Mungkin benar. Alzam melakukan semua ini atas dasar rasa patuhnya terhadap orang tua. Atau mungkin sebagai tebusan permintaan maaf. Atau kalimat lebih kasarnya, Alzam melakukan pernikahan sebelum kepulangan Alya dari darrul khoir adalah sebuah keterpaksaan.
Bukankah Alya dan Alzam berarti sama? Sama sama tidak mengharapkan hal ini terjadi bukan?"Alya duduk saja di samping mas Alzam." Itu kata bu Nadya, seorang wanita cantik yang sekarang menjadi mertuanya.
Dengan menghela nafas pelan, dan melirik Alzam yang diam tidak menanggapi, akhirnya Alya menyetujui untuk duduk bersebelahan dengan lelaki itu.
Ummah menatap Alya tersenyum lebar. Tersorot tatapan bangga bercampur terharu disana. Mungkin beliau yakin anaknya akan memperoleh pernikahan yang bahagia setelah ini. Sedangkan Ziz tidak berhenti mengunyah jajanan sambil sesekali mengarahkan kamera kepada kakak pertama nya yang berbuah pelototan dari Alya tentu saja.
"Geser sini lagi." Kali ini Alzam bersuara. Namun wajahnya datar seperti biasa. Sesekali Alzam tersenyum menanggapi pertanyaan kakek Ali yang duduk di sebelah kirinya. Kentara sekali bahwa lelaki 26 tahun itu sangat menyanyangi kakeknya. Ekspressinya bisa begitu cepat berubah dalam beberapa detik.
Alya mendengus, namun dia menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan Alzam. Walaupun masih berjarak.
"Geser lagi, masih kejauhan." Pinta Alzam lagi. Mungkin tidak ada yang menyadari, sebab kedua orang tua Alzam dan Alya sedang saling bertukar cerita. Mereka sedang membahas soal pernikahan Alzam dan Alya yang akan di gelar resmi. Abi sangat antusias, sebab Akhirnya berbesan sungguhan dengan sahabat karipnya itu.
"Mboten, udah cukup." Alya menolak, dengan mata masih fokus menatap keluarganya. Sesekali Alya juga menanggapi, bahwa untuk urusan pernikahan, Alya ikut saja dengan keputusan keluarga.
Sungguh sulit sekali mempertahankan sikap anggunya ini. Alya sudah gatal ingin mengganti abaya yang ia kenakan dengan sarung seperti yang menjadi outfit nya sehari hari. Tapi melihat Ummah mengacungkan jempol sambil tersenyum menatapnya, Alya jadi mengurungkan niat untuk berlari ke kamar dan berganti pakaian.
"Ehem." Alya melirik Alzam yang berdeham pelan. Lelaki itu bahkan menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Alya, membuat lutut Alzam yang duduk bersilah menempel pada paha Alya yang duduk miring. Sebenarnya Alya biasa saja, namun Alzam meletakan lenganya yang berbalut kemeja diatas paha Alya yang tertutup kain abaya.
Dan itu menimbulkan detak lain yang berbeda. Perut Alya jadi melilit sekarang. Alzam melakukan itu dengan santai, bahkan ekspresi nya tidak berubah. Justru Alya lah yang pucat pasi."Ada yang ingin Alya tanyakan?" Itu suara Ayah Alzam, pak Rahman. Atau gus Rahman kalau Abi yang memanggil.
Kini semua orang di ruang tamu menatap Alya. Gadis itu mengangguk. Sudah sepantasnya Alya mengetahui semua bukan?
"Kenapa Abi menikahkan Alya dengan seseorang yang Alya tidak kenal sama sekali?" Alya mulai membuka suara. Ini isi hati nya paling dalam. Saat mengatakan ini, Alya hampir menangis.
Helaan nafas Abi terdengar, namun bibir nya tersenyum menatap anak gadis nya itu. "Maafkan kami yang telah melibatkan kalian dalam nadzar yang kami ciptakan sendiri saat di pesantren dulu."
"Dan rasanya kamu adalah satu satu nya orang yang bisa merubah Alzam yang kaku. Hidup nya terlalu abu abu." Pak Rahman menambahi.
Alya mendengar Alzam mendengus pelan. Namun dia tidak mengatakan apapun.
"Kenapa Abi bilang sama Alya saat pulang dari pondok dulu akan menjodohkan Alya dengan seseorang. Nyata nya Abi udah nikahin Alya sehari sebelum abi jemput Alya waktu itu?" Gadis 21 tahun itu memilin ujung kerudung yang ia kenakan.
"Sebab Abi gak pengen Alya shock. Jadi abi belum bisa bilang apa apa saat itu." Ummah memasang wajah sendu, ini pasti keputusan yang berat untuk anak gadisnya.
Lagi lagi Alya hanya menghela nafas. Meskipun sulit di terima, status Alya dan Alzam sekarang adalah suami istri kan?
"Apa itu juga alasanya Abi atau Ummah membiarkan Alya pergi sama Alzam dalam satu mobil, dan Alya duduk di depan, apa itu bagian dari rencana?" Alya bertanya lagi. Dan abi nya mengangguk. Artinya waktu itu, di bawah pohon mangga, disaat Alya terjatuh dari pohon, Alzam mengulurkan tanganya itu pun karna Alzam tahu bahwa dia adalah suami Alya?
"Kenapa waktu itu Abi biarin Alzam membuka dan masuk kamar Alya?" Gadis itu kembali mengingat betapa terkejut luar biasanya dia waktu itu.
"Maaf, ndok. Itu kakek Ali yang memerintahkan Abi mu. Sudah dua bulan berjalan, rasanya tidak pantas kalau keluarga terlalu lama menutupi kenyataan. Kalian sudah harus mulai membuka diri." Sambung kakek Ali. Beliau memang sangat menyetujui saat pak Rahman mengatakan ingin menjodohkan Alzam dengan anak sahabatnya itu.
Hening mengambil alih beberapa detik.
"Alya mau lihat foto Alzam ijab qabul saat itu?" Bu Nadya menawarkan, lalu membuka ponselnya dan mengulurkanya pada Alya.
Disana, entah dimana. Alya tidak pernah pergi ke tempat itu. Tapi Alzam berada seperti di sebuah bangunan lebar, entah itu masjid atau aula Alya tidak tahu. Tapi lelaki menyebalkan itu mengenakan sejenis kemeja berwarna putih bersih dan jas hitam sebagai lapisan luarnya, lelaki itu mengenakan sarung dan peci hitam. Dan kakek Ali berada tepat dihadapanya menjabat tangan sang cucu dengan wajah tegas. Di sebelah kakek Ali ada Abi dan juga pak Rahman, juga beberapa orang yang Alya tidak tahu siapa. Di belakang mereka terdapat puluhan santri berbaju putih berjejer rapih menjadi saksi.
Air mata Alya hampir tumpah, ini semua memang nyata. Jempol Alya menggeser layar dan foto tadi berubah menjadi sebuah cuplikan vidio. Dengan jempol bergetar, Alya menekan tombol video disana. Lalu terputarlah sebuah rekaman dimana akad itu benar benar terjadi. Meski dengan mimik wajah yang sulit di terjemahkan, Alzam mengucapkan ijab qabul dengan suara tegas. Dan seluruh saksi serempak mengucapkan Amin.
Entah Alya harus menanggapi semua ini bagaimana. Yang jelas ia tahu, bahwa sekarang Alya dinikahi oleh seseorang yang jelas jelas tidak mencintainya. Alzam hanya mematuhi perintah orang tua, dan penebusan dosa atas hal buruk yang telah ia lakukan. Kalau begitu, Alya juga akan melakukan hal yang sama.
"Apa Alya bersedia, jika pernikahan kalian akan di gelar bulan depan?" Pak Rahman bertanya. Wajahnya nampak serius.
Alya tidak tahu hal buruk apa yang akan menimpanya setelah ini. Di nikahi dengan seseorang yang tidak mencintainya bukanlah keputusan yang pernah Alya fikirkan. Tapi ini sudah terjadi, statusnya sudah berganti sejak dua bulan yang lalu. Alya jelas tidak punya pilihan jika ini telah menyangkut kebahagiaan dan nama baik orang tuanya.
"Nggih, Alya bersedia."
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Teen FictionNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...