19. Without Him

27 5 0
                                    

Larissa terduduk dilantai kamarnya yang dingin, suasana yang gelap karena lampu dikamarnya sengaja tidak ia hidupkan.

Tangannya mencoba meraba sisi kiri nakas, tepat dilaci samping bawah untuk mengambil sebuah ponsel yang sengaja disembunyikan.

Larissa dengan was-was sambil sesekali mengawasi pintu kamarnya, takut jika saja Laras dengan tiba-tiba masuk ke kamarnya.

Senja
Senja. Udah satu bulan aku tanpa kamu.
Maaf ya, Senja.
Aku nggak bisa jaga diriku baik-baik.
I feel lost without you.

Larissa menatap nanar kearah pesan yang baru saja ia kirimkan, pesan yang tidak akan pernah sampai karena pada dasarnya laki-laki itu benar-benar memutuskan segala akses yang bisa ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Senja.

Terkadang yang Larissa lakukan untuk mengetahui kabar Senja hanya melalui Naren, sahabat Senja yang satu itu sangat membantunya walaupun hanya dengan kalimat sesederhana 'Dia baik, nggak perlu khawatir.'

Setidaknya Larissa sedikit merasakan sebuah kelegaan yang membuatnya mampu untuk tetap bertahan saat ini.

Senja
Aku kangen kamu, Senja.

Dan satu bubble terkahir itu Larissa kirimkan dengan linangan air mata yang kembali jatuh dari pelupuk matanya. Satu kalimat yang akan selalu menjadi penutup disetiap bubble pesannya. Sebelum ia kembali mematikan ponselnya dan menyimpannya rapat-rapat.

Gadis itu kembali menatap nanar kearah lengan kiri bagian dalamnya, dimana disana terdapat cukup banyak bekas sayatan. Mengusap luka itu dengan pelan.

Ah, dia sendiri baru sadar kalau tadi pagi dia sempat kembali menggores tangannya. Bahkan luka yang kemarin belum sepenuhnya kering.

"Sampai kapan kamu mau kayak gini?" Suara merdu nan halus milik Senja terdengar dalam kepalanya.

Larissa mendongak dengan air mata berlinang. Senja di sana, berdiri tepat dihadapannya dengan raut wajah cemas yang kentara sekali, meskipun dalam gelap tapi Larissa mampu melihatnya dengan jelas.

'Sampai hatiku nggak kerasa sakit lagi.' Balasnya dalam hati.

"Hatimu nggak akan sembuh kalau pengobatannya aja salah. Kalau kamu lampiasinnya kayak gini, bukan cuma badan kamu yang sakit, Larissa, tapi hati aku juga ikut sakit." Senja menunduk, mensejajarkan pandangannya agar mampu menatap Larissa yang masih terduduk disudut kamar.

'Tapi ini cara aku biar rasa sakitnya berkurang, Senja. Kamu pergi lalu sekarang siapa yang bisa aku jadiin sandaran?'

"Kamu sendiri yang nyuruh aku buat pergi, kamu sendiri yang nggak mau sembuh. Itu salahmu sendiri."

'Makanya aku kayak gini biar kamu datang buat jemput aku. Kamu pasti datang kalo aku lagi kesakitan kayak gini kan?'

Senja tersenyum miring, tertawa remeh. "Berhenti, Larissa. Berhenti membuat dirimu sendiri terlihat mengenaskan. Berhenti untuk terlihat menyedihkan. Semuanya salah kamu, keputusanmu yang egois, kekeras kepalaanmu. Semuanya salah kamu karena nggak pernah mencoba buat berjuang, setidaknya demi hidupmu. Aku nggak akan kembali, Icha. Nggak akan pernah kembali."

'Hidupku memang nggak pantas buat diperjuangin.' Sendunya.

"Kalau begitu, aku juga nggak akan pernah datang sekalipun kamu mati. Berjuang demi hidupmu aja kamu nggak bisa, gimana kamu mau berjuang demi perasaanku?"

Larissa menggeleng kuat saat Senja telah kembali berdiri tegak, melangkahkan kakinya kebelakang dengan senyuman penuh kekecewaan.

"Aku kecewa sama kamu, Larissa."

Senja || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang