09|DUA SISI

38 2 0
                                    

Waktu terasa berputar lambat. Alya beberapa kali berdecak setelah mengamati jam hitam yang melingkar di tangan kiri nya. Mata berbulu mata lentik milik Alya melirik Alzam yang tengah fokus menyetir. Tidak ada percakapan apapun diantara mereka sejak tadi. Mobil xenia putih yang di kemudikan Alzam hening, dengan Ziz yang telah terlelap di jok belakang.
Dan Alzam tidak menyetel musik apapun, begitu pun Alya. Gadis itu membiarkan suasana hening, meskipun bibir nya gatal ingin bernyanyi.

Di sebuah lampu merah, mobil yang dikemudikan Alzam turut berhenti. Mata Alya menatap langit yang hari itu mulai menjingga. Tumben Abi nya tidak memberondong chatt atau telvon. Ummah juga biasanya banyak bertanya, ponsel Alya hening dan sepi saja sejak tadi. Seperti perasaanya. eaakks.

Anak pertama perempuan itu melirik Alzam yang tiba tiba membuka kaca mobil. Tangan berbalut kemeja maroon itu terulur menyerahkan uang selembar lima puluh ribuan kepada penjual asongan yang merupakan seorang anak kecil. Baju anak itu lusuh, dengan keringat di dahi. Anak lelaki itu mendongakan kepala nya, tersenyum menatap Alzam.

"Om mau beli yang mana?" Tanya anak lelaki itu polos.

"Air mineral aja satu." Jawab Alzam lagi. Air muka lelaki itu nampak tenang.

Penjual asongan tadi mengangguk, dan menyerahkan sebotol air mineral.
Tapi wajah polos itu nampak bingung dan air muka nya terlihat sedih.

"Gak ada kembalianya om. Dari tadi belum ada yang beli dagangan aku." Ujar anak kecil tadi sambil mengusap peluh nya. Beberapa detik setelah mengucapkan itu anak penjual asongan itu tersenyum menyerahkan kembali uang lembaran biru kepada Alzam. "Air mineral nya buat Om aja. Katanya kalau kita bersedekah satu, Allah akan ganti sepuluh. Semoga habis ini, daganganku laku."

Sebenarnya Alya tidak begitu tertarik dengan percakapan mereka tadi. Tetapi ketika mendengar seorang anak kecil nampak tidak keberatan memberikan sebotol air mineral untuk seseorang yang bahkan tidak di kenalnya, bahkan daganganya saja belum laku, Alya jadi menegakan tubuhnya dan sedikit menyamping. Menatap kebingungan kepada dua orang yang kini sedang saling enggan menerima uang itu.

"Enggak, itu buat kamu. Kembalianya ambil aja." Bujuk Alzam mulai sedikit kesal.

Anak kecil penjual asongan itu pun bersikeras menolak. "Tapi ini kebanyakan om, harga sebotolnya cuma lima ribu, dan aku belum ada kembaliaan."

Sekarang Alzam yang mendengus. "Saya gak minta kembalian, ambil. Buat kamu sisa nya."

Dengan raut bingung akhirnya anak itu menerima selembar uang berwarna biru. "Tapi, om?"

Dengusan Alzam berubah menjadi decakan kecil, Namun wajahnya tidak menyeramkan. Tidak seperti awal awal di pesantren dulu, Wajahnya angker dan judes. Lelaki dua puluh enam tahun itu merogoh saku kemeja nya, mengambil uang selembaran lima puluh ribuan lagi dan menyerahkan pada anak penjual asongan tadi.

"Ini buat kamu, buat beli sandal. Nanti kalau kaki kamu luka, kamu gak bisa jadi superman." Ujar Alzam bergegas menutup kaca mobil, dan melajukan mobil nya setelah lampu merah dengan durasi waktu 60 detik itu berubah menjadi warna hijau.

Alya diam diam mengamati Alzam yang sedang fokus menyetir. Kantuk nya sirna seketika. Lalu kemudian terkejut karna Alzam menoleh kearahnya Dengan raut wajah yang kembali pada setelan awal : kanebo kering.

"Apa?" Tanya Alzam dengan nada menyebalkan.

