Mantan?

1.1K 211 0
                                    


.
.
.
.
.
Selama perjalanan pulang kerumah beberapa kali Ares melirik kebelakang, kearah Alta yang masih mendekap Rion. Ares bersyukur dia masih mengingat jalan kearah rumah Igel, jika tidak mungkin mereka akan tersesat sekarang.

"Res, bisa lebih cepet?" Ares bisa mendengar suara khawatir Alta dari belakang.

"Ada apa?" Ares jadi ikut khawatir.

"Kayaknya Rion beneran butuh Igel, dia ketakutan gini." Ares mengangguk, dia akhirnya membawa mobilnya sedikit ngebut, agar cepat sampai dirumah.

"Sabar ya Yon, bentar lagi sampe kok."
.
.
.
.
.
Rion pingsan saat mobil Ares masuk kedalam pekarangan rumah, Ares langsung membuka pintu belakang begitu dia turun dari mobil.

"Yakin mau angkat Res?" Ares hanya mengangguk, menurutnya terlalu lama jika harus memanggil Igel.

"Sini Ta." Alta membantu menggeser tubuh Rion saat Ares mengatakan itu. Alta sedikit tidak percaya saat Ares bisa dengan mudah mengangkat tubuh Rion dalam gendongannya.

"Ya tuhan, Rion kenapa?" Leo yang memang sedang duduk diruang tamu bersama Rius terkejut saat melihat Ares membopong Rion dengan wajah panik, disusul Alta yang tidak kalah panik.

"Panggilin Igel." Leo yang mendengar seruan panik Alta langsung beranjak untuk memanggil Igel yang sedang ada digazebo belakang.

"Mas, bang Rion kenapa?"  Rius mengikuti Ares dan Alta yang membawa Rion kekamar.

"Gak papa Ri." Alta mengelus kepala Rius yang tampak panik saat melihat Rion.

"Rion kenapa?" Igel masuk kedalam kamar dengan wajah panik, dibelakangnya ada Alden, Hadar juga Leo.

"Bli?" Igel langsung mendekati Ares yang berdiri disamping ranjangnya.

"Kalian tunggu diluar dulu ya." Alta yang menyadari situasi langsung meminta semua adiknya menunggu diluar.

"Tapi-"

"Rion gak papa, dia cuma tidur, nanti aku jelasin." keempat laki-laki itu mengangguk, mereka menuruti Alta untuk menunggu di luar.

"Alden, bisa tolong buatin teh hangat?" Alden mengangguk dan langsung beranjak kedapur.

"Mas, bli, ada apa?" Igel menatap kedua kakaknya panik, dia sudah duduk diatas ranjang dengan tangan menggenggam tangan Rion yang terasa dingin.

"Kita juga gak tau Gel, Rion tiba-tiba ketakutan setelah dipeluk seorang cewek tadi." mata Igel membola setelah mendengar itu.

"Siapa?" Ares dan Alta menggeleng.

"Kita gak tau, tapi kayaknya cewek itu sama Rion saling kenal, cewek itu nangis waktu meluk Rion." Igel memejamkan matanya saat mendengar penjelasan dari Alta.

"Sebenarnya ada apa sama Rion?" Igel menatap lekat pada Ares, mata laki-laki itu berkaca-kaca saat menatap wajah bli kesayangannya itu.

Tok tok

Alta yang memang berdiri didepan pintu langsung membukanya begitu mendengar ketukan. Ada Alden disana dengan segelas teh hangat yang diminta Alta.

"Makasih Den." Alden tersenyum dan mengangguk.

"Tunggu didepan sama yang lain ya." Alden lagi-lagi mengangguk. Dia mana bisa melawan ucapan yang lebih tua.

"Rion gak bisa sentuh sama perempuan." Alta yang meletakan teh hangat di atas nakas langsung terdiam begitu mendengar suara lirih Igel, begitu pula Ares. Laki-laki mungil itu bahkan langsung duduk disebelah Igel dan mengelus pundaknya.

"Kalau kamu mau kamu bisa cerita ke kita Gel, kita keluarga kan?" Igel menunduk.

Ini adalah salah satu alasan kenapa dia tidak ingin mengungkit masalah bali dengan Rion. Dia takut Rion akan kembali ketakutan.

"Bli." Ares berdehem saat Igel memanggil namanya dan tiba-tiba memeluknya.

"Gak papa cerita aja, jangan dipendem sendiri, kamu juga bilang gitu kan ke aku." Ares mengelus punggung Igel saat mendengar isak tangis dari Igel.

"Rion gak akan pergi dari aku kan bli?" Ares sebenarnya tidak mengerti tentang ucapan Igel, tapi dia harus bisa menenangkan adiknya itu.

"Rion ada disini, dia ada sama kamu, dia gak akan pergi, dari kamu ataupun dari kita." hanya itu kata-kata yang bisa Ares katakan pada Igel.

"Bantu aku bli, mas, bantu aku sama Rion." Ares mengangguk, begitu pula Alta yang akhirnya ikut duduk dipinggir ranjang.

"Kita disini buat bantu kamu Gel, kalian adek kita, gak mungkin kita biarin kalian ngadepin masalah kalian sendiri kan?" Igel menunduk mendengar ucapan lembut Alta. Selama ini dia terlalu takut untuk bercerita pada orang lain, takut mereka akan memandang aneh pada Rion.

"A-aku bingung harus cerita dari mana?" Alta tersenyum lembut dan mengusap rambut Igel.

"Siapa cewek itu? Rion nyebut nama Vania tadi, sebelum akhirnya dia masuk kemobil dengan keadaan ketakutan." Igel menghela nafas, dia sudah menduga bahwa perempuan itu akan kembali.

"Vania....dia kakak angkat ku, sekaligus mantan pacar Rion." Ares dan Alta terdiam mendengar fakta itu.

"Dia salah satu alasan aku selalu marah setiap Rion bahas soal bali dan bilang kalau dia pingin pulang ke bali." Ares menggenggam tangan Igel yang terkepal. Ares sangat tahu jika adiknya satu itu sedang emosi.

"Apa yang dia lakuin sampe bikin kamu marah sama dia?"

"Dia nyakitin Rion, dia dan ibuk yang bikin Rion takut kalau disentuh perempuan." Ares mengernyit bingung, dia melirik Alta yang dibalas gedikan bahu oleh laki-laki itu.

"Aku bakal benci siapapun yang nyakitin Rion bli, mas. Mau itu Vania atau pun orang tua kita." Ares dan Alta tersentak mendengar ucapan Igel.

"Orang tua kita? Kalian?" Igel menggeleng.

"Kami bukan saudara kandung mas, Aku dan Rion saudara tiri, ntah lah aku juga bingung sama status hubunganku sama Rion." Alta dan Ares terdiam. Ternyata masalah kedua adik mereka ini sangat rumit.

"Orang tua kandung kami berteman, itu yang ngebuat kami kenal dari kecil." Igel menghela nafas berat saat mulai bercerita, membuat Ares mengelus pundaknya pelan.

"Pelan-pelan aja, jangan dipaksa cerita." Igel kembali menggeleng.

"Kalau aku gak cerita sekarang, mungkin aku gak akan bisa cerita bli."
.
.
.
.
.
Leo menatap pintu kamar Igel dan Rion yang tertutup. Dia cemas dan khawatir, meskipun dia tau yang lain pasti merasakan hal yang sama dengannya.

"Kenapa mereka lama banget ya? Rion gak papa kan?" Rius memeluk tubuh Leo dari belakang saat menyadari bahwa kekasihnya itu tengah cemas.

"Bang Rion pasti gak papa bang, abang sabar dulu disini, kita tunggu bang Ares atau mas Alta keluar." Leo mengangguk, dia mengelus tangan Rius yang melingkar dipinggangnya.

"Tadi sebenernya ada apa sih Le?" Leo menggeleng mendengar pertanyaan Hadar.

"Aku gak tau, tiba-tiba aja mas Ares masuk kerumah sambil bawa Rion di gendongannya, ditambah mas Alta yang kelihatan panik waktu minta aku buat manggil Igel." Hadar dan Alden menghela nafas setelah mendengar jawaban Leo.

Mereka khawatir tapi tidak bisa berbuat apapun, kecuali menunggu dua kakak tertua mereka keluar dan memberikan mereka penjelasan.

"Semoga aja emang gak ada apa-apa."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang