06|PURNAMA

57 7 0
                                    

Jantung Alya hampir lepas, nafasnya tercekat. Tentu saja di sertai dengan rasa nyeri yang menjalar di bagian belakang tubuh. Jelas, anak pertama Kyai Nidhom itu terjatuh dari pohon yang lumayan tinggi. Harga dirinya benar benar berada di ambang kehancuran sekarang.

"Sakit banget yaAllah." Ringis Alya dramatis. Persetan dengan harga diri dan Alzam yang mungkin saja tengah menatapnya remeh. Alya sungguh tidak ingin melirik Alzam yang terpaku tepat dihadapanya sekarang. Jelas, Alzam pasti akan mentertawainya bukan? Namun siapa sangka, lelaki menyebalkan yang telah mengibarkan bendera perang sejak pertama kali datang itu justru mengulurkan tangan. Membuat Alya yang sedang merutuk kesal spontan mendongakan kepala. Dan tanpa sadar matanya menangkap Alzam yang diam dan tangan yang masih terulur.

Meskipun malu luar biasa, anak sulung itu bergegas berdiri. Mengabaikan uluran tangan Alzam yang spontan Alzam masukan kedalam saku jaket jins nya.

"Gak usah sok baik deh." Ucap Alya sengit. Pasti saat ini Alzam sedang mengejeknya bukan?

Lihat, lelaki yang menjulang tinggi dihadapan Alya itu bahkan tersenyum miring.

"Ngapain manjat pohon? Udah bosen tidur di kasur? Atau emang ratu monyet?" Ejek Alzam setengah berbisik. Alya yang sedang mengecek ponselnya yang tadi terjatuh lebih dahulu spontan melotot. Menatap Alzam tidak suka. Kenapa Abi nya harus menerima orang yang sama sekali tidak sopan seperti Alzam sih?

"Eh, jangan sembarangan ya kalau ngomong. Aku jahit nanti mulut kamu biar gak bisa nyinyir sama nyolot lagi." Tandas Alya kesal.

Alzam menoleh ke ponselnya sekilas, lalu memasukanya dalam saku jaket. Menatap Alya malas dengan tangan bersedekap.

"Lah bukanya situ yang nyinyir sama nyolot sejak pertama saya dateng kesini." Balas Alzam masih dengan senyum miringnya yang makin menyebalkan dimata Alya.

Alya maju satu langkah, masih dalam jarak aman tentu saja. Disaat seperti ini Alzam seperti ingin tertawa keras, gadis dihadapanya itu terlihat berapi api, dengan simbol peperangan menyala terang di keningnya. Di tambah dengan mata Alya yang melotot, seakan sebentar lagi bola mata itu akan keluar dan jatuh ke tanah.

"Aku gak bakal cari masalah sama orang yang gak cari masalah dulu sama aku!" Suara Alya naik beberapa oktaf. Hingga di tengah hening seperti ini, suara gadis itu sedikit menggema.

"Oh ya?" Ejek Alzam lagi.

Alya mendengus kencang. "Kamu mau nya apa? Kenapa sejak awal dateng udah nyebelin? Kenapa remehin Abi, hah?"

Ternyata gadis sulung itu benar benar terpancing emosi. Benar kata kyai Nidhom tadi sore. Bahwa Alya anak sulung tersayangnya adalah seorang gadis yang teguh pendirian dan sedikit keras kepala. Selain itu, Alya juga pandai membuat orang lain merasa bersalah. Mungkin ini yang sedang Alya coba tunjukan kepada Alzam.

"Dasar bocil, gitu doang dipermasalahin." Karna mood Alzam yang kurang baik sejak tadi, lelaki berumur 26 tahun itu memilih pergi. Tidak akan ada akhirnya juga jika berurusan dengan Alya mahira.

Baru beberapa Alzam melangkah, Alya bergegas mencegahnya. Gadis penerus tahta pesantren itu merenggangkan kedua tanganya lebar lebar, seperti memaksa Alzam berhenti karna tujuanya belum selesai.

"Siapa yang bocil? Aku udah 20 tahun."

Terdengar decakan malas dari mulut Alzam. "Udah, udah minggir. Males berurusan sama bocil sensian."

Alzam mencoba melangkah ke sebelah kanan, namun Alya masih saja menghadang langkahnya.

"Ck, apa sih cil? Minggir nggak?" Seloroh Alzam kesal.

Alya menggeleng kencang, membuat jilbabnya sedikit bergoyang. "Nggak, sebelum kamu janji besok bakalan minta maaf sama abi."

"Udah, udah." Alzam mengibaskan tangan ke udara. Namun Alya masih bergeming di hadapan Alzam. Nafas gadis itu naik turun, sepertinya Alya memang kesal. Melihat itu Alzam menghela nafas.

"Gue udah minta maaf, tadi sore gue juga udah keliling pesantren sama beliau. Kenapa jadi ribet banget sih?"

"Bohong, kamu gak mungkin minta maaf." Tuduh Alya tidak percaya.

"Bodo amat, cil bocil."

"Pokoknya aku gak mau tahu, besok kamu harus minta maaf sama..." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya sendiri, dari kejauhan Alya melihat sorot senter mengarah pada mereka berdua. Karna gugup dan panik, Alya spontan menarik tangan Alzam dan mengajaknya berlari. Alzam yang kebingungan dan tidak tahu apa apa, hanya menatap tubuh mungil seorang gadis yang sekarang berlari tepat di depanya, dengan tangan yang turut menggandeng tangan Alzam.

Ternyata Alya membawa Alzam berlari ke belakang pohon mangga yang gelap dan memaksa tubuh Alzam untuk menunduk dan bersembunyi bersama nya.

"Apaan, sih?" Protes Alzam bingung. Namun Alya berekspressi untuk memintanya diam.

"Hust, dewan keamanan putra udah mulai keliling. Aku gak mau mereka salah paham dan lihat kita gelap gelapan di bawah pohon mangga. Bisa mati, kalau sampe ketahuan dan mereka lapor Abi." Alya memelankan volume berbicaranya, lalu diam dan menunduk ketika lagi lagi cahaya senter keamanan menembus kegelapan malam.

Alzam mengerutkan alis, lalu mendengus malas.
"Apaan sih? Gue mau keluar." Ucap Alzam malas, lelaki 26 tahun itu bergegas berdiri. Namun Alya kembali menarik tangan Alzam ketika beberapa dewan keamanan pondok putra, melangkah semakin dekat.

"Hust, aku gak mau ambil resiko. Kalau ketahuan Abi, kita bisa di nikahin." Alya meletakan jemari telunjuknya ke bibir, meminta Alzam untuk diam dulu sebentar. Dari pada kemungkinan kemungkinan buruk terjadi setelah ini jika ketahuan.

"Lah? Dih." Meskipun malas, Alzam akhirnya ikut jongkok dan bersembunyi di dekat Alya.

Hingga beberapa dewan keamanan putra benar benar berada di dekat pohon mangga, sedangkan Alya dan Alzam semakin menundukan tubuh mereka dan berlindung di balik pohon dan kursi panjang yang tadi Alzam duduki.

"Perasaan kayak ada yang merhatiin kita deh dari tadi." Cletuk Amri, ustad sekaligus dewan keamanan itu menoleh ke kanan kiri seperti mencoba memastikan sesuatu.

"Halah, perasaan mu aja Am. Tapi agak merinding sih." Itu kata Roni, santri berpawakan tinggi besar itu memegang tengkuknya sendiri.

Sedangkan Ali mengibaskan tanganya ke udara. "Lebay, badan gede tinggi kayak kamu, sepi dikit gini aja takut. Cemen."

Disaat itu lah sebuah ide cemerlang melintas di kepala Alya. Gadis berjilbab asal asalan itu menjetikan jari, melirik Alzam sebentar dan memintanya untuk diam tak bersuara. Sedangkan Alzam hanya mengangkat sebelah alis nya yang tebal, lalu menghela nafas.

Dan ning tengil itu pun mulai beraksi dengan mengeluarkan suara pelan, Seperti merintih, lalu berubah menjadi tangisan lirih. Untung Alya suka nonton film horor juga, jadi hafal betul bagaimana merindingnya suara rintihan di genre tersebut.

Selang beberapa detik, tiga dewan keamanan itu saling pandang satu sama lain.

"Ron, Ron, malem opo iki?" Tanya Ali yang tadi nampak paling berani.

Roni yang mulai ketar ketir menjawab dengan sedikit gelagapan. "Ma, malam sabtu li."

Sekarang giliran Amri yang berkomentar. "Biasanya, orang kalau mati hari sabtu itu ngajak temen, Ron.."

HWAAAAAAA

Belum selesai Amri mengeluarkan argumen nya, Roni yang bertubuh besar berlari terbirit birit. Di susul dengan Ali dan Amri yang sama kaget nya. Mereka bertiga berlari tunggang langgang menuju pondok putra.

"HAHAHA, yaAllah gusti, sakit perut ku." Tawa Alya pecah, melihat tiga orang dewan keamanan yang biasanya menyeramkan bisa lari terbirit birit seperti itu karna ulahnya.

Tak pelak, karna turut menyaksikan, Alzam pun ikut tertawa. Namun tawa nya tak se lepas Alya yang sampai mengusap ujung matanya yang berair. Lelaki 26 tahun itu mengambil ponselnya di dalam saku. Seperti memastikan sesuatu. Lalu wajahnya berubah muram, menatap benda pipih nan canggih itu nanar.

Alya yang tak mendengar Alzam tertawa akhirnya menoleh. Dan betapa terkejutnya dia, saat menemukan Alzam yang wajahnya tersorot cahaya ponsel di tengah gelap seperti ini, dan tanpa senyum tentu saja.

"ALLAHU AKBAR, aku lupa kalau dari tadi sebelahan sama genderuwo." Alya bergegas berdiri dengan jantung hampir copot. Gadis itu kemudian berlari meninggalkan Alzam yang kebingungan.

"Mana ada genderuwo seganteng gue."

JODOH PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang