“Permintaan terakhirku hanya satu. Izinkan ku memelukmu.”—Abimael Bara Valerin.
•••
“Jika perpisahan menjadi keputusanmu, aku akan menerimanya.”—Abimael Bara Valerin.
•••
“Tepat di akhir Agustus kita berpisah. Dan, menjalani awal September dengan kesendirian.”— Abimael Bata Valerin.
•••
“Mama yang tenang di sana. Bara akan buktikan Jika ini hanyalah kesalahpahaman.”
Bara mengusap batu nisan yang tertulis nama ibunya di sana—Eira Valerin binti Aji sakael. Setelah merasa puas berziarah ke makam ibunya, ia akan kembali pulang. Sekarang hatinya sudah merasa tenang.
“Bara pulang, Ma,” pamit Bara lalu beranjak berdiri. Bara berjalan ke tempat di mana motornya terparkir. Setelahnya ia langsung menghidupkan dan kembali melajukannya. Setelah dari sini ia kan menemui seseorang.
***
Motor hitam milik Bara terparkir di sebuah basecamp tempat kumpul Arkan dan teman-temannya, termasuk Qila. Bara turun dari motor dan berjalan masuk ke basecamp. Ia tidak melihat motor Qila. Namun, ada kemungkinan kekasihnya itu ada di sini, hanya saja tidak membawa motor.
Dika langsung saja memberitahu Arkan yang berada di sampingnya ketika melihat Bara. Kaki Bara terus melangkah, hingga langkahnya terhenti tepat di hadapan Arkan. Ternyata Qila memang sedang tidak ada di sini.
“Mau apa lo, ke sini?” tanya Arkan pada Bara. Beberapa saat melirik pada teman-temannya. “Lo semua keluar,” lanjut Arkan menyuruh ketiga temannya agar keluar terlebih dahulu.
“Gue ke sini cuma mau bilang ... batalin perjodohan itu.” Bara menepuk-nepuk bahu Arkan dengan raut wajah dingin. Menandakan jika ucapannya tidaklah main-main.
“Gak! Sampai kapan pun gue gak akan pernah membatalkan!”
Bugh!
Di detik itu juga Bara meninju rahang Sang kakak, membuatnya mundur beberapa langkah. Tidak terima ... Arkan pun membalasnya. Bara mundur satu langkah. Darah yang keluar dari lubang hidungnya akibat tonjokan membuat Arkan merasa mual.
Bara mendekati Arkan. Keduanya saling berhadapan dan saling melempar tatapan tajam. “Kenapa lo suka banget gangguin hidup gue, Bang?” tanya Bara dengan dingin.
Mendengar itu, ia merasa ada kesempatan untuk membeberkan segala keluh-kesahnya terhadap Bara.
“Karena gue iri sama lo, Bar!” ungkap Arkan seketika membuat Bara menyerngit. Apa katanya? Iri? Jelas-jelas Arkan yang selalu unggul dalam hal apa pun. Arkan berprestasi. Kebanggan keluarga. Punya banyak teman. Bahkan Arkan diprioritaskan Qila, yang notabenenya hanyalah
sebatas sahabat. Berbeda lagi dengan dirinya. Tidak punya apa-apa dan ... tidak ada yang bisa dibanggakan.“Iri!? Apa yang lo iri dari gue? Lo punya segalanya, Bang!” sentak Bara kesal dengan Arkan.
“Gue iri karena dua wanita yang gue sayang, lebih dekat dengan lo!” Arkan menghentikan sejenak ucapannya. “Pertama, Mama. Dia lebih sayang dan perhatian sama lo ketimbang gue. Hari demi hari rasa iri semakin bertambah menjadi rasa benci karena lo lebih dekat dengan Mama. Kedua, Qila. Dia sahabat yang sudah lama gue cintai dan gue sayangi. Namun, lo ... malah merebut Qila dari gue!” jelas Arkan panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terimakasih, Aku Pamit [Tamat]
Teen Fiction"Mungkin kamu akan bahagia jika aku pergi." "Jaga diri kamu baik-baik, aku gak suka lihat kamu terluka." "Maaf, selama ini aku memang egois." "Terima kasih untuk segalanya. Jangan lupa tersenyum meski tanpa aku." "Aku pamit, Qila." Star: 13 Agustus...