.
.
.
.
.
Igel menatap tajam pada Ares yang baru saja tiba bersama Leo. Apa lagi saat melihat kantung plastik ditangan Ares. Igel menghela nafas, dia segera membantu Leo membongkar koper dan tas nya dari mobil Ares untuk dibawa masuk.Ares bukan tidak tau Igel kesal padanya, apa lagi tentang hal semalam. Ares menghela nafas, dia ikut mengangkat salah satu tas Leo dan membawanya masuk, setelah sebelumnya meletakan thai teanya di meja yang ada diteras.
"Bang, sini biar aku aja." Ares hampir saja melempar tas Leo yang ada ditangannya saat Hadar tiba-tiba muncul dihadapannya.
"Asu, ngagetin ae arek iki (anjing, bikin kaget aja anak ini)!" Ares menghela nafas saat menyadari Hadar tidak mengerti ucapannya.
"Kamu ambil sisa yang dimobil aja Dar." Ares menatap mobil setelah memberitahu Hadar.
"Ok bang." Hadar langsung melesat kearah mobil, sedangkan Ares sudah beranjak kelantai dua.
"Le, ini aku taruh sini ya." Leo menatap terkejut pada Ares yang sudah ada dikamar nya setelah meletakan tas nya diatas ranjang.
"O-oh iya mas, makasih, padahalkan aku bisa ambil sendiri." Ares tersenyum, tangannya terulur mengacak rambut Leo.
"Gak papa, biar cepet selesai, kalau butuh apa-apa aku dikamar ya Le." Leo menganggukan kepalanya pelan. Pipi pemuda itu bersemu seiring perginya Ares dari kamarnya. Untung Igel atau Rion tidak ada di kamarnya, kalau ada bisa habis dia digodain.
"Jantung sabar ya, masa cuma diacak gitu aja, udah degdeg an sih."
.
.
.
.
.
Igel masih setia dengan tatapan tajamnya pada Ares saat laki-laki itu masuk kedapur. Ares mememutuskan menyimpan sisa thai tea nya kedalam kulkas."Bli." Ares menoleh setelah menutup pintu kulkas.
"Kenapa Gel?" Ares sebenarnya ingin tertawa melihat tatapan Igel, jujur saja tatapan Igel tidak pernah mengintimidasinya.
"Minggi depan bli gak boleh beli thai tea!" Ares mengerjap, apa-apaan itu.
"Eh gak bisa gitu dong." Ares tidak terima, masa dia tidak boleh membeli minuman kesukaannya.
"Bli udah beli banyak banget, dan pasti tadi juga udah minum banyak, bli gak takut diabetes emang? Pokoknya minggu depan bli gak boleh beli." Ares menghela nafas, sepertinya dia harus mengalah kali ini. Dari pada Igel akan mengomel seharian.
"Ya udah iya, gak usah sok galak gitu." Igel menghentakan kakinya, dia kesal pada Ares. Untung saja dia tadi meminta Rion dan Alden untuk pergi ke supermarket dekat terminal untuk belanja.
"Awas kalau aku liat bli minum thai tea minggu depan!"
"Iya Igel, suwi-suwi tak rabikno ambek Rion koen (lama-lama aku nikahin sama Rion kamu)." Ares menggerutu.
"Apaan bli?" Igel mendengar dengan jelas gerutuan Ares, dan itu membuat wajahnya memerah.
"Gak papa."
.
.
.
.
.
Igel sedang memasak makan malam dibantu Alden. Awalnya Igel sama sekali tidak percaya bahwa Alden bisa memasak, tapi ternyata masakan Alden memang lumayan untuk ukuran orang yang jarang menyentuh dapur."Igel, kamu teh lagi marahan ya sama a' Ares?" Igel yang sedang mengaduk sayur sop nya segera berhenti dan menatap Alden.
"Gak kok, kenapa nanya gitu?" Alden menggeleng.
"Gak papa, cuma kamu sama a' Ares teh diem-dieman kayak lagi marahan." Igel tertawa, dia heran kenapa ada orang seperti Alden, yang polosnya kebangetan.
"Gak marahan kok Den, cuma emang tadi sempet kesel aja sama bli Ares, masa beli thai tea sebanyak itu." Alden menatap Igel.
"Thai tea yang ada dikulkas itu?" Igel mengangguk.
"Ya udah kamu marahin aja a' Aresnya Gel, bandel pisan." Igel mengangguk sambil tertawa. Alden cukup lucu saat sedang mengomel.
.
.
.
.
.
Ares sedang memperhatikan adik-adik barunya yang sedang asik menonton tv, ntah apa yang mereka lihat sebenarnya. Ares tersenyum, rumah mendiang mamanya menjadi ramai sekarang."Bang Ares." Ares kembali tersenyum saat Rius menyadari kehadirannya.
"Kalian lagi nonton apa sih?" Ares baru saja akan mendudukan dirinya dilantai sebelum Rion menariknya duduk diatas sofa bertiga dengan Rion dan Rius.
"Duduk sini aja bli, jangan duduk dilantai, dingin." Ares menggeleng saat Rion memeluk lengan kanannya, sedangkan Rius yang ada disebelah kirinya hanya tertawa.
"Ya dingin kan lagi hujan Yon." Rion hanya tersenyum. Ares sudah terbiasa dengan kelakuan Rion yang tiba-tiba manja, atau Rius yang suka sekali tiba-tiba menempel padanya.
"Bang Ares." Ares menatap Hadar. Laki-laki tinggi itu sedang menatap serius padanya.
"Kenapa?"
"Abang gak mau adain live music gitu dicafe, pasti makin rame bang." Usulan Hadar membuahkan tatapan penasaran semua yang ada disana.
"Live music?" Hadar mengangguk.
"Iya bang, bisa buat narik pelanggan juga." Ares mengangguk, dia menatap yang lain, dan mendapat anggukan dari semuanya, bahkan Igel dan Alden yang baru aja bergabung diruang tv.
"Tapi siapa yang mau ngisi?" Hadar tersenyum.
"Abang punya gitar?" Kali ini Ares mengangguk, dia punya sebuah gitar dikamar nya.
"Kalau gitu aman bang, ada Rius yang bisa ngisi nyanyi, nanti hiar gue iringin pake gitar bang, gue dulu gitu waktu dijakarta." Ares menatap Rius saat nama pemuda itu disebuat Hadar.
"Rius bisa nyanyi?" Rius mengangguk, dia kembali memeluk lengan kiri Ares.
"Ya udah kalau gitu, kalau semua setuju ya tinggal jalanin aja." Ares kemudian beralih menatap Hadar.
"Aku gak ngerti soal live music cafe Dar, kamu yang ngurus gak papa ya, nanti perlu apa aja bilang ke aku." Hadar mengacungkan jempolnya, tentu saja Hadar setuju, apa lagi Rius bisa melakukan hobinya.
"Aku kekamar duluan deh, sepet mataku." Ares tersenyum sebelum beranjak dari sofa.
"Jangan begadang kalian." Setelah mengucapkan itu Ares naik dan masuk kekamarnya.
"Masih jam 7, tumben bli Ares udah ngantuk?" Igel bergumam sembari melihat jam dinding.
"Bang Ares sakit kayaknya bang." Ucapan Rius sukses membuat semua menatap padanya.
"Sakit?" Rius mengangguk, dia menatap Rion disebelahnya.
"Lo gak ngerasain kalau badan bang Ares agak demam bang?" Rion mengerjap, dia memang merasakan badan Ares sedikit hangat tadi, tapi dia pikir itu karena tangannya yang dingin.
"Bener juga, tadi aku kira karena tangan ku yang dingin." Igel yang mendengar itu segera bangkit, dia harus segera mengecek keadaan Ares. Laki-laki itu memang tidak pernah jujur pada keadaannya.
"Biar aku lihat dulu." Semua mengangguk menyetujui usulan Igel.
"Kebanyakan thai tea kayaknya itu mas Ares." Leo mengatakan pendapatnya.
"Mungkin memang tadi bli Ares beli berapa?"
"Aku lupa berapa pastinya, tapi lebih dari sepuluh, dan waktu dijalan mas Ares udah minum empat gelas." Semua yang ada disama menggeleng, bisa-bisanya Ares minum sebanyak itu.
"A' Ares teh suka pisan cari penyakit."
"Bli Ares, emang gak bisa gitu ya sehari aja gak minum thai tea."
"Bang Ares kuat banget minum gitu, mau niru lah."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Bintang
Hayran KurguAntares yang dingin tapi perhatian Altair yang suka bawel Aldebaran yang kalem dan polos macem tahu sutra Leo yang cuek tapi julid parah Orion yang galak tapi manja Hadar yang suka nyablak tanpa filter Rigel yang dewasa meskipun bobrok Sirius yang t...