26

6.5K 351 13
                                    

“Berawal dengan luka, berakhir pula dengan luka.”—Author-nya.

•••

“Berbahagialah. Karena kebahagiaanmu, kebahagiaanku juga.”—Abimael Bara Valerin.

•••

“Mungkin ini balasan karena aku terlalu mencintaimu melebihi cintaku kepada sang Pencipta.”— Abimael Bara Valerin.

•••

“Jika ada satu permintaan untuk terakhir kalinya, aku ingin melihat wajah cantikmu meski tuk sebentar. Namun, keinginan itu sangat mustahil untuk bisa terwujud.”—Abimael Bara Valerin.

•••

“Kamu harus tersenyum meski tanpa aku.”—Abimael Bara Valerin.

•••

“Ternyata janji itu hanyalah sebuah kalimat penenang.”—Aqila Nailatusy Mawla.

•••

“Jika aku tau itu pelukan terakhir, takkan ku lepas meski itu hanya dalam mimpi.”—Aqila Nailatusy Mawla.

•••

“Bara,” lirih Qila ketika ia melihat Bara berjalan ke arahnya.

Gadis itu kini sedang duduk di kursi taman berwarna putih. Memandang Bara yang terus melangkah ke arahnya. Bara terlihat seperti orang yang tidak sakit. Beberapa pertanyaan berputar di benak Qila.

Bara udah sembuh?

Dan ... apakah Bara udah gak buta lagi?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya. Ia merasa ada kejanggalan dengan semua ini.

Lamunan Qila terbuyarkan di saat Bara memanggilnya. Ia beranjak berdiri lalu tersenyum pada Bara yang berada di hadapannya.

“Bara ... kamu udah sembuh?” tanya Qila tak yakin dengan yang ia lihat sekarang.

Mendengar itu, membuat Bara tersenyum singkat. “Aku udah sembuh, Qila. Makasih kamu udah mau merawat aku,” ucap Bara dengan raut wajah berbinar.

“Itu udah menjadi kewajiban aku, Bara.” Qila menatap Bara penuh kebahagiaan. “Aku bahagia banget kamu udah sembuh. Aku janji, aku akan berusaha untuk menjadi yang lebih baik,” lanjut Qila. Bara hanya membalasnya dengan senyuman manis yang tak pernah Qila lihat sebelumnya. Raut wajah lelaki itu terlihat sangat bahagia. Qila belum pernah melihat Bara sebahagia ini.

“Aku mau peluk kamu, boleh?” tanya Bara meminta izin. Qila mengangguk semangat dengan wajah berbinar. Keduanya saling berpelukan. Bara mengusap lembut surai milik Qila.

Bara melepas pelukannya, begitu pun dengan Qila. Ia sedikit menunduk untuk menatap gadis di hadapannya. “Aku emang udah sembuh, tapi ... maaf, kita gak bisa bersama-sama lagi,” tutur Bara membuat Qila tersentak. Raut wajah Qila seketika berubah drastis.

“Tapi kenapa, Bara? Kamu udah janji akan terus bersama-sama selamanya sama aku.” Qila terlihat sendu. Kenapa mengingkari janjinya?

Terimakasih, Aku Pamit [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang