Jauh dari orang tua dan saudara itu hal yang tak biasa, kalau dipikir-pikir juga berat rasanya. Namun, jika dijalani semua juga akan terbiasa meski terkadang melelahkan.
Seperti Eggy dan teman-temannya, tinggal di kamar yang sempit, kalau mau makan suka mikir-mikir, bahkan tiap malam berebut guling. Tapi dari situ, rasa persaudaraan pun tumbuh, dan peduli, menjadi pasangan tersendiri bagi diri mereka.
Tak jarang jika mereka membiarkan teman cowoknya main ke kos, entah sekedar berbincang, ataupun belajar bersama. Mereka seperti remaja cowok yang lainnya, hanya saja Eggy, Rudi, dan Tama lebih tau mana batasannya.
"Gue bingung sama, Flo," ujar Aksa yang berada di kamar kos Eggy. Iya, cowok yang dikabarkan dekat dengan Flo itu sedang mampir dengan Albert di sana.
"Susah banget buat bilang 'iya', padahal udah setahun," lanjutnya.
"Sabar!" sahut Eggy yang sedang berbaring di kasurnya.
Aksa menghela napasnya sambil memainkan game online. Sedangkan Albert membaca buku di dekat pintu kamar kos Eggy yang terbuka.
"Cewek emang butuh waktu, Ak!" teriak Tama dari kamar mandi dalam kos itu, sambil menahan napas karena sedang buang air besar. Berhubung telinganya mendengar keluhan Aksa, cowok yang menyukai sosok Arely itu turut memberi masukan.
"Tam! Siram itu ... baunya nyampe sini woy!!" timpal Rudi yang sedang bersender di dinding penghalang antara kamar mandi dengan ruangan kos. Sedangkan Eggy sudah menutup hidungnya dengan kera baju.
"Gy! Lