Tidak ada yang tahu bagaimana skenario takdir Tuhan berjalan. Kita hanya wayang dalang yang bergerak jika di gerakan. Seperti perahu kecil di tengah hamparan laut yang begitu luas. Perahu kecil hanya bisa mengikuti kemana gelombang ombak akan membawanya pergi.
Sepedih apapun rasanya, Alya tahu bahwa inilah takdir yang telah digariskan untuknya. Tinta telah kering dan pena telah diangkat. Maksudnya, apapun jika memang sudah tertulis untuk kamu, sekilat apapun kamu berlari, ia akan selalu menemukan jalannya untuk kembali.
"Nderek saya sebentar, nggih?" Alzam berucap pelan. Nadanya terdengar halus dan sopan. Dituntunnya tangan Alya, dan lelaki itu membukakan pintu mobil. Mempersilahkan Alya duduk.
Helaan nafas Alya terdengar pelan. Kepalanya bersandar kepada bantal boneka. Alzam masih belum beranjak dari tempatnya, menatap Alya dalam. Entah apa yang sedang lelaki itu fikirkan. Ditariknya tali seat belt Alya dan memasangnya dengan benar. Tanganya terulur untuk membetulkan anak-anak rambut yang keluar dari hijab Alya, seperti memastikan semuanya rapi. Dan itu jelas tidak baik untuk kerja jantung Alya.
"Kamu masih mau berdiri disitu aja gus? Gak jalan-jalan ini kita?" Karna kesal ditatap oleh Alzam seperti itu, Alya mendorong pelan bahu Alzam untuk lekas menjauh. Setidaknya Alzam memberikannya ruang untuk bernafas.
Lelaki 26 tahun itu mengangguk. Lalu menutup pintu mobil, dan menuju kepintu kemudi.
Tidak lama setelah itu, mobil CR-V hitam itu melaju menembus keramaian kota.
☀️☀️☀️
Sepanjang perjalanan Alya nampak bungkam. Logikanya sedang sibuk bertengkar dengan isi hati. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan Nadira, mantan kekasih Alzam. Ah, tapi lelaki itu masih nampak mencintai wanita yang bahkan menghilang sejak berbulan-bulan yang lalu.
Sebenarnya tadi malam tanpa sengaja Alya melihat notif masuk di handphone Alzam dari seorang teman Alzam sepertinya. Alya tidak terlalu faham karena memang tidak pernah dikenalkan, namun isi pesan singkat itu menjelaskan bahwa gadis yang selama ini Alzam cari sedang dirawat di RS di tanah lahir ibu gadis itu. Sebenarnya Alya mencoba tidak peduli, dan bahkan melupakannya. Yang membuatnya kesal, kenapa Alzam justru menggunakan namanya untuk izin kepada Abi dan keluar menemui gadis itu?
Jika Alzam bisa sedemikan bersandiwara didepan semua orang termasuk Abi tentang semua ini, harusnya Alya juga bersandiwara untuk berpura-pura menikmati pernikahan ini bukan?
Alya berjengit ketika benda dingin ditempelkan dipipi kanannya.
"Ning, minum." Alzam menyodorkan sebotol minuman dingin kepada Alya setelah lebih dahulu menempelkannya dipipi."Astaghfirullah kaget." Sungut Alya, tangannya menabok lengan Alzam kesal.
Lelaki itu tertawa pelan sambil membuka tutup botol, dan menenggak isinya. Ternyata sedang lampu merah, dan Alya sejak tadi melamun.
"Kalau sama saya kenapa sering ngalamun?" Tanya Alzam memiringkan kepala. Matanya mengamati jemari sang istri yang sedang mengetuk-ngetuk tutup botol.
Alya mengangkat bahu. "Gak tahu mau ngomong apa kalau lagi sama kulkas 12 pintu."
Tangan Alzam menarik kepala Alya, memegangi dagunya.
"Kalau ngomong sama orang itu tatap matanya.""Ish, jangan pegang-pegang." Protes Alya sembari mendorong tubuh Alzam mundur.
"Haha, takut jatuh cinta sama saya ya?" Celetuk Alzam disertai tawanya yang mengejek. Sedangkan Alya menggeleng cepat.
"Itu gak akan pernah terjadi." Ucap Alya congkak, tangannya bersedekap.
Namun lagi-lagi Alzam tertawa. Suaranya terdengar beratus kali lipat menyebalkannya digendang telinga Alya.
"Jatuh cinta sama suami sendiri itu bukan suatu kesalahan, Alyaaaa." Nada bicara Alzam dipanjangkan diakhir kalimatnya. Alya terdiam.
"Gak, pokoknya nggak." Dumel Alya memalingkan muka.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Teen FictionNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...