Dan hari itu tiba. Alya sudah sejak tadi selesai di rias, cantik sekali. Anak pertama kyai Nidhom itu mengipasi wajahnya yang terasa panas. Bukan karna suhu ruangan tentu saja, tapi karna spiker aula pondok yang menggema dan terdengar hingga kamarnya itu tengah di gunakan untuk acara pernikahanya sekarang.
Benar, Alya benar benar menikah sungguhan kali ini. Seluruh keluarga besarnya datang. Termasuk Ka, sahabat pondoknya di darrul khoir dulu. Ka yang senyam senyum menatap Alya, membuat pipi Alya semakin merona.
"Jangan gerogi gitu, ning. Muka mu makin merah kayak tomat." Ledek Ka tertawa. Istri dari kakak sepersusuanya itu tengah mengandung besar. Ketika tertawa perut Ka seperti naik turun. Alya di ketawai oleh Ibu sekaligus anak yang didalam perut Ka sepertinya.
Alya pura pura berdecak. "Aku tuh udah gak tahan di make-up in begini. Gatel semua."
Mazid, suami Ka, atau kakak sepersusuanya yang baru datang ke kamar Alya tertawa sambil menyerahkan segelas teh hangat untuk sang istri yang sedang hamil besar. "Minum dulu, yang. Jangan kebanyakan gerak, deh. Kulo ngeri."
Ka memajukan bibirnya, pipi chubby nya ikut serta menggembung. "Ih biarin aja sih, mas. Kulo terharu lihat ning Alya akhirnya menikah. Meskipun dadakan kayak tahu bulat."
Jelas bukan hanya keluarga besarnya saja yang terkejut bukan? Alya bahkan hampir ingin mengakhiri hidupnya saat itu, jika tidak ingat bahwa semua rencana manusia akan sia sia dibanding dengan takdir sang pencipta. Sebab hanya Tuhan yang punya pena-Nya.
"Mas Mazid kok gak ikut ke aula sih? Kan ada Mbah abah, ada Abi nya mas Mazid, ada om gawagus yang nyebelin juga disana." Tanya Alya sambil memeriksa kembali riasanya di cermin kecil yang dia pegang.
Yang di tanya justru menggeleng pelan. Tangan Mazid merebut piring berisi nasi yang berada di pangkuan Ka. Kakak sepersusuanya itu berdecak pelan , menatap sang istri tidak suka. "Kulo nyuruh makan, yang. Bukan di lihatin aja. Buka mulutnya.. Aa.."
Melihat pemandangan itu, Alya mendengus. Malas sekali lihat pemandangan romantis seperti ini di depan matanya.
"Terusin aja, anggep Alya cicak aja emang paling bener. Udah biasa di giniin." Alya menggerutu. Pasangan di hadapanya sekarang memang kadang kadang tidak tahu sikon. Menurut Alya.
Mazid tertawa, apalagi Ka. Jodoh memang mirip. Alya akhirnya percaya itu. Dulu Mas nya tidak se receh ini, kenapa sama Ka , Mazid jadi random?
"Disuruh nikah malah kembar." Seloroh Alya malas.
"Ini loh, Mas mazid nemenin mbak mu aja. Dia lambungnya baru kambuh kemarin. Kasian. Lihat aja, pipi nya kempes, Al." Mazid kembali menyuapi Ka, menjelaskan kenapa dia tidak ikut ke aula.
Ahla juga pulang. Mungkin sedang membantu Ummah menemui tamu. Kalau Ziz, anak itu jelas ikut abi nya di aula putra. Tempat acara akad nikah Alya dan Alzam di gelar.
"Husstt." Ka meletakan jari telunjuknya di bibir, meminta Alya dan suami nya untuk diam. Dan jantung Alya semakin berdebar tak karuan.
"Qobiltu nikachaha wa tazwijaha bil mahril madzkur, hallan."
SAH.
Ka spontan bangun, dan memeluk tubuh Alya erat. Sedangkan Alya tidak tahu bagaimana cara menjelaskan perasaanya sekarang.
"Aaa selamat rabi , ning Alya yang cantik luar biasa.." Mungkin karna hormon ibu hamil, itu pula yang membuat Ka tiba tiba terisak.
Lalu masuklah Ummah dan Ahla, adiknya. Dengan mata berkaca kaca Ummah memeluk Alya sayang. Dan Alya justru tidak bisa mengeluarkan sepatah kalimat pun.
"Semoga Allah senantiasa melimpahkan cintaNya buat kamu, ndok." Akhirnya Ummah menangis, sambil mengusap usap punggung Alya.
Dari speaker bisa di dengar sholawat dan yang menggema, disertai alunan musik yang di keluarkan dari alat rebana. Merdu sekali.
Setelah Ummah melepaskan pelukanya, giliran Ahla yang mendekat, lalu memeluk tubuh kakak pertamanya itu erat.
"Mbak Al jahat. Waktu nyambangin aku bilangnya amit amit jodoh sama supir dadakan, nyatanya sekarang nikah." Ahla tertawa dengan apa yang dia katakan. Tapi air matanya tumpah juga.
"Hehe, mbak Al juga gak tahu. Sekarang perasaan mbak Al campur aduk. Tapi kepala mbak Al gatel, krudungnya bahanya gatel." Sontak orang orang dikamar Alya tertawa. Ummah bahkan sampai memukul lengan Alya pelan.
☀️☀️☀️
Disana, dihadapan Alya sekarang. Alzam berdiri gagah dengan jubah berwarna putih bersih yang di hiasi motif berwarna silver, dengan mengalungi rangkaian melati, dan imamah putih yang juga di hiasi melati di bagian kananya.
Lengan Alya di apit oleh Ummah dan mbah Ibuk, atau ibu dari Abi nya. Alya tersenyum simpul. Hari itu ning tengil itu nampak begitu anggun. Gaun putih yang ia kenakan pun nampak begitu cantik, di lengkapi dengan mahkota kecil di kepala. Alya bak seorang princes yang di jemput pulang oleh pangeran.
Suara hadroh masih mengalun merdu, mempertemukan dua insan yang kini telah resmi bersuami istri tidak hanya di mata agama, namun juga dimata negara.
"Salim dulu, nak. Cium tangan suami mu." Mbah ibuk mengarahkan.
Abi Nidhom yang berada di sebelah pak Rahman tersenyum, lalu mengangguk menatap putri nya yang cantik seolah mengatakan 'tugas abi menjaga mu telah beralih kepada seorang lelaki yang saat ini berdiri dihadapanmu."
Putri mahkota itu mengangguk, lalu memajukan langkahnya agar lebih dekat dengan Alzam. Tangan berhias hena berwarna putih itu terulur, dan Alzam menyambutnya. Dengan jantung yang sepertinya sebentar lagi akan loncat keluar, atau mungkin jatuh hingga dasar lambung, Alya mencium tangan Alzam sekali lagi. Di saksikan oleh banyak mata.
Alzam meletakan tangan kiri nya keatas kepala Alya, seorang gadis yang sejak dulu memandangnya sebagai musuh yang perlu disingkirkan. Alzam benar benar tidak menyangka hari ini akan terjadi. Sungguh diluar rencananya, diluar kendalinya.
Ketika tangan Alzam hinggap di kepala Alya, kyai Nidhom bergegas memabacakan doa, lalu di susul oleh mbah abah ; ayah dari abi atau pengasuh pondok Alya dulu.
Suasana begitu nampak syahdu dan menenangkan. Lalu jantung Alya kembali di uji ketika Alzam menunduk dan mencium kening nya beberapa detik. Itu pula menjadi kesempatan tukang foto untuk bergegas mengabadikan moment. Di tambah para santri yang menjerit tertahan dan saling mencubit.
"Kok pipi nya merah? Kamu sakit?" Bisik Alzam tepat di telinga Alya.
Dan Alya memalingkan wajah kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Teen FictionNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...