Hela nafas Alzam terdengar gusar, beberapa kali Alya mendengar lelaki yang sekarang telah sah menjadi suami nya dimata agama dan negara itu nampak gusar dengan ponsel dalam genggaman. Beberapa kali Alzam terlihat mencoba menghubungi seseorang, beberapa detik kemudian lelaki itu mengacak rambutnya kesal.
Malam ini adalah malam pengantin Alya dan Alzam. Setelah letih menyalami ribuan tamu, akad nikah yang di hadiri banyak ulama ternama, pernikahan mereka harusnya penuh berkah dan kebahagiaan. Namun Alzam nampak mengabaikan Alya yang sama tidak tahu harus berbuat apa, gadis itu mendadak introvert. Bagaimanapun ini adalah kali pertamanya Alya satu ruangan bersama seorang lelaki. Bahkan ia harus mulai membiasakan diri berbagi bantal dan selimut.
"Arghh, kenapa gak diangkat sih?!" Alya yang tengah duduk di sofa panjang, tempat favoritnya murojaah Qur'an sambil melihat mbak santri berlalu lalang disiang hari itu melirik Alzam kembali. Suami nya itu tengah melepaskan satu kancing teratas kemeja putih nya. Sepertinya sebuah kenyataan terasa begitu sesak hingga ia kesulitan bernafas.
Alya bergeming. Biarkan saja. Toh dia tahu, sejak awal Alzam mau menikahi Alya hanya karna ta'dzim kepada kakek Ali. Jadi biarkan Alya melakukan hal yang sama pula.
Gadis anak pertama kyai Nidhom itu mulai menenggelamkan diri dalam lantunan ayat Alquran, melupakan fakta jeritan kecil dari palung hati nya. Alya tidak suka suasana gamang seperti ini. Namun Alya belajar dari Alzam, bahwa memberikan kebahagiaan untuk orang lain, dengan mengorbankan diri sendiri terkadang memang diperlukan.
Uhukk uhukk
Terdengar Alzam terbatuk-batuk. Sejak acara resepsi siang tadi, Alzam sering terbatuk. Seperti nya lelaki tengil luar biasa itu masuk angin.
Tanpa sadar Alya bangkit, merapikan jilbab nya, lalu berjalan menuju pintu dan keluar kamar.
"Wih, pengantin baru. Aura nya beda."
Alya hampir melempar sendal saking terkejutnya. Ka tertawa, dengan sepiring nasi berkat di tangan. Maz Mazid menggeleng dan turut mentertawainya. Mereka sedang berduan di meja makan.
Suami istri kurang asem. Batin Alya geram.
"Jam 10 malem masih ngunyah aja sih mbak Ka ini." Celetuk Alya asal.
Ka mengangguk. "Bawaan bayi, aku pengen banget makan berkat diacara orang hajatan, tapi bukan diacara kamu."
Alya memutar bola matanya malas.
"Tadi Mas sampe muterin desa buat cari orang hajatan baru, Al. Kalo bukan karna sayang ga bakal deh keturutan." Mazid menanggapi. Menceritakan bagaimana pusingnya dia mencari berkat hajatan di jam 10 malam.
Alya terkekeh, sambil mengupas jahe dan menghidupkan kompor, lalu membakar jahe itu hingga membuat harum ruangan.
"Ramuan manten baru tu bukan itu, ning Alya. Sini aku ajarin." Ledek Ka menggoda Alya.
"Ka, diem deh." Ka tidak tahu saja dimalam pertama, suami Alya justru sedang sibuk dengan ponselnya dan berakhir dengan umpatan-umpatan kecil. Selama ini kamar Alya bebas dari umpatan, baru sehari Alzam bergabung sudah mulai berwarna saja kamarnya. Hadeh.
Ka tertawa. Alya tidak peduli, setelah wedang jahe buatanya jadi, ia bergegas meninggalkan dapur dari dua makhluk menyebalkan bernama Ka dan Mazid kakaknya.
Gadis 21 tahun itu mematung di depan pintu kamar, menghela nafasnya dan mengetuk pintu dari kayu jati itu pelan. Rasanya aneh bila harus mengetuk pintu kamar sendiri. Tapi mulai malam ini kan ada makhluk lain yang turut jadi penghuni kamarnya.
"Njenengan sakit gus? Ini aku buatin wedang jahe."
Alzam yang tadinya sedang menundukan kepala dengan rambutnya yang telah berantakan itu pun mendongak, menatap gadis ayu yang telah beberapa bulan lalu sebenarnya telah menjadi istrinya, atas kemauan kakek Ali tentu saja.
"Bisa bikin wedang jahe ternyata." Alzam tersenyum miring. Menatap sepasang mata bulat yang kini melotot kesal menatapnya.
"Cepet pegang dulu gus gelasnya, panas." Gerutu Alya kesal. Enak saja, wedang jahe buatan Alya masuk nominasi 7 minuman terenak didunia. Kata abi. Hee
Karna merasa tenggorokannya gatal, Alzam menerima gelas kaca itu dari tangan Alya. Lalu menghirup aroma yang menguar dari wedang jahe yang Alya buat. Meminumnya perlahan, namun matanya tak lepas dari menatap Alya yang berdiri gusar di hadapan Alzam. Dibalik gelas kaca itu, Alya sungguh melihat Alzam sedang tersenyum dalam tatapannya.
"Awas matanya copot." Cletuk Alya kesal.
Membuat Alzam yang tengah meminum wedang jahe tersedak dan batuk batuk.
"Tuh kan, keselek. Makannya punya mata tuh dijaga." Cloteh Alya lagi. Sambil tanganya menepuk nepuk tengkuk Alzam. Tidak tega juga melihat wajah suami nya memerah seperti itu. Alya mengulurkan segelas air putih dari teko kaca yang selalu tersedia di kamar, memberikanya kepada Alzam. Agar pedas di tenggorokan nya bisa ternetralisir.
"Kamu ada niat bunuh saya ya?"Alzam mendengus. Berbura-pura kesal.
Sedangkan Alya memutar bola matanya malas. "Iya gus, hari ini wedang jahe, besok kopi sianida."
Alzam mendengus. Lalu menatap Alya serius.
"Kita emang suami istri, ning. Saya gak akan ngalah dan tidur di sofa seperti di film-film. Kita satu ranjang, tapi maaf, untuk nafkah batin, saya belum siap. Jadi jangan mencintai saya terlalu dalam"
Alzam mengucapkan itu dengan santainya. Seperti tidak ada beban. Sedangkan Alya mematung. Ia sungguh tak menuntut apapun atas keputusan orang tuanya. Namun kenapa jodohnya harus lelaki seperti Alzam?
Kalimat makian yang harusnya Alya lontarkan hanya berakhir di ujung tenggorokan, gadis itu hanya mengangguk. Dia juga tidak mengharapkan pernikahan ini terjadi. Bukankah itu imbang?
Alya memundurkan langkah dan kembali ke sofa. Melarikan diri pada bacaan Alquran yang sudah ia hafal sejak kecil.
Samar-samar telinga Alya menangkap suara yang membuat hati nya tertusuk sesuatu yang tidak nampak.
"Hallo, Nadira. Kamu kemana aja? Yallah. Kenapa susah sekali dihubungi. Sekarang dimana? Semua orang cemas cariin kamu."
Dan Alya tidak tahu, mengapa satu butir bening menetes membasahi mushafnya.
Nadira berhasil dihubungi? Dimalam pengantinnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Teen FictionNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...