Hei lihat! Mobil CR-V hitam berplat
K 261 ANA atau 261 merupakan simbol sebuah tanggal penting, ANA berarti Alzam N Alya, adalah kado pernikahan dari ibu Nadia alias ibu kandung Alzam itu memasuki halaman rumah sakit kota. Perasaan campur aduk tiba-tiba menyerang Alya, semacam perasaan tidak nyaman yang coba ia tepis jauh-jauh. Alya sungguh akan mengikuti bagaimana cara main Alzam. Dia akan membuktikan bahwa dirinya tidak akan kalah dari seorang Alzam Arif Bilhaq.Tanpa sadar tangannya yang berada dipangkuan meremas gamis yang ia kenakan. Seperti menekan perasaan aneh yang tidak bisa ia jelaskan. Bahkan ketika Alzam telah usai memarkirkan mobil, dan kuncian pintu terbuka.
"Ayok, masuk dulu." Ucap Alzam.
"Sepertinya aku mau di mobil aja deh, gus." Ucapan itu keluar begitu saja. Ini jelas bukan hasil dari kesepakatan sepihak antara hati dan logika.
"Sebentar." Bujuk Alzam lagi.
Karena tidak mau terlihat kalah dan semakin nampak menyedihkan, Alya akhirnya mengangguk dan membuka pintu mobil. Memperhatikan Alzam yang melepas sarung dan menyisakan celana jins dibalik sarung BHS yang ia kenakan dan memasukannya kembali kedalam mobil, mengambil kantung plastik besar berisi buah-buahan yang entah kapan Alzam membelinya dan menentengnya ditangan kanan.
Lelaki itu menyugar kebelakang rambutnya yang terkena terpaan angin. Lalu berjalan bergegas dengan Alya tepat dibelakangnya. Dibelakang Alzam, Alya memperhatikan langkah lelaki itu terlihat sedikit terburu-buru, hingga Alya pun turut berlari demi menyamai langkah panjang Alzam. Karena tetap saja tertinggal, Alzam akhirnya menarik tangan Alya dan menggandengnya tanpa kata.
"Biar gak ilang." Alzam beralibi.
Alya merasakan langkah Alzam semakin cepat, hingga tangan kirinya terpaksa mengangkat sedikit lebih tinggi gamisnya agar tidak terinjak.
"Pelan-pelan gus." Alya berujar lirih.
"Nadira sakit, ning. Saya tidak suka dia kenapa-kenapa."
Alya membuang muka. Kenyataannya Alzam menggandeng tangannya sekarang adalah agar Alya bisa menyeimbangi langkah Alzam yang panjang dan cepat sampai ruangan dimana seorang gadis kecintaan Alzam berbaring disana.
Lelaki itu berbelok kanan, berhenti menunggu pintu lift terbuka namun tautan ditangannya tak dilepaskan.
TING
Pintu lift terbuka, beberapa orang masuk dan penuh. Alya mendengar Alzam menggeram kesal, lalu memutar langkah dan menaiki tangga manual. Alya yang memperhatikan itu tanpa sadar menghela nafas lelah.
"Lewat sini." Alzam menarik langkah Alya untuk ikut serta berbelok ke kanan setelah melewati lorong lantai dua.
Kemudian langkah lelaki 26 tahun itu memelan, nafasnya sedikit tersendat. Apalagi Alya yang dibelakangnya sejak tadi.
RUANG DAHLIA 206
Genggaman tangan terlepas. Alya menatap tanganya nanar, lalu menatap punggung Alzam bergantian.
"Ini kamar Nadira." Entah sedang berbicara dengan siapa lelaki itu. Namun setelah pintu diketuk tiga kali, keluarlah dua orang suster yang sepertinya baru saja usai memeriksa keadaan pasien didalam.
"Sus, gimana keadaan Nadira?" Alzam menghadang suster yang troli obat.
"Oh, saudara nya Nadira ya? Dia tipes aja kok mas, panas tinggi dan gak selera makan. Insomnia nya juga kambuh. Dia bisa gak tidur berhari-hari katanya. Tapi keadaannya sudah stabil kok. Gak apa-apa." Jelas suster itu ramah.
"Maklum mas, katanya sih ditinggal nikah pas lagi sayang-sayangnya jadinya ya sakit badan ya sakit batin juga." Suster satunya lagi menimpali, lalu tertawa pelan.
Alzam mematung ditempat.
"Kalau mau jenguk masih boleh kok mas, satu jam ya." Ujar suster yang kemudian pamit melanjutkan tugas.
☀️☀️☀️
"Assalamualaikum."
Pertama kali yang Alya lihat adalah seorang gadis memakai piama panjang dengan kerudung bergo hitam yang sedang duduk bersandar, tanganya di infus, sebuah selimut menutupi kaki nya. Gadis itu bahkan nampak cantik tanpa sapuan makeup apapun, pipinya kemerahan terkena sinar matahari yang menerobos kaca sebelahnya. Alya jadi menilai dirinya sendiri, dan pertama kali nya juga Alya berfikiran untuk mulai membeli makeup dan melihat tutorialnya di YouTube.
Gadis itu nampak terkejut hingga ponsel digenggamanya terjatuh. Sampai akhirnya mata Alya menangkap pemandangan Alzam memeluk tubuh gadis itu dan gadis itu menangis terisak.
"Kamu ngapain kesini?" Ucap Nadira mengusap air matanya kasar.
"Aku gak suka kamu sakit. Tipes mu kambuh pasti karena kamu kebanyakan makan pedes dan bergadang tiap malam." Omel Alzam kesal.
"Aku kerja mas. Kerjaan kantorku numpuk, temenku lagi cuti jadi tugasnya aku yang backup." Timpal Nadira tak terima disalahkan.
Tangan Alzam mengudara, lelaki itu menggeleng. "Nanti biar aku yang negur bos kamu biar gak seenaknya."
"Bawel. Kamu sama siapa?"
Alya melangkah mendekat, sedikit memaksa senyumnya lebih lebar lalu mengulurkan tangan.
"Alya Mahira Salma. Sau..."
"Istrinya mas Alzam kan? Aku baca nama kamu diundangan." Ujar Nadira ramah, namun mata cokelat itu memancarkan luka yang dapat Alya baca.
Nadira merentangkan kedua tangan, lalu memeluk Alya.
"Seneng banget akhirnya bisa ketemu. Kamu bahkan lebih manis dari foto yang ditunjukin temen mas Alzam." Pelukan terurai senyum Nadira masih mengembang, namun sudut matanya berembun.
Alya mengangguk. Kalimatnya hilang. Sedangkan Alzam sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Nadira setegar itu, ia memang gadis paling kuat yang pernah Alzam temui di dunia ini setelah ibu. Alzam jadi terlalu banyak merasa bersalah karena terlalu banyak menyakiti gadis itu.
"Duduk disini ning Alya." Nadira menepuk tempat kosong di kasurnya agar Alya ikut duduk.
"Alya, aja." Ucap Alya lagi.
"Kamu bawa apa mas?" Nadira bertanya ketika Alzam meletakan keresek besar diatas nakas.
"Buah. Biar kamu gak sakit terus, biar gak kurus." Lelaki itu bahkan meletakan beberapa jeruk di piring dan membawanya dihadapan Nadira.
"Gak usah ngejek mas. Dari dulu aku emang kurus. Kamu tahu itu." Nadira merengut kesal.
"Kalau datang itu harusnya bawa seblak, cokelat, bunga, bakso, sate kek. Dibawain kok buah." Protes Nadira lagi.
Alzam menghela nafas, namun tangannya dengan telaten mengupas kulit jeruk dan membersihkan seratnya. Dia tahu bahwa Nadira tidak bisa makan jeruk bila seratnya ikut juga. Alya mengamati mereka dalam diam, dalam senyum yang dipaksa lebar, dan tertawa sumbang. Didepan Nadira, Alzam adalah lelaki dewasa yang terlihat begitu mencintai perempuannya.
"Eh bentar." Alzam melihat layar ponselnya yang menyala, pertanda satu panggilan masuk. Lelaki itu lantas pamit keluar sebentar untuk menjawab telepon.
"Maaf ya, ning. Bukan bermaksud apa-apa, tapi kehilangan mas Alzam bukan suatu hal yang mudah buat saya. Butuh pembiasaan yang entah berapa lama. Hubungan bertahun-tahun kami gak mungkin secepat itu dilupakan." Jelas Nadira. Matanya menatap Alya penuh permohonan.
Dan Alya kehilangan kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH PILIHAN ABI
Genç KurguNamanya Alya mahira salma, cucu seorang ulama besar dijawa tengah. putri seorang kyai yang sama masyhurnya. tidak seperti kebanyakan putri kyai lainya yang kalem dan lemah lembut, Alya justru menunjukan perilaku dan sikap berbeda, yang membuat semua...