“Seperti mimpi, namun ini nyata!”—Arkan Valerin.
•••
Dari tadi awal masuk ke kelas, gadis itu nampak tidak tenang. Ia bolak-balik mengecek ponsel yang digenggam, membuat temannya melihat dengan raut wajah kebingungan.
“Qila, lo kenapa sih?” sergah Luna membuat Qila menoleh padanya. Kedua perempuan itu, sedang duduk di bangku masing-masing menunggu bel masuk berbunyi.
“Bara udah dua Minggu gak ada kabar dan gak sekolah,” ujar Qila dengan raut wajah murung.
“Ya iyalah, elo sama Bara 'kan, udah putus. Ngapain juga dia kabarin lo!” celetuk Luna. Sumpah, Luna emosi saat denger Bara dan Qila putus. Apalagi yang mutusin Qila. Luna sangat berharap Qila dan Bara langgeng.
“Tapi ini beda, Lun. Semenjak malem gue putusin Bara sampai saat ini dia gak ada kabar.” Qila beranjak dari duduknya membuat Luna mendongkak, menatap Qila.
“Lo mau ke mana?” tanya Luna penasaran.
“Ke kelas Arkan. Mau tanya sama dia.” Qila berlalu meninggalkan Luna yang masih setia duduk di bangkunya.
Gadis itu langsung saja masuk ke dalam setelah tiba di depan kelas Arkan. Ia melihat hanya ada Arkan, dan ada beberapa siswi di dalam karena ini lumayan masih pagi.
“Ar,” panggil Qila membuat Arkan yang sedang memainkan ponselnya menoleh ke arah sumber suara.
Qila menceritakan semua kejadian malam itu bersama Bara kepada Arkan. Dan itu semua membuat Arkan bisa memaafkan Qila.
“Eh, Qila. Ada apa?” tanya Arkan beranjak dari duduknya sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana.
Bukannya jawab, Qila malah terlihat sedih dengan kepala menunduk.
“Lo kenapa? Cerita sama gue.” Bara kembali bertanya sambil memegang kedua bahu gadis di hadapannya.
Qila menatap Arkan sendu. “B–bara ke mana?” tanya Qila dengan gugup. Takut jika Arkan tersinggung.
Arkan terdiam sejenak. Lalu kembali membuka suaranya. “Gue juga gak tau. Udah dua Minggu tu anak gak pulang ke rumah. Gak biasa-biasanya dia kek gini," celetuk Arkan seketika membuat Qila khawatir. Ternyata Bara tidak pulang juga ke rumah.
“Lo gak bohong 'kan?” tanya Qila meyakinkan. Arkan hanya mengangguk sebagai jawabannya.
“Gue khawatir sama dia,” ujar Qila. Di detik itu juga air matanya luruh. Arkan tidak bisa melihat Qila menangis. Ia menarik Qila ke dalam dekapannya seraya mengusap lembut Surai milik gadis itu. Bagaimanapun juga, meski ia benci pada Bara tetapi Arkan penasaran ke mana adiknya itu, yang sudah dua Minggu tidak ada kabar.
***
Arkan masuk ke dalam rumah. Ia melihat Oma Mira sedang bersantai di sofa sambil menonton televisi. Melihat omanya membuat Arkan ikut duduk juga.
“Cucu Oma udah pulang?” Oma Mira menyambut kedatangan Arkan dengan senang.
“Udah dong, Oma,” sahut Arkan. Ia merasakan ada sesuatu yang hilang dari rumah ini. Rumahnya menjadi semakin sepi. Entahlah, Arkan masih benci pada Bara, tetapi ia juga merasa kesepian.
“Oh, iya, Oma gak lihat anak itu sudah tiga hari. Ke mana dia?” tanya Oma Mira. Anak itu yang dimaksud Oma Mira ialah Bara. Oma Mira taunya Bara belum pulang selama tiga hari karena ia baru saja pulang dari luar kota.
“Maksud Oma, Bara?” tanyanya meyakinkan. Oma Mira hanya mengangguk mengiyakan.
“Arkan juga gak tau, Oma. Malahan Bara udah dua Minggu gak pulang-pulang dan gak ada kabar,” ungkap Arkan membuat Oma Mira tersentak. Ia kira Bara Baru tiga hari tidak pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terimakasih, Aku Pamit [Tamat]
Fiksi Remaja"Mungkin kamu akan bahagia jika aku pergi." "Jaga diri kamu baik-baik, aku gak suka lihat kamu terluka." "Maaf, selama ini aku memang egois." "Terima kasih untuk segalanya. Jangan lupa tersenyum meski tanpa aku." "Aku pamit, Qila." Star: 13 Agustus...