Gadis bernama Alya mahira salma itu bergegas menggeleng kencang, lalu memperbaiki posisi duduknya. Mengapa orang di sebelahnya ini seperti punya banyak kepribadian? Meskipun yang paling dominan adalah sifat menyebalkan dan wajah judesnya.

Alya berusaha menahan mata nya untuk tidak melirik pada Alzam yang kini tengah melepas kancing lengan kemeja, dan menggulungnya sampai siku. Lelaki itu pula melepas peci hitam yang ia kenakan lalu meletakanya di dashboard. Membuat rambut sedikit gondrong dengan ujungnya yang berwarna pirang terlihat sedikit berantakan. Alzam juga membuka dua kancing teratas kemeja nya, membuat kaos polos hitam yang ia kenakan terlihat. Semua itu Alzam lakukan dengan raut santai yang tidak di buat buat.

"Gak usah lirak lirik. Ntar suka." Cletuk Alzam setelah mendengus.

"Dih, amit amit. Gak usah sok keren deh."timpal Alya tak kalah sengit.

Supir dadakan suruhan Abi itu mengangguk anggukan kepala.
"Tapi banyak perempuan yang bilang gue keren, gimana dong?"

Sekarang Alya yang berdecak. "Astaghfirullah udah Alya, jangan di ladenin ntar ngelunjak. Diem aja diem." Ujar Alya kepada dirinya sendiri. Dan itu memancing tawa Alzam menggema.

"Gak usah ketawa deh. Ngeselin!" Ceplos Alya lagi, dan seperti sebelum sebelum nya tawa Alzam justru terdengar makin nyaring. Dan itu semakin terdengar menyebalkan di telinga Alya.

"Lo kebanyakan makan cabe kan? Pedes banget dari pertama ketemu gue."

"Kamu nyebelin!"

Alzam mengangkat sebelah Alisnya yang tebal, mata nya masih fokus dengan jalanan yang mulai padat di sore hari.

"Lah gue gak ngapa ngapain."

"Rese', nyolot, gak punya sopan santun, sarkas. Apa coba kalau bukan nyebelin?" Alya mendengus kesal. Tapi Alzam sungguh se menyebalkan itu teman teman.

"Perasaan lo aja tuh, gue gak gitu gitu amat deh perasaan." Jawab Alzam santai. Lelaki berbrewok tipis itu memang pendiam, tapi diamnya kali ini tidak menakutkan. Tidak seperti biasanya yang nampak seperti orang kesurupan yang tidak segan membunuh jika di usik.

Sampai akhirnya, sebuah dering ponsel berbunyi. Dan sumbernya adalah dari ponsel Alzam yang tergeletak di tengah tengah antara mereka berdua. Alya tidak sengaja melihat siapa nama yang tertera disana.

"Noh Nadira telvon. Ce elah, ternyata punya cewek toh." Ledek Alya tersenyum miring. Namun tidak dengan Alzam yang nampak terkejut dan menghentikan laju mobil yang ia kemudikan secara mendadak. Membuat Alya yang tidak siap dengan itu semua terantuk dashboard mobil. Bahkan Ziz sampai terbangun dari tidur karna sama terkejutnya.

Alya melihat Alzam mencoba mengulang menghubungi nomor yang tadi menelpon nya. Tetapi jawaban operator lah yang Alzam dapati. Nadira telah menonaktifkan kembali ponselnya. Seakan tidak memberi Alzam kesempatan berbicara sepatah kata pun. Alzam menarik nafasnya dalam, urat di rahangnya nampak dan telinganya memerah. Bahkan sebelah tanganya mencengkram kemudi erat erat. Alya yang tadi nya hendak marah marah mendadak terdiam karna takut melihat ekspresi wajah Alzam yang terlihat sangat menyeramkan.

Entah siapa gadis yang tadi menghubungi Alzam, Alya jelas tidak tahu. Tetapi setelah Alzam mencoba berulang kali menghubungi nomor yang seperti nya tidak dijawab atau mungkin tidak aktif itu, lelaki ber brewok tipis itu mengemudikan mobil seperti kesetanan.

Astaghfirullah Alzam set, . Set .

JODOH PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang