"Bukan tak bisa, tetapi mencoba bersabar."-Abimael Bara Valerin.
•••
Bunyi suara panggilan telpon yang masuk sejak tadi membuat gadis berambut coklat mendengkus kesal. Ia merogoh saku celananya, lalu menekan ikon hijau bergambar telpon. Ditempelkan benda pipih berwarna black itu, ke telinga.
"Mau apa sih!? Ganggu aja!" sentaknya yang membuat orang di sebrang sana terkejut.
"Maaf ganggu kamu, Qila. Aku cuma mau ajak kamu jalan nanti malam," ujar orang itu di sebrang sana.
"Gak bisa Bar, nanti malam gue ada balapan," tolaknya dan langsung memutuskan sambungan via telpon.
"Ada apa, Qil?" tanya lelaki yang berada di sebelahnya itu.
"Biasalah, Bara ajak gue jalan," jawabnya seraya kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Dia-Aqila Nailatusy Mawla. Biasa dipanggil Qila. Ia pacar dari seorang lelaki yang baru saja menelponnya.
"Tapi ... bukannya nanti malam lo ada jan-"
"Iya, makanya itu, gue tolak ajakan Bara," potong Qila pada lelaki di sampingnya. "Nanti malam jadikan lo nonton gue balapan?" Qila berharap lelaki yang kini berada di sampingnya ikut menonton.
"Jadilah, Qila." Ia tersenyum sambil mengelus surai milik cewek itu. Dia-Arkan Valerin. Sahabat seorang gadis yang kini sedang bersamanya. Arkan beda satu kelas dengan Qila. Arkan kelas 12 IPS II, sedangkan Qila kelas 11 IPA III.
***
Qila semakin menambah kecepatan pedal gas motornya tatkala rival yang kini berada di belakang semakin mendekat. Ia tidak mau kalah begitu saja. Ia harus menang.
"Shit! Dia makin dekat!" dumbelnya dalam hati. Di detik itu juga, ia menambah kecepatan pedal gas motor.
Qila sudah berada jauh dari rival. Ia melihat garis finis sudah di depan mata. Satu langkah lagi ia menuju kemenangan.
Srttt ...
Di detik itu juga, Qila berhasil melewati garis finis. untuk kesekian kalinya Qila memenangkan balapan itu. Ia tersenyum puas di balik helm fullface yang belum terlepas, pada sang rival yang baru saja tiba di garis finis.
Sebagian orang-orang menghampiri Qila, termasuk Arkan dan Bara. Sedangkan, sebagiannya lagi menghampiri rival balapan cewek itu. Qila melepas helm fullface, lalu menaruhnya di tangki motor.
"Selamat, kamu memang hebat, Qila."
Suara itu sangat Qila kenali. Ia celingak-celinguk mencari orang yang baru saja berbicara. Dan benar saja, suara itu milik lelaki yang sekarang menjadi kekasihnya.
Qila mendongkak menatap manik teduh lelaki di hadapannya. Kini lelaki itu tengah tersenyum manis padanya. "Bara? Sejak kapan lo di sini?" tanya Qila. Qila membalas tatapan teduh itu, dengan tatapan tajam. Qila pikir, Bara tidak ikut menontonnya.
"lumayan," jawabnya singkat. Dia-Abimael Bara Valerin. Kekasih dari seorang gadis bernama Aqila Nailatusy Mawla.
"Oh." Qila menjawab sesingkat mungkin. Kemudian ia kembali memakai helm yang ia taruh di atas tangki motor.
"Qila, kamu mau ke mana?" Memang tidak semua urusan pacar, kita harus tau, tapi untuk kali ini Bara harus tau ke mena Qila akan pergi.
"Cafe." Lagi dan lagi Qila menjawab dengan singkat. Sudah biasa Bara diperlakukan seperti ini meski di depan orang banyak.
Mereka hanya menonton sepasang kekasih yang selalu seperti ini. Mereka sudah sering melihat Qila yang selalu cuek pada Bara. Namun, mereka hanya menonton, tidak untuk ikut campur urusan orang lain.
"Aku boleh ikut, Qil?" tanya Bara pada kekasihnya itu. Terlihat dari perubahan raut wajah Qila, membuat Bara tidak berharap banyak.
"Mendingan lo pulang aja! Bukannya lo gak enak badan!?" Seolah-olah hati Qila berat untuk menerima keberadaan Bara. Ia hanya ingin melihat Arkan tanpa ada Bara.
"Oh, oke. Happy fun, Qila."
***
Bel istirahat berdering nyaring, membuat siswa-siswi SMA Kharisma berhaburan keluar, bak tahanan tanpa penjaga. Namun masih ada sepasang kekasih yang masih setia duduk di bangku kelasnya.
"Qil, kantin yuk? Laper nih," ajak Bara melirik pada Qila yang berada di sampingnya sambil mengusap perutnya yang terasa lapar.
Qila berhenti sejenak ketika ia sedang membereskan buku-buku paketnya. "Ayo." Ia pun kembali melanjutkan membereskan buku-bukunya.
Mendengar itu, Bara tersenyum kemudian membantu Qila membereskan buku lainnya. Qila dan Bara beranjak berdiri ketika sudah selesai membereskan buku-buku Qila. Keduanya pun berjalan menuju kantin.
Di pertengahan jalan, ponsel gadis itu berbunyi membuat keduanya menghentikan langkah mereka. Qila merogoh saku baju seragam sekolahnya, kemudian langsung menjawab panggilan telpon yang masuk ke ponselnya.
"Ada apa Ar?" tanya Qila pada orang di sebrang sana. Bara menduga sesuatu yang tidak diinginkan terjadi lagi.
"..."
"Oke-oke, gue ke sana sekarang." Setelah mengatakan itu, Qila langsung saja memutuskan sambungan via telponnya. Ia kembali mengantongi ponselnya di saku baju seragam.
"Bar, lo duluan aja ke kantin. Gua ada urusan sama Arkan." Belum sempat Bara menjawab, Qila sudah keburu pergi meninggalkan Bara yang masih setia berdiri di tempat. "MAAF, BAR!" teriaknya ketika sudah agak jauh dari Bara.
***
Gadis berambut coklat sebahu itu, berjalan menuju taman sekolah untuk menemui Arkan-sahabatnya. Ketika sesampainya di taman, ia mengedarkan pandangannya mencari-cari sosok lelaki yang akan ia temui.
Edaran pandangannya terhenti di satu objek. "Nah, itu dia," gumamnya melihat intens ke arah lelaki yang sedang duduk di bawah pohon. Terlihat lelaki itu, bersama kedua sahabatnya.
"Hai, sorry lama nunggu Ar," tegur Qila membuat keduanya menoleh pada Qila.
"Qila ... gak kok," sahut Arkan kemudian menepuk tempat kosong di sebelah kirinya. "Sini duduk." Qila tersenyum, lalu duduk tepat di samping Arkan.
"Qil, Luna mana? Kok gak ikut ke sini?" tanya seorang lelaki yang duduk di sebelah kanan Arkan.
"Hari ini Luna gak masuk. Dia izin ke luar kota untuk beberapa hari ke depan," ujar Qila memperjelas.
"Oh, gitu." Lelaki itu memanggut-manggut paham. Dia-Mahardika Sam. Sahabat Arkan Valerin. Orang-orang memanggilnya Dika.
"Tumben hari ini gue gak lihat Bara! Ke mana dia?" Bukan. Dia bukan Dika maupun Arkan. Dia seorang lelaki yang duduk berada di sebelah Dika. Dia Fahri Saputra. Ia juga sahabat Arkan dan Dika.
"Bara di kantin. Barusan gue sama Bara niatnya mau makan, tapi keburu Arkan telpon, ya udah gak jadi," ujar Qila membuat Dika dan Fahri memanggut-manggut paham. Sudah biasa dengan sifat Qila seperti ini.
"Denger lo ngomongin kantin, gue jadi laper. Gimana kalau kita ke kantin aja? Kita bahasnya nanti aja?" ajak Arkan pada ketiganya.
"Setuju!" serempak keduanya dengan semangat 45. Sedangkan Qila tidak menjawab, membuat Arkan menunggunya.
"Kalau lo, Qil?" tanya Arkan.
"Gue sih, setuju-setuju aja. Kebetulan banget perut gue laper," jawab Qila, jujur. Jujur saja sedari tadi perutnya sudah meminta diisi. Sejak Bara mengajaknya ke kantin pun, ia sudah lapar.
"Ya udah, ayo kita ke kantin sekarang." Arkan beranjak berdiri, diikuti ketiganya. Saat keempatnya hendak melangkah, teriakan seseorang membuat mereka kembali menghentikan langkahnya.
"QILA!"
TBC
MAKASIH SUDAH MAMPIR
14 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Terimakasih, Aku Pamit [Tamat]
Roman pour Adolescents"Mungkin kamu akan bahagia jika aku pergi." "Jaga diri kamu baik-baik, aku gak suka lihat kamu terluka." "Maaf, selama ini aku memang egois." "Terima kasih untuk segalanya. Jangan lupa tersenyum meski tanpa aku." "Aku pamit, Qila." Star: 13 Agustus...