15

3.6K 313 2
                                    

“Kejujuran hal yang penting di setiap hubungan. Namun, malah gue sendiri yang malanggar kejujuran itu dan melakukan kebohongan.”Abimael Bara Valerin.

•••

“Tidak ada namanya kebohongan demi kebaikan. Bohong tetap bohong. Meski sekecil apa pun itu kebohongan jangan pernah dilakukan. Bisa jadi kebohongan kecilmu sekarang, bisa jadi besar di kemudian hari!”—Author-nya

•••

Tamparan demi tamparan terus mendarat di pipi seorang lelaki yang tak kunjung melawan. Sampai lelaki itu mengeluarkan cairan kental kehitaman di lubang hidungnya.

Alexander terus saja menampar Bara cukup keras ketika Bara tidak mau memutuskan hubungannya dengan Qila. Tamparan terus mendarat di pipi Bara ketika ia berkata tidak akan memutuskan Qila. Lihat saja wajah Bara sudah dipenuhi lebam dan bercakan darah.

“Putuskan Qila,” keukeuh Alexander. “Ini juga demi kebaikan kamu sama perusahaan saya!” lanjutnya dengan garang.

“Kebaikan Bara?” Bara terkekeh kecil ketika mendengar alasan Alexander yang menyuruhnya memutuskan Qila. “Kalau memang benar untuk kebaikan Bara, seharusnya Papa tidak memaksa Bara untuk memutuskan Qila. Bilang aja ini untuk kebaikan perusahaan Papa! Jangan berlindung di balik nama Bara, Pa!”

Ungkapan Bara seketika membuat Alexander murka dan kembali menampar Bara.

“Jangan kurang ajar kamu sama saya!” Alexander sangat murka dengan putranya ini. Kenapa Bara bisa tahu semua rencananya dan rencana orangtua Qila.

Ya, orangtua Qila dan dirinya sepakat untuk menjodohkan Arkan dan Qila karena demi keuntungan perusahaannya masih-masing.

“Tapi benar kan, apa kata Bara Barusan?” kelewat sakit, Bara kembali bersuara. Di detik itu juga sebuah gamparan kembali melayang.

“Diam! Jangan pernah sok tau tentang saya!” marah Alexander mengacak rambutnya prustasi.

“Sok tau?” Bara kembali terkekeh kecil. “Emang faktanya begitu bukan?” Ucapan Bara sekita membuat Alexander kembali murka. Ia membanting barang yang ada di hadapannya ke sembarang arah.

Please, Pa. Papa boleh aja sakiti Bara. Papa boleh ambil apa aja dari Bara asalkan jangan Qila. Qila satu-satunya orang yang bisa membuat Bara bertahan sampai detik ini.” Tanpa disadari, Bara sudah sedalam itu berceloteh pada Alexander.

“Tidak! Saya tidak akan pernah menyerah! Dan jangan berharap saya akan gampang mengasihani kamu begitu saja. Meskipun kamu memohon-mohon sekali pun!” seru Alexander tak terbantahkan.

Bara melangkah maju mendekati Alexander. Membalas tatapan nyalang papanya itu dengan tajam. “Dan perlu Papa tau. Bara tidak akan pernah memutuskan Qila. Apalagi sampai merelakan Qila dijodohkan dengan Bang Arkan!” tegas Bara juga tak terbantahkan.

Di detik itu juga Alexander kembali melayangkan sebuah gamparan. Merasa tidak puas, Alexander kembali melayangkan beberapa kali gamparan. Namun, Bara tidak melawan. Ia hanya diam. Bukannya tidak bisa melawan, melainkan Bara masih menghargai Alexander sebagai orangtuanya.

Akibat gamparan yang terus menghantamnya, membuat Bara ambruk ke lantai. Alexander yang sudah membuat putranya seperti itu, ia sedikit pun tidak merasa bersalah. Ia masih terlihat tidak puas.

Ruangan keluarga ini menjadi saksi bisu betapa kejinya Alexander terhadap putra keduanya.

***

“Nih, minum.” Qila menyodorkan segelas teh manis hangat untuk Bara yang kehujanan saat perjalanan menuju rumahnya. Kini di rumahnya hanya ada Qila dan Bi Inah. Orangtua Qilaa sedang berada di luar kota.

Terimakasih, Aku Pamit [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang