🏹24

5.8K 440 44
                                    

HALO SEMUANYA! Sebelumnya aku mau minta maaf banget sama kalian karena cerita ini sempat aku unpublish selama beberapa bulan. Doain aku semoga nulisnya lancar biar bisa rajin update lagi ya. Buat yang udah lupa sama jalan ceritanya aku saranin untuk baca ulang hehe.

Happy reading guys!

***

"Kenapa sate namanya sate, Bim?"

Bima seketika mengernyitkan dahinya saat mendengar pertanyaan random barusan yang tiba-tiba saja keluar dari mulut Stephanie.

"Karena ..."

Bima terdiam sebentar untuk berpikir. Namun anehnya, semakin ia mencoba mencari jawaban, semakin dirinya tak tahu harus menjawab apa. Entah pertanyaan Stephanie yang terlalu konyol ataupun memang pertanyaan itu terlalu sulit untuk dijawab.

"Iya juga ya? Kenapa ya?" Pada akhirnya Bima malah bertanya balik sambil menatap perempuan di sebelahnya yang sedang repot mencari posisi yang enak karena sekarang mereka tengah makan sate di dalam mobil gara-gara tidak kedapatan tempat duduk.

Sembari menggigit sate dari tusukannya langsung, Stephanie pun membalas dengan semangat. Jarang-jarang Bima mau menanggapi pertanyaan random-nya seperti ini.

"Ya kan! Lo pasti juga bingung kan! Kenapa coba sate namanya bukan bakso? Atau rendang? Kenapa harus sa dan te alias sate? Kalau si sate ini gak mau dinamain sate gimana? Ternyata dia pengen namanya tuh ... soto gimana hayo?"

Bima langsung tergelak. Ia tak tahu kenapa Stephanie bisa-bisanya berpikir seperti itu. "Ini kalau gue setuju sama lo, gue bakal ikutan pinter atau malah bego?"

"Eh, jangan salah! Ini tuh pertanyaan pinter tau! Eh, gak gak, ini tuh pertanyaan cerdas! Cuma orang-orang cerdas yang punya pertanyaan kayak gini," balas Stephanie dengan nada bangga.

Bima mendengus geli. "Kata siapa?"

"Kata gue!" Seru Stephanie sambil menunjuk dirinya. "Gue kan cucunya Albert Insten!"

"Albert Einstein," koreksi Bima. Namun Stephanie tampak tak peduli.

"Ya itulah pokoknya."

Bima tertawa melihatnya. Rasanya ia pernah dejavu dengan percakapan barusan. "Lo emang gak pernah berubah ya, Han."

"Berubah? Lo kata gue Power Rangers bisa berubah?"

"Cerewetnya yang gak pernah berubah."

"Cerewet? Gue cerewet?" Tanya Stephanie tak percaya. "Enak aja! Gue mah anaknya kalem! Kalau ngomong gak pernah lebih dari tiga kalimat. Lo tau gak sih ciri-ciri orang cerewet tuh apa?"

"Apa coba?"

"Orang yang cerewet tuh pasti punya tai lalat di area bibir. Sedangkan gue? Gue enggak ada tuh. Berarti gue kalem," jelas Stephanie sambil memajukan bibirnya yang memang tidak ada satupun tahi lalat di sana.

"Gue ada gak?" Tanya Bima ikut memajukan bibirnya. Stephanie pun mendekat untuk melihatnya.

"Ih! Ada! Pantesan lo cerewet banget!"

"Masa sih?"

Stephanie langsung mengambil handphone-nya untuk memotret bibir Bima. Setelah itu ia menunjukkan fotonya. "Tuh liat tuh!"

"Lah iya ya?" Bima seketika bingung. "Padahal dibanding lo kan lebih cerewetan lo."

Stephanie langsung menabok lengannya. "Enak aja! Tai lalat gak mungkin bohong!"

"Tapi tai lalat ini munculnya dari mana ya, Bim?" Stephanie kembali ke pertanyaan random-nya.

"Masa itu aja gak tau?" Tanggap Bima santai.

My Possessive Boy FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang