Bima: Hanie
Bima: Kok lo berangkat duluan?
Bima: Berangkat sama siapa?Stephanie: Sama papi
Setelah menjawab pesan tersebut, Stephanie langsung menyimpan handphone-nya di saku. Ia tak berbohong karena sekarang dirinya telah berada di dalam mobil bersama Papi yang kebetulan hari ini sedang libur dan memang berniat mengantarnya pergi ke sekolah.
"Papi nanti juga jemput Hanie kan?" Tanya Stephanie untuk memastikan. Karena kalaupun tidak, ia sudah berencana untuk naik taksi online atau nebeng sama Dinda. Ia sudah bertekad untuk menjauhi Bima.
"Iya sayang. Kenapa? Hanie mau pergi sama temen?" Tanya Tio sambil menatap Stephanie sekilas dengan senyum hangatnya.
"Enggak kok. Cuma mastiin aja. Nanti kita jalan-jalan ya, Pi? Udah lama banget soalnya. Papi sibuk mulu sih," kata Stephanie dengan bibir yang manyun sembari menggandeng lengan Tio.
"Iya sayang. Nanti kita jalan-jalan, sama Mami juga."
Stephanie langsung bersorak girang. "Yeyyyy!"
Tio terkekeh melihat betapa gembira anak semata wayangnya. "Sekolah Hanie gimana? Baik-baik aja kan?"
"Baik-baik aja kok, Pi. Tapi ..." Stephanie terdiam sejenak sambil menunduk. "... kemarin Hanie dapet nilai nol pas ulangan matematika," cicitnya dengan pelan.
"Kok bisa, sayang?" Tanya Tio sambil mengelus rambut Stephanie. Bukan marah, tapi ia malah tampak khawatir.
"Ulangan mendadak. Kebetulan Hanie belum belajar, terus juga gak terlalu paham." Stephanie langsung menatap Tio untuk memberi penjelasan lebih. "Tapi temen-temen Hanie juga nilainya jelek-jelek kok, Pi. Jangan marah ya?"
Tio tersenyum. "Enggak marah sayang. Gak apa-apa. Biar ada pengalaman dapat nol."
Stephanie akhirnya bisa bernapas lega. "Papi dulu pernah dapat nol gak?"
"Oh, enggak dong. Papi kan pinter."
"Ih, berarti Hanie bego dong?" Stephanie seketika cemberut.
Tio tertawa mendengarnya. "Enggak sayang. Hanie pintar kok, cuma kemarin pasti lagi malas kan? Makanya gak belajar dan jadinya gak terlalu paham sama materinya. Ini bisa dijadikan acuan untuk Hanie biar makin giat. Emangnya Hanie mau dapat nol lagi?"
Stephanie langsung menggeleng. "Gak mau."
Mereka tiba di lampu merah. Tio pun sepenuhnya menatap ke arah Stephanie. "Nah, makanya belajar baik-baik. Pahami materinya. Kalau ada yang gak ngerti kan bisa tanya temen. Gio walaupun beda kelas pasti belajar materi yang sama kan? Kamu bisa nanya ke Gio. Intinya tuh jangan males aja sayang."
Di antara mereka berlima, Gio memang yang paling pintar. Walaupun selalu disibukkan dengan urusan ekstrakurikuler, tapi anak itu entah bagaimana caranya tetap mempertahankan ranking paralelnya. Kadang Stephanie ingin sekali tukar otak sama Gio, biar gak perlu repot-repot belajar karena sekali mahamin materi langsung nyambung. Gak kayak dirinya yang perlu belajar sampai tengah malam, itupun paling banter cuma dapat ranking lima.
"Iya, Pi. Hanie gak bakal malas-malas lagi. Kemarin tuh khilaf doang," kata Stephanie sambil menyengir. Untung saja ia mempunyai orang tua yang tak terlalu menuntut angka.
"Iya, khilaf mah gak apa-apa sekali. Tapi jangan diulangi lagi," balas Tio sembari mengelus rambut Stephanie. Lampu hijau, ia pun kembali melajukan mobilnya.
"Iya, Pi."
"Hanie udah punya pacar belum nih? Kok gak ada tanda-tanda cowok datang ke rumah?" Tanya Tio lagi, kali ini beda bahasan. Ia tampak tersenyum jahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy Friends
Teen FictionOrang-orang ngeliat Stephanie beruntung banget, dikelilingi empat pangeran yang selalu protect dia dari mara bahaya di luar sana. Tapi yang mereka gak tau adalah Stephanie bahkan udah di level paling muak dan empet banget sama keposesifan mereka yan...