Awan kelabu menghiasi langit, Mentari bersembunyi. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Angin bertiup pelan,Menciptakan hawa sejuk. Dihalaman ponpes darrul khoir, Seluruh keluarga Kh. Mansyur tengah berkumpul di depan ndalem untuk melepas Alya mahira salma, cucu kyai Mansyur yang acap kali disapa Neng tengil.
Gadis tomboy putri dari Kh. Nidhom salam itu nampak diam. Tidak seceria biasanya. Sebab hari ini, Alya akan meninggalkan kawasan pesantren besar ini. Tempat Alya mengadu nasib. Tempat Alya mencari ilmu, meskipun sering kali harus di gedak gedak sama mbah ibuk karna sikap acuh tak acuhnya. Alya bakal rindu sama bakso depan gerbang pondok putri. Alya akan rindu kedua Om nya yang menyebalkan, Gus Afif dan gus Manan.
Alya bakal rindu dengan 'tempe kiber' singkatan dari tembok pembatas kita bersama. Meskipun Ka sudah menikah dan hidup bahagia dengan gus Mazid, kakak persusuan nya, namun ning tengil itu masih tetap saja betah nangkring diatas tembok pembatas. Di temani Luqiyah dan ima. Alya juga akan rindu mengerjai mbak mbak pondok yang masih berada di jemuran dilantai 3 tengah malam, Mengusili kang santri yang lewat.
Tapi ini aturanya. Abi memintanya pulang. Dengan dalih bahwa Alya adalah anak pertama, yang pada akhirnya Abi akan menyerahkan seluruh kerajaan pesantren asuhanya untuk Alya. Meskipun enggan sekalipun.
"Ndok, Mbah ibuk bakal kangen banget sama kamu." Mbah ibuk berucap. Matanya berkaca kaca sejak Abi, ummah dan supir pondok datang.
Neng tengil itu memaksa tersenyum, meskipun Alya sama ingin menangisnya seperti mbah ibuk.
"Alya juga bakal rindu di kerokin mbah ibuk." Cletuk Alya sambil terkekeh.
Tawa mbah ibuk meledak, menabok lengan cucu paling banyak gayanya itu kesal. Lalu menarik Alya dalam pelukan perempuan yang telah hafal keseluruhan ayat Al qur'an sejak kecil.
Satu demi satu Alya menyalami keluarga inti pondok ini. Mbah Abah tersenyum, menepuk kepala Alya sayang. Membacakan doa doa lalu di tiupkan ke kepala Alya yang terbalut jilbab.
"Sholehah, insyaAllah. Ahlu jannah, Ahlu naja" seluruh orang yang mendengar doa mbah abah, turut mengaminkan.
Gus Afif tertawa, gus Manan menjitak kepala Alya. Gadis berkalung logam kerokan itu mengaduh, lalu melotot tidak terima.
"Baik baik, ndok." Gus Afif menghentikan tawanya, mengelus kepala keponakanya lembut. Bagaimanapun Alya telah menjadi bagian inti dari keluarga ndalem. Meskipun seringkali menyebalkan, dan tukang cari gara gara.
"Jangan sedih gitu dong." Sambung gus Manan ketika Alya hendak menyalaminya.
"YaAllah Alya tuh seneng banget, akhirnya bisa terbebas dari dua jomblo super gabut. Yang hobbinya mandiin cupang." Timpal Alya pura pura kesal, sekarang giliran gus Manan yang melotot. Sedangkan gus Afif terbahak keras.
Seusai berpamitan, Alya bergegas melangkah dengan di gandeng ummah di sebelahnya. Walaupun sebenarnya tidak betah di gandeng, gadis itu tetap diam saja.
Sampai akhirnya mobil Alpart putih milik keluarga Kyai nidhom melaju pelan, Alya memilih menyandarkan kepala di sandaran mobil. Menanggapi cerita ummah seadanya saja. Tidak begitu nampak antusias.
Sampai akhirnya Abi yang duduk di sebelah kemudi nyeletuk.
"Alya, anak abi."
Merasa dipanggil namanya, Alya mendongakan kepala. Tidak lagi fokus pada ponsel yang ia pegang.
"Iya, bi? Abi manggil Alya?" Anak pertama dari tiga bersaudara itu justru balik bertanya.
Abi dan ummah justru kompak tertawa. Ummah bahkan memukul pelan lengan Alya.
"Abi ngomong disini aja deh ya. Kelamaan kalau ngomongnya dirumah nanti."
Alya menggaruk alisnya yang tak gatal. Perasaan aneh merayap begitu saja, membuat bulu kuduknya meremang. Sepertinya akan terjadi sesuatu.
Dengan sabar dan tanpa menjawab, Alya menunggu sang abi bersuara.
"Abi sama ummah akan menjodohkan kamu." Ucap Abi begitu entengnya, tanpa beban sedikitpun. Namun ucapan tanpa beban bagi Abi tadi justru membuat Alya tersedak ludahnya sendiri. Gadis itu terbatuk hingga tenggorokanya sakit. Alya jadi curiga kalau Abi memang berniat membunuhnya lewat sebuah pernyataan.
"Abi serius?!" Tanya Alya tak percaya. Gadis berusia 21 tahun itu menoleh, menatap sang ibu dengan tatapan bertanya. Jawaban mengangkat bahu lah yang Alya peroleh. Itu artinya orang tuanya memang sedang merencanakan hal besar.
"Alya baru umur 21 tahun loh, bi." Protes Alya yang sepontan menegakan punggung. Rasa kantuknya lenyap sudah.
Pengasuh pondok Al huda itu mengangguk pasti. "Dua puluh satu tahun kok baru. Udah waktunya kamu ngabdi dipondok sendiri, ndok. Udah saatnya kamu menikah."
Mendengar jawaban mantep dari sang abi, membuat Alya kembali menghempas punggungnya kebelakang. Tanganya memijit pelan pelipisnya yang mendadak berdenyut.
Lalu menoleh ke arah Ummah, menatap wanita cantik 45 tahun itu dengan tatapan memohon."Ikutin aja apa kata abi mu ya, ndok. Ummah cuma bisa mendoakan yang terbaik."
Jika Ummah nya saja sudah pro sama abi, itu artinya hal yang dimaksud abi soal perjodohan tadi , cepat ataupun lambat akan tetap terealisasi.
"Matur suwun gusti, uripe kulo asyik."
Batin Alya dramatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Teen FictionNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...