Gue malaikat?"

"Iya. Dan dulu, nama lo Sisi. Bukan Prilly."

"Gue nggak ngerti."

"Jadi, beberapa waktu lalu, gue dikasi tau sama Kevin sesuatu.."

Ali sedang duduk di atas sofanya dan menatap kosong ke depan.

"Ali," Panggil Kevin.

"Ada apa?"

"Apakah kau tidak merasakan hal yang aneh ketika melihat atau berdekatan dengan gadis itu?" Tanyanya.

"Aneh? Maksudmu.."

"Kau pasti tahu maksudku apa."

"Gadis itu mirip dengan Sisi."

"Ya, dan dia memang Sisi."

"Hah?"

"Kau ingat seratus tahun yang lalu, Sisi mencintai seorang manusia dan ia berubah menjadi manusia?"

Ali mengangguk.

"Dan kau pasti tahu kalau umur manusia ada batasnya. Berbeda dengan malaikat."

Ali sepertinya mengerti kemana arah pembicaraan Kevin ini.

"Jadi maksudmu, Prilly adalah.."

"Reinkarnasi Sisi."

Prilly kehabisan kata-kata untuk menanggapi cerita Ali.

"Jadi, lo sebenernya adalah malaikat. Dulu." Kata Ali. "Dan dulu lo adalah cinta pertama gue."

Prilly terdiam.

"Dan untuk sekarang.. Mungkin lo akan jadi cinta terakhir gue."

"Ali.."

"Tapi bukan karena lo adalah reinkarnasi Sisi, makanya gue cinta sama lo. Bukan. Tapi karena lo adalah Prilly. Prilly Latuconsina." Ali menatap Prilly dengan tatapan sendu. "Satu-satunya manusia di bumi yang bisa bikin gue jatuh cinta."

Prilly memeluk Ali. Cowok itu balas memeluk dengan erat, seakan tidak mau melepasnya. Seakan berharap bahwa waktu tidak berlalu begitu cepat.

"Gue cinta lo, Ali."

"Aku mencintaimu, Prilly. Aku mencintaimu dengan teramat sangat. Sampai rasanya separuh hatiku akan pergi jika tidak bersamamu." Ali meletakkan dagunya di atas kepala Prilly. "Jaga dirimu baik-baik."

Perlahan tapi pasti, Prilly tidak lagi merasakan kehangatan tubuh Ali saat memeluknya. Yang dia rasakan kini hanyalah hembusan angin sore.

"Ali.. Kamu pergi.." Gumamnya. "Bahkan aku belum sempat mengatakan selamat tinggal.."

Perlahan, air matanya tumpah. Cewek itu terisak.

"Ali.. Jangan.. Pergi.." Isaknya semakin kencang.

"Aliii!!" Ia jatuh terduduk ke tanah.

Nayla keluar dari dalam rumah sambil berlari-lari dan memeluk Prilly. Ia sudah mengetahui semuanya.

"Nay.. Ali pergi.." Prilly memegang tangan Nayla.

Nayla menatap sahabatnya itu dengan tatapan sedih. "Prill.."

"Jangan hibur gue, Nay. Gue nggak mau dihibur. Gue cuman mau Ali balik ke sini lagi!" Jeritnya.

Nayla hanya bisa memeluk dan berusaha menenangkan Prilly yang sudah histeris.

Sementara itu, lagi-lagi Ali sudah berada di atas sebuah gedung. Namun bedanya, kini ia sudah memakai pakaian putih bersih. Sayapnya juga sudah melekat di sana.

"Anakku, sekarang waktunya pulang."

Ali menghela nafas panjang.

"Ayah sudah memberikanmu waktu untuk menyelesaikan semuanya, sekarang waktunya kau kembali, nak."

Ali tersenyum sedih. "Baiklah, ayah."

Ali menyusul ayahnya yang sudah terlebih dahulu terbang ke atas. Mereka berdua hilang di balik awan-awan.

***
Malam harinya, Nayla tak henti-henti mendengat suara Prilly yang menangis.

"Prill, udah dong. Lo nggak capek nangis mulu?"

Yang ia dengar hanyalah isakan Prilly.

"Prill," Panggil Nayla. "Sabar ya,"

"Nay," Sahut Prily.

"Apa?"

"Kenapa selalu ada yang pergi dan tidak pernah kembali?"

Nayla tertegun.

"Pertama, mama. Kedua, papa. Dan sekarang.. Ali." Gumam Prilly. "Semuanya adalah orang yang gue sayangin."

"Prill, gue ngerti perasaan lo, kok.."

"Lo nggak akan ngerti," Prilly tersenyum getir. "Semua orang nggak akan ngerti."

"Lo bilang gue nggak ngerti?" Nayla menatap Prilly. "Terus perasaan macem apa yang gue punya ketika Tristan meninggal?" 

Prilly terdiam.

"Gue juga sama sedihnya kayak lo, Prill."

Prilly bergerak memeluk Nayla. "Maafin gue Nay.."

Nayla balas memeluk Prilly.

***
Note:
Halooo semuanyaaa!! Nih, gue cepet kan updatenya? Semoga suka, ya. Maaf kalo kependekan lagi hehehe:) Ali-prilly nya greget gak?:p galau lagi deeehhh hihi piss

Seperti biasa, tinggalkan jejak kalian setelah membaca cerita ini. Oke? Jangan lupa vote and comments. :D

Yang mau follback bisa ask ya;)

Find me at instagram juga: yassitsamy

Semoga suka!

Immafangirlyea xx

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang