Alden marah

998 195 10
                                    


.
.
.
.
.
Alde menatap rumah dihadapannya dengan senyum bahagia, dia rindu rumah ini, rumah yang menjadi saksi tumbuh kembangnya. Terutama Alden rindu dengan pemilik rumah, neneknya.

Alden melangkah masuk kedalam rumah, dibelakangnya ada tujuh orang yang menatap kagum pada rumah nenek Alden yang terlihat asri. Banyak sekali bunga yang ditanam dihalaman depannya. Mereka tidak terkejut saat melihat rumah mewah itu, mereka sudah pernah melihat rumah Igel dan Rion, juga rumah Ares yang tidak kalah besar, ditambah bahwa Alden adalah salah satu sultannya rumah bintang.

"Den, nenek suka bunga ya?" Alden mengangguk saat Alta bertanya padanya, laki-laki tinggi itu tersenyum.

"Ayo masuk, nenek pasti didalem." Alden membuka pintu rumahnya, mengucapkan salam dengan sedikit berbisik. Netra nya mencari keberadaan sang nenek ke penjuru ruang tengah.

"Kalian teh tunggu disini sebentar ya." ketujuh laki-laki itu mengangguk, mereka melihat kemana Alden melangkah, dapat mereka pastikan bahwa itu adalah dapur, karena mereka melihat sang nenek sedang berkutat membelakangi mereka disana.

Alden sedikit berjinjit saat berjalan mendekati sang nenek, sesekali matanya melirik kearah teman-temannya yang menunggu dengan tenang di ruang tengah. Ruang tengah dan dapur rumahnya memang hanya dibatasi oleh dinding setinggi pinggang.

"Nenek." Alden tertawa saat melihat sang nenek terkejut karena panggilannya.

"Ya gusti Alden!" Alden langsung memeluk neneknya begitu sang nenek berbalik.

Puk

Puk

Puk

"A-aduh nek, sakit atuh." Alden mengaduh kesakitan saat sang nenek memukul punggungnya.

"Kamu ini, dateng gak ngabarin nenek, sama siapa?" Alden menunjuk tujuh orang yang tersenyum diruang tengah.

"Ya ampun, kamu ini." Alden menarik neneknya untuk keluar dapur.

"Ih jangan salahin Alden atuh nek, a' Ares tuh yang ngajaknya suka dadakan." Ares tersenyum canggung saat nenek Alden menatapnya.

"Aduh makasih ya Res, karena udah ngajak mereka kesini, nenek khawatir banget kalau Alden pulang sendirian." Ares tersenyum pada nenek Alden, tapi Alden justru mencibir.

"Dulu teh nenek biarin Alden berangkat sendirian, mana belum sempet mandi karena baru pulang kuliah."
.
.
.
.
.
Nenek Alden memperlakukan mereka dengan baik, sama seperti memperlakukan Alden. Mereka dianggap layaknya cucu sendiri, mereka sih senang-senang aja, apa lagi Rius, udah cocok banget kalau ngobrol sama neneknya Alden.

Saat ini mereka sedang berkumpul diruang tengah ruamh Alden, tentu saja dengan sang tuan rumah yang sibuk bertanya tentang bagaimana Alden saat di pare.

"Alden baik kok nek, dia nurut banget apa lagi sama Ares." Alden tersenyum malu saat Alta memujinya dihadapan sang nenek.

"Nenek bersyukur Alden ketemu kalian disana, nenek gak bisa bayangin kalau cucu nenek yang polos itu ketemu sama orang yang jahat." Alden langsung memeluk tubuh neneknya.

"Tapi kan Alden ketemu sama mereka atuh nek, Alden juga bersyukur." yang lain hanya bisa tersenyum melihat interaksi Alden dan sang nenek.

"Nek, selama Alden gak ada ayah gak macem-macem kan?" Alden menatap neneknya khawatir, dia sangat tau bagaimana tempramen ayahnya.

"Gak Den, gimana pun juga, ayahmu itu anak nenek, jadi dia gak akan macam-macam sama nenek, kecuali maksa buat jodohin kamu sama anak almarhum temennya." raut wajah Alden langsung suram mendengar itu.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang