02|TAMU AGUNG

85 10 2
                                    

Keadaan di Al huda sore itu ramai sekali. Para santri mengenakan kerudung putih tengah berdiri berjajar seperti akan menyambut tamu besar. Di seberangnya lagi para santri putra seperti di wajibkan mengenakan baju koko putih di hari itu berbaris rapih laksana pasukan perang.

Untuk ukuran pesantren formal berbasis modern, pondok asuhan sang Ayah memang tidak se ketat pondok Darrul khoir asuhan Mbah abah mansyur. Tapi pondok Al huda ini telah memiliki 1500 lebih santri, baik putra maupun putri.

Alya yang baru datang, tentu saja bingung. Bagaimana caranya dia lewat untuk menuju Abi Ummahnya? Bisa di kutuk jadi patung beneran kalau begini kisahnya.

Mengerti bahwa Ning nya sedikit kebingungan, seorang mbak ndalem berlari mendekat. Mencolek mbak santri yang berdiri paling belakang.

"Kasih jalan, mbak. Neng Al mau lewat." Bisik mbak Robia bergegas. Dan setelah itu, barisan para santri seakan terbelah memberi jalan untuk Nengnya yang tidak bisa kalem itu.

Alya tersenyum menatap mbak Robia.
"Kalau biasanya aku bakal marah, kali ini aku bakal bilang makasih, mbak Robia."

Alya melangkah bergegas. Sedikit mengangkat gamisnya. Tidak betah sekali. Tapi ingat pesan Ummah.

Anak gadis harus anggun.

Hingga kini, Alya lah yang menjadi pusat perhatian 1500 santri, karna menyebrangi halaman pesantren yang luas.

Kata siapa malu? Alya jelas tidak malu.

Hingga hampir saja anak pertama dari empat bersaudara itu tersandung batu, dan hampir terjungkal ke depan. Untung saja Alya bisa menyeimbangkan tubuhnya, meski seluruh santri sudah kompak mengatakan,

"INNALILLAHI" secara bersamaan.

Kata siapa Alya malu?

Alya sangat malu, dan ingin menghilang dari muka bumi saja rasanya.

☀️☀️☀️

Terlihat Ummah yang memukul dahinya sendiri. Sedangkan Abi tertawa pelan. Ada ada saja anak pertamanya itu. Hampir terjatuh di tengah 1500 santri, tentu saja sedikit memalukan. Meskipun jelas tidak ada yang berani mentertawakan Alya terang terangan.

Gadis yang sore itu nampak sedikit anggun dengan gamis twill polos yang ia kenakan, di padukan dengan kerudung zoya bermotif cantik. Ummah melambaikan tangan, meminta anak pertamanya untuk bergegas duduk di kursi khusus yang telah di siapkan di dekat Ummah.

Meskipun sedikit bingung dengan keadaan, Alya nurut saja. Di sebelah kiri Alya ada Siddah azizah, atau yang akrab di panggil dengan neng Ziz, anak nomer tiga. Alias adik Ahla lam'atil farodis, kakak neng ziz yang juga adik Alya.

Anak kelas 5 sd itu tengah sibuk memakan snack yang ia bawa. Melihat kakak pertamanya sekilas, kemudian kembali menikmati makananya. Alya mendengus pelan. Kebiasaan tukang nyuekin orang nih bocah.

"Ziz,?" Alya mencondongkan tubuhnya mendekat pada Zizah. Bermaksud untuk mencari tahu atas rasa penasaranya yang tiba tiba menggunung.

"Dalem" jawab Zizah seadanya. Jujur saat ini Taro yang berada dalam genggamanya lebih menarik dari apapun.

Melihat tanggapan seadanya dari sang adik, Alya menyentil pelan hidung Zizah. Membuat anak nomer tiga itu mengaduh kesal. Lalu menoleh menghadap Alya dengan bibir maju lima senti. Sedangkan sang kakak hanya cengengesan tanpa dosa.

"Apa sih, mbak? Ganggu Ziz lagi makan." Gerutu Zizah tidak suka.

"Dengerin mbak kalau lagi ngomong makanya." Lihatlah, sekarang Zizah bahkan sedang membalas kalimat Alya dengan kata nyenyenye.

Alya mendelik kesal. "Dek, mbak Al cuma mau tanya. Ini ada apa rame banget? Kayak lagi mau latihan perang tahu gak?"

Bukanya Zizah memberikan jawaban yang memuaskan Alya, gadis kelas dasar itu justru mengangkat bahunya acuh.

"Kalau mbak Al aja gak tahu, lah apalagi Ziz? Tanya Ummah aja sih. Ziz juga di ajak Ummah kesini tadi." Sekarang giliran Ziz yang menggerutu.

Menyesal sekali,buang buang tenaga buat tanya sama adiknya yang menyebalkan. Bahkan lebih sarkas rasanya.

Cucu tersayangnya mbah ibuk itu akhirnya menoleh kepada Ummah yang sedang berbincang ringan dengan Abi.

"Mah, ini ada acara apa sih?" Tanya Alya pelan. Lebih tepatnya takut salah paham aja.

Disaat Ummah hendak menjelaskan, disitulah beberapa mobil memasuki halaman luas depan pesantren. Spontan Ummah dan Abi berdiri, disusul Alya yang kebingungan.

Suara gema sholawat penyambutan tamu agung terdengar merdu, rebana yang mengalun kompak dengan vocal terbaik semakin memeriahkan suasana.

Kyai nidhom bergegas berlari menuju tengah halaman, bersama bunyai ifah di samping beliau. Lagi lagi Alya kebingungan, namun melihat Ziz yang menyusul berlari bersama seorang mbak ndalem, Alya pun turut berlari.

Mobil Mercedes Benz hitam itu berhenti. Kyai nidhom bergegas membukakan pintu penumpang. Di iringi beberapa kang santri yang bertugas untuk ikut menyambut dan membawakan barang bawaan tamu.

Alya diam saja, meskipun gatal sekali rasanya untuk bertanya. Jiwa kepo nya meronta ronta sekarang.

Sampai akhirnya Alya melihat seseorang seumuran dengan Abinya keluar dari mobil mewah itu. Abi memeluknya erat, seperti begitu rindu karna lama tak berjumpa.
Lelaki yang dipeluk Abi masih nampak gagah, meskipun kerutan diwajahnya mulai nampak jelas.

Ummah pun turut menyambut seorang wanita yang nampak masih cantik dengan tampilanya yang masih modis. Mereka saling berpelukan dan menanyakan kabar. Alya yakin, perempuan yang di peluk Ummah adalah istri dari lelaki ber jas dan sepatu mengkilat itu.

Satu mobil Xenia hitam di belakang mobil mewah itu pun terbuka pintunya. Beberapa orang berpawakan gagah berbaju serba hitam dan berkaca mata hitam mendekat. Ziz bertepuk tangan sambil berteriak, "wah keren, tamunya punya ajudan."

Gadis berusia 21 tahun itu masih terdiam, sesekali menggaruk alisnya yang tak gatal. Ini gak ada yang ngajakin aku ngomong nih? Mana gatel banget kaki.

"Gus Rahman,." Panggil Abi terharu.

"Yallah, gus Nidhom berasa lama banget kita gak ketemu." Lelaki ber jas itu mengurai pelukanya. Abi mengangguk beberapa kali, bibirnya tak berhenti melengkung ke atas. Nampak sekali bahagianya.

"Njenengan yang terlalu sibuk. Maklum anggota perwakilan rakyat. Haha" tawa Abi terdengar renyah. Yang di panggil gus Rahman pun sama tertawanya.

Setelah berbincang singkat, Orang yang tadi Abi panggil gus Rahman itu menyela.

"Sebentar.." Ucap pak Rahman memundurkan langkah, dan kembali berjalan mendekati mobil yang sama. Lalu berseru memanggil seseorang.

"Alzam,."

☀️☀️☀️

JODOH PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang