14. Midnight Talk

27 6 0
                                    

Senja terdiam menatap gadis yang tengah tertidur lelap dengan tatapan teduh namun sayu, alisnya mengerut dalam tanda bahwa ia sedang memikirkan sesuatu.

Ingatannya kembali terlempar pada ucapan Samudra.

"Dan perasaan lo? Lo harus terus nahan sakit hati lo saat dia lebih milih buat kembali ke orang yang nyiksa dia gitu?"

"Walaupun perasaan lo sendiri yang jadi korban? She never choose you, Senja. Just leave her."

Rentetan kalimat pertanyaan yang Samudra lontarkan terngiang-ngiang didalam kepala Senja.

Diam-diam didalam hati Senja membenarkan kalimat Samudra.

"Sampai kapan aku harus bertahan buat kamu Larissa. You never let me to crossing the line." Bisik Senja dengan suara sangat pelan.

Lagi-lagi helaan napas berat terdengar dari sela bibirnya.

"Asli, gue udah ngehela napas berapa kali hari ini." Monolognya sendiri.

Senja kembali menatap Larissa yang tengah tertidur dengan kerutan yang menghiasi wajah cantiknya. Hingga beberapa saat Senja baru tersadar jika gadisnya bergerak gelisah dalam lelap.

"Gimana kamu mau sembuh, kalau kamu sendiri yang buat lukanya semakin parah." Senja berbisik tepat ditelinga Larissa.

Senja memutuskan untuk berbaring disebelah Larissa, membawa gadis itu untuk masuk dalam dekapannya, tangannya bergerak secara teratur mengusap belakang kepala Larissa, hingga dengan dekapan dan usapan lembut Senja membuat Larissa kembali tenang dalam tidurnya.

Senja tahu, jika seharusnya dia tidak berlaku sedemikian dekat mengingat Larissa sudah menjadi hak milik orang lain. Tapi Senja sendiri juga tidak tega melihat Larissa gelisah dalam tidurnya.

Senja hanya diam, menikmati setiap hembusan napas Larissa yang berpadu dengan suara detik jarum jam. Membuat melodi yang cukup indah untuk ia dengarkan dalam keheningan malam.

Dalam diamnya Senja berpikir, sampai kapan ia akan terus berada di posisi ini. Di posisi yang cukup sulit, sebab hatinya yang sudah terlanjur bertekad untuk menjaga Larissa namun disatu sisi ia sendiri juga merasa ragu dengan keputusannya. Sementara seseorang yang tengah ia perjuangkan malah membuat batas tebal di antara mereka.

Namun pertanyaan yang keluar dari bibir Samudra kembali terngiang dalam otaknya.

Sampai kapan ia harus berkorban? Sementara orang yang sedang ia perjuangkan lebih memilih lukanya sendiri.

Lamunan Senja terbuyarkan saat ia merasakan sebuah gerakan kecil dalam dekapannya. Lagi-lagi Larissa tidur dalam gelisah, hingga membuat Senja semakin mengeratkan pelukannya seolah menenangkan gadis itu ditengah gelisahnya.

"Aku disini, aku disini, Larissa." Bisik Senja berulang kali hingga membuat Larissa kembali tenang dalam tidurnya.

Senja tersenyum tipis, "Pasti selama ini tidurmu nggak nyaman ya, sayang?"

Senja mengusap lembut puncak kepala Larissa, menghirup harum vanilla yang menguar dari sang gadis. Kembali terlarut dalam lamunannya sendiri.

Sudah pukul 1 dini hari dan Senja belum juga bisa memejamkan matanya, posisinya masih sama selama beberapa jam yang lalu yaitu memeluk gadisnya.

Akhirnya laki-laki itu memutuskan untuk beranjak keluar dari kamar, sedikit minum air putih dingin mungkin bisa meredakan gelisah dalam pikirannya.

"Belum tidur, Ja?" Suara Samudra menyapa pendengarannya saat ia baru saja membuka pintu lemari es.

"Sejak kapan lo disitu?" Senja cukup terkejut mendengar suara Samudra.

Suasana dapur yang cukup remang-remang karena cahaya hanya berasal dari lampu meja bar, membuat Senja tidak menyadari keberadaan Samudra disana.

Senja || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang