Entah, rasanya sedikit muak saja berada didalam ruangan no 204 itu. Mungkin karena bau obat-obatan yang membuat kepala Alya pening, atau pemandangan Alzam yang tertawa renyah bersama Nadira dan seorang tamu laki-laki yang memperkenalkan dirinya dengan nama Indra yang tersenyum sungkan dan takut salah ngomong saat berhadapan di depannya tadi, intinya Alya serasa ingin pulang.
"Gus,.. ehem , sayang.." Alya menepuk lengan Alzam pelan.
Tawa menadadak hening. Lelaki hampir 27 tahun itu menoleh, tatapannya tak terbaca, seperti terkejut karena Alya memanggilnya demikian. Namun Alzam mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum tipis. Menunggu Alya meneruskan kalimatnya.
"Kulo duduk diluar nggih, mbak Ka telvon." (Saya duduk diluar, ya...)
Alzam mengangguk, menatap Alya tidak enak hati. "Iya, sebentar lagi kita pulang, ya."
Gadis yang merasa sedikit insecure melihat keanggunan Nadira itu pun mengangguk, lalu segera pamit keluar ruangan.
"Zam, lo rada keterlaluan sih. Maksudnya apa bawa istri ketemu mantan?" Indra yang sejak tadi melihat Alya dengan tatapan kasihan itu akhirnya berkomentar.
Nadira yang sedang makan kue yang di bawa Indra spontan tersedak, lalu terbatuk-batuk. Alzam meraih gelas dinakas, dan memberikannya pada Nadira.
"Pelan-pelan, Na."
Indra mendengus. "Gue emang bukan anak ustadz, apalagi berasal dari kalangan pesantren, zam. Tapi gue tahu gimana hukumnya nyakitin isteri. Gak berkah ntar hidup lo."
"Apaan sih, ndra? Gue sama Alzam cuma temen kok sekarang. Lo ga usah mikir macem-macem deh." Nadira yang merasa terpojokan pun beralibi, sedangkan Alzam mendengus.
"Cuma temen tai kebo, gue kenal kalian udah lama. Awalnya gue kira kalian bakal lanjut hubungan yang udah selesai dengan status pertemanan kayak yang lo bilang, Na. Tapi bullshit! Cinta kalian aja masih kelihatan utuh." Protes Indra lagi.
Dulu, Indra, Alzam dan Nadira merupakan teman satu angkatan dikampus. Alzam suka seni, dia gemar menggambar. Dan dulu Nadira sering menjadi objek melukisnya. Sampai akhirnya, perasaan sebatas teman itu melebar menjadi perasaan saling mengasihi satu sama lain.
"Apa, zam? Kok lo diem? Bener semua kan omongan gue?" Entah mengapa mengingat betapa terlihat lugunya istri Alzam membuat Indra kasihan.
"Ini..." Ucapan Alzam terpotong oleh pintu ruangan yang dibuka dari luar.
"Mas Alzam, umma nyuruh pulang sekarang, bisa? Mbah ibuk gerah (sakit)"
Alya awkward sendiri melihat tiga orang diruangan itu terdiam menatapnya. Apa yang salah?
"Suatu saat lo bakal ngerti ndra, kenapa gue begini. Jadi stop seakan lo tahu semuanya." Telunjuk tangan Alzam tepat berada didepan muka Indra, tatapannya nampak dingin. Lelaki itu lalu menatap Nadira yang sudah terisak ditempatnya.
"Jaga diri kamu baik-baik, Na. Aku pulang dulu."
Usai mengucapkan itu, Alzam bergegas keluar dari ruangan dan melangkah bersama Alya dengan tatapan yang paling sulit diartikan.
☀️☀️☀️
Banyak yang Alya tidak tahu, mengapa takdir menggariskan jalan hidupnya untuk dibersamakan dengan lelaki seperti Alzam. Sifatnya cepat sekali berubah dalam sepersekian detik saja. Kadang tiba-tiba ia tertawa, kadang judes, dingin, menyebalkan, arogan, kadang tiba-tiba Alzam menjadi begitu manis. Kenapa mood nya lebih parah dari cewek?
Seperti sekarang, wajah lelaki itu nampak gusar. Tidak ada senyuman atau kalimat basa basi menyebalkan seperti yang biasanya terjadi. Dalam mobil pun, Alzam terdiam. Alya yang merasa bosan akhirnya menghela nafas dan menatap Alzam yang menutupi wajahnya diantara dua lengan yang ia tumpuk diatas perseneling.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Teen FictionNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...