Satu minggu berlalu dengan cepat. Walau Stephanie merasa waktu yang ia lewati begitu lambat, karena setiap detiknya terasa berat. Namun berkat dukungan teman-temannya, ia tak pernah merasa sendirian. Mereka tak pernah meninggalkan Stephanie barang sedetik pun. Mereka terus menghiburnya dan menyemangatinya. Hingga perlahan-lahan Stephanie pun mulai mengikhlaskan kepergian Papinya.
Hari ini adalah hari yang spesial. Khususnya untuk murid kelas tiga SMA. Karena hari ini adalah hari pengumuman kelulusan SNMPTN. Jadwal pengumumannya tepat jam lima sore, yang artinya tinggal beberapa menit lagi. Mereka semua yang seperti biasa berada di perpustakaan rumah Gio, sudah siap dengan handphone ataupun laptop masing-masing untuk melihat apakah mereka lulus atau tidak di universitas yang mereka pilih.
"Kok di gue web nya eror mulu sih?" Tanya Dinda yang sedari tadi sibuk berkutat dengan laptopnya dan berujung kesal karena layar laptopnya terus menampilkan kata website eror.
"Gue juga nih," sahut Raina mengalami hal yang sama pada handphone-nya.
"Gue bisa-bisa aja tuh." Rafa pun menunjukkan layar laptopnya yang menampilkan situs website dengan sempurna.
"Ah, kayaknya percuma deh ngeliat. Gue udah tau kalau gue gak bakal lulus," ujar Raka yang memilih berbaring santai daripada harus sibuk seperti yang dilakukan teman-temannya saat ini.
"Jangan putus asa dulu dong. Orang mah berdo'a semoga aja lulus," balas Gio mencoba menyemangatinya.
Namun Raka langsung mendengus geli. "Gak mungkin. Gue yakin banget panitianya waktu liat nilai gue auto dibuang ke tong sampah."
"Gue malah berharap gak lulus," kata Stephanie tiba-tiba yang membuat semuanya langsung menoleh bingung.
"Kenapa gitu?" Tanya Bima sambil fokus menatapnya. Sejak kepergian Tio, Bima tak pernah bisa menebak apa yang ada di pikiran Stephanie. Gadis itu perlahan-lahan mulai menutup dirinya dan tak membiarkan siapapun boleh menyentuhnya.
"Atau gak, semoga gue lulusnya di UI aja. Karena kalau UGM kejauhan. Kasian Mami kalau harus tinggal sendirian," jawab Stephanie dengan nada yang datar, tapi semua orang tahu bahwa ada keseriusan di dalamnya.
"Aamiin. Semoga aja gitu ya," balas Gio sembari mengelus pundak Stephanie untuk menyemangatinya.
"Eh, satu menit lagi nih."
Mereka semua langsung memantau website tersebut dan sudah siap untuk log in. Raka pun terpaksa kembali duduk karena disuruh oleh Raina.
"Semoga kita dapat hasil sesuai dengan yang kita mau ya, guys!" Seru Dinda saat jam telah menunjukkan pukul lima teng.
Suasana di antara mereka langsung hening. Fokus mereka ada pada layar masing-masing. Namun hal itu hanya berlangsung sebentar karena Raka tiba-tiba saja berlutut di hadapan laptopnya untuk memohon.
"Plis, walaupun gue gak yakin lulus, tapi gue pengen lulus biar gak usah belajar untuk SBM. Plis! Plis! Plis!"
Seperkian detik kemudian ia langsung menjerit kecewa. "AAAAAH, gak lulus!"
"Gue juga enggak," kata Rafa dengan santai, karena ia juga tidak berharap untuk lulus SNMPTN.
Raina seketika berdecak sebal karena melihat tulisan merah di layar handphone-nya. "Aelah, males banget deh harus belajar SBM."
"Yeay, ayang gak lulus juga!" Seru Raka yang kesenangan karena itu artinya ia akan terus belajar bersama Raina. Namun kesenangan itu hanya sekejap karena setelahnya ia langsung mendapatkan gaplokan dari Raina.
"Fix, kita harus mendekam di perpustakaan ini sampe nemu kata 'Selamat! Anda dinyatakan lulus'," ujar Dinda yang juga mendapatkan hasil yang sama seperti mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy Friends
Teen FictionOrang-orang ngeliat Stephanie beruntung banget, dikelilingi empat pangeran yang selalu protect dia dari mara bahaya di luar sana. Tapi yang mereka gak tau adalah Stephanie bahkan udah di level paling muak dan empet banget sama keposesifan mereka yan...