Pindah?

1.6K 324 15
                                    


.
.
.
.
.
Leo merasa beruntung bisa bekerja digalaxy's cafe, selain suasana cafe yang asik, para pegawainya pun sangat ramah, meskipun memang jika dilihat ada rasa canggung karena baru saja bergabung dicafe itu. Dan yang membuat Leo senang adalah tidak ada senioritas disini, bahkan owner cafenya saja ikut turun tangan bekerja.

Leo kira saat siang hari cafe ini tidak terlalu ramai, tapi ternyata dia salah, cafe ini bahkan ramai dengan didatangi oleh anak-anak kursus saat siang hari. Leo bahkan sudah satu minggu bergabung di galaxy's cafe tapi dia masih terkejut.

"Capek Le?" Leo yang memang sedang bersandar di samping kasir segera menoleh kearah Ares.

"Gak mas, cuma heran aja, disini rame meskipun siang." Ares tertawa.

"Emang ditempat kerjamu yang dulu gak rame?" Leo menggeleng, beruntung Leo bukan anak introvert jadi dia bisa dengan cepat berbaur dengan yang lain.

"Boro-boro rame mas, sepi banget kalau siang gini."

"Berarti gak ada kerjaan kalau siang?" Ares bisa melihat Leo mencibir sekilas.

"Justru banyak kerjaan mas, bos nya mana bolehin pegawainya duduk selama dicafe." Ares melotot tidak percaya.

"Jam kerjanya gimana?"

"Jam 8 sampai jam 10 mas." Ares mengedip.

"Itu namanya kerja rodi." Leo tertawa, dia tau itu.

"Tapi disini jadwal buka sama tutupnya gak tentu Le, memang sih dipintu ditulis jam 10 pagi sampe 10 malem." Leo mengangguk, Igel sudah mengatakan hal itu tadi, bahkan anak itu sudah merecoki Leo dengan bujukan agar mau pindah ke rumah Ares.

"Gak papa mas, tapi makasih udah nerima aku disini mas." Leo menatap Ares yang kembali tersenyum.

"Gak usah gitu, kita kan sama-sama saling bantu Le." Leo kadang tidak percaya ada orang seperti Ares.

"Kenapa Le?" Ares menatap bingung pada Leo yang masih setia memperhatikannya.

"Kamu ganteng loh mas, gak kayak aku." Ares mengerjap, ini Leo ngajak bercanda atau gimana.

"Kamu gak usah merendah untuk melayang ya Le." Leo tertawa, benar kata Igel, Ares yang kesal akan terlihat sangat lucu.

"Tapi aku serius mas, mas itu ganteng."
.
.
.
.
.
Leo sedang membantu Rion membereskan meja, mereka ada dilantai satu, sedangkan Hadar dan Rius membereskan lantai dua. Jangan tanya dimana Igel juga Alden, mereka pasti ada didapur.

Ares memperhatikan cara kerja Leo seminggu ini, Leo sangat rajin, Leo sejenis dengan Igel dan Rion, tidak bisa diam. Ares jadi berfikir bagaimana jadinya jika mereka tinggal di satu tempat, pasti rame.

"Leo." Leo menoleh saat Ares memanggilnya. Laki-laki itu segera mendekati bos mungilnya.

"Ada apa mas?" Leo bisa menatap Ares yang baru saja selesai menghitung pemasukan cafe.

"Soal tawaran ku waktu itu, gimana?" Leo mencoba mengingat tentang tawaran apa yang diberikan Ares padanya.

"Oh, soal tempat tinggal?" Leo ingat sekarang, Ares memintanya untuk tinggal bersama yang lain dirumahnya, katanya menghemat pengeluaran.

"Iya soal itu." Leo mengangguk, dia tersenyum canggung pada Ares, dia sebenarnya akan menjawab itu kemarin tapi dia lupa.

"Aku mau mas, sebenernya mau bilang ke mas kemarin, tapi lupa." Ares tersenyum, dia mengacak rambut Leo pelan.

"Kalau kamu mau pindah nanti kabari ya, biar aku sama Igel bantuin." Leo menatap Ares yang berjalan menjauh dari kasir kearah kamar mandi.

"Duh, yang diacak rambutku tapi kenapa hatiku yang ambyar."
.
.
.
.
.
Igel menatap Leo aneh, dia baru saja keluar dari dapur bersama Alden, saat netranya menatap Leo sedang senyum-senyum sendiri didekat meja kasir.

"Igel, Leo teh kenapa senyum-senyum sendiri gitu?" Igel menggeleng.

"Gak tau Den, kan aku juga baru keluar sama kamu." Alden tertawa kecil, benar juga ya.

"Kalian ngapain?" Igel dan Alden menoleh kearah Rion yang berjalan kearah mereka.

"Itu, si Leo kenapa?" Rion menoleh kearah Leo yang masih tetap diposisi semula.

"Oh Leo?" Igel dan Alden mengangguk.

"Kayaknya dia lagi ambyar." Igel mengernyit.

"Ambyar? Gimana?" Rion tertawa geli.

"Ambyar karena rambutnya diacak-acak sama bli Ares." Igel melotot, sedangkan Alden hanya mengedip tidak mengerti.

"Tunggu, si Leo suka sama bli Ares?" Rion mengedikan bahunya.

"Mungkin aja."

"Siapa yang suka a' Ares?" Igel dan Rion menatap Alden, mereka lupa kalau Alden itu polos nya kayak kain kafan.

"Itu si Leo kayaknya suka sama bli Ares." Alden mengangguk.

"Biarin aja deh, biarin." Igel baru akan beranjak keruang istirahat saat Rion menarik tangannya, membisikan sesuatu ditelinganya.

"Dari tadi?" Rion mengangguk.

"Den, kamu keruang istirahat duluan sama Rion ya." Alden mengangguk, dia beranjak meninggalkan Igel.

Igel yang melihat Rion dan Alden sudah masuk keruang istirahat segera memutar arah ketoilet. Rion mengatakan Ares ada di toilet sejak tadi. Kadang Igel heran, kenapa Ares suka sekali bertapa di toilet. Bli nya itu lagi cari wangsit atau gimana.

"Bli, ayo cepetan, udah ditungguin sama yang lain." Igel sengaja berteriak didepan toilet, bukan dia malas mengetuk atau apa, tapi dia malas mendengar argumen Ares karena waktunya di toilet terganggu.

Cklek

"Gak usah teriak dong Gel, bikin mampet aja." Igel hanya tertawa, dia segera menarik tangan Ares untuk keruang istirahat. Bos nya itu harus mengambil tasnya.

"Ayo pulang bli, keburu ngantuk."
.
.
.
.
.
Hari ini Ares sengaja tidak membuka cafe, dia memberi libur untuk adik-adiknya. Lagi pula hari ini dia mau ngebantu Leo untuk pindah dari tempat kosnya ke rumah miliknya. Tidak sendiri sih, ada Igel dan Rion juga.

Ini kedua kalinya Ares kesini, dulu saat dia bertemu Igel dan Rion, dan sekarang saat menjemput Leo. Leo sendiri tidak menyangka saat melihat mobil Ares berhenti didepan kosnya, awalnya dia kira itu hanya Igel dan Rion tapi ternyata ada Ares juga disana. Laki-laki itu menepati janjinya.

"Udah semua Le?" Leo mengangguk, tas yang dia masukan kedalam mobil asalah tas terakhir yang berada diluar. Kamar kosnya sudah rapi, tanpa satupun barang milik pemuda itu.

"Udah mas, itu yang terakhir." Ares tersenyum. Leo yang melihat senyum Ares menjadi salah tingkah.

"Le, kamu naik mobil sama bli Ares aja, motor mu biar aku sama Rion aja yang bawa." Leo mengerjap, kenapa tiba-tiba.

"Udah sana masuk, lagian kamu belum tau rumah bli Ares kan." Igel mendorong Leo masuk kedalam mobil, membuahkan umpatan pelan dari Leo. Sedangkan Ares yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.

"Udah sana duluan Gel." Igel membeli gestur hormat pad Ares, sebelum naik kemotor Leo yang sudah dinyalakan oleh Rion.

"Mereka emang gitu dari dulu ya Le?" Leo gelagapan saat tiba-tiba Ares menoleh kearahnya.

"A-ah iya mas, dari dulu emang kelakuan mereka kayak demit." Ares tertawa mendengar ucapan Leo. Leo selalu suka jika melihat Ares tertawa, menurutnya Ares terlihat tampan.

"Mampir beli thai tea dulu gak papa kan Le?" Leo mengangguk, dia akan ikut kemana pun Ares membawa mobilnya. Kan dia numpang.
.
.
.
.
.
Selama mengenal Ares, Leo hanya tau bahwa laki-laki itu sangat menyukai thai tea, tapi dia tidak tau jika ternyata Ares bisa segila itu jika sedang minum thai tea.

"Mas, itu perut gak papa?" Ares tersenyum, laki-laki itu menggeleng. Sedangkan Leo yang hanya melihat saja sudah kenyang. Bayangkan saja, Ares membeli 12 gelas thai tea, dan Ares sudah meminum gelas ketiganya.

"Semoga mas gak sakit perut nanti."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang