Karena perjodohan

947 202 13
                                    


.
.
.
.
.
Hadar, Rius dan Leo masih menatap tidak percaya pada tiga orang yang duduk dihadapan mereka. Bukan hanya mereka bertiga, nyatanya salah satu dari ketiga orang dihadapan ketiganya itu juga melongo karena terkejut.

"Udah eyang bilang, kamu gak akan nyesel kan?" Hadar dengan cepat menatap kearah sang nenek.

"Eyang, aku masih gak paham maksud eyang?" sang nenek tersenyum. Bukannya menjawab beliau justru menunjuk Ares yang yang terlihat biasa saja, sama sekali tidak terkejut. Hadar yang menatap Ares, tampak bingung.

"Abang udah tau?" dan dengan santainya Ares mengangguk, membuat mereka yang ada dimeja itu melongo tidak percaya.

"Semalem." jawaban Ares sukses menimbulkan pekikan kesal dari dua orang yang sebentar lagi akan terikat karena perjodohan.

"Bang Ares!"

"A' Ares!"

Ares tertawa, dia sebenarnya juga cukup terkejut saat mendengar fakta itu semalam. Bahkan Igel yang sedang berada bersamanya pun ikut terkejut. Ternyata mereka sudah bertemu lebih dulu dibanding proses perjodohannya.

"Gimana, masih mau nolak dijodohin dek?"
.
.
.
.
.
Setelah acara makan malam berlangsung tadi, para orang tua meninggalkan meja dan memilih pindah ke meja lain. Mereka membiarkan para pemuda itu berbicara tanpa gangguan.

"Bang, kok lo gak bilang sih?" Hadar yang masih kesal langsung beralih menatap Ares yang asik meminum milkshake nya.

"Kalau aku bilang kamu pasti gak mau pulang." Hadar mencibir.

"Kan lo ngeselin bang." gerutuan Hadar dibalas tawa oleh Ares.

"Aa' teh ngeselin, Alden kaget liat kalian disini." Alden merengut kesal, membuat tawa Ares semakin keras.

Ya Alden, gak salah baca kok...
Itu Alden, yang sebenernya dateng buat ketemu sama keluarga orang yang dijodohkan dengannya. Tapi dia justru terkejut saat melihat Hadar, Rius, Ares dan Leo dihadapannya.

Apa Alden terkejut? Tentu saja, niatnya dia ikut datang kan untuk menolak perjodohan itu, tapi saat mengetahui jika yang dijodohkan dengannya adalah Hadar, pacarnya. Tentu saja Alden tidak akan menolak, justru menerima dengan sangat ikhlas.

"Aa' teh beneran tau semalem?" Ares mengangguk.

"Iya waktu ayah mu minta maaf ke aku." Alden semakin cemberut.

"Berarti bang Igel juga tau dong? kan semalem bang Igel ada dikamar sama bang Ares." lagi-lagi Ares mengangguk.

"Ih Alden teh kesel."
.
.
.
.
.
Hadar dan Alden sepakat untuk mendiamkan Ares setelah acara makan malam selesai. Alden sama sekali tidak menyahuti Ares bahkan saat laki-laki itu akan beranjak kembali ke bandung. Hadar pun sama, laki-laki tinggi itu benar-benar kesal pada Ares. Bahkan sekalipun mereka tidur dikamar yang sama Hadar sama sekali tidak menghiraukan Ares, bahkan dia tidak ingin menatap Ares.

Ares jadi merasa canggung, dia tidur dikamar Hadar, tapi laki-laki itu sama sekali tidak menganggap kehadirannya ada. Ares menghela nafas, dia jadi merasa bersalah karena tidak mengatakan sejak awal jika dia tau tentang siapa yang dijodohkan dengan Alden.

"Hadar, masih betah diemin aku?" Ares tidak mendapat jawaban, laki-laki tinggi itu hanya berbaring di tengah ranjangnya, sedangkan Ares duduk dilantai sambil memeriksa tasnya.

Ares melirik Hadar yang tidak bergeming, wajahnya tampak panik, tapi Ares dengan cepat menyembunyikan itu, agar Hadar tidak sadar. Ares tidak dapat menemukan apa yang dicarinya ditas. Laki-laki itu beranjak keluar kamar, matanya masih setia melirik kearah Hadar yang sibuk dengan hp nya.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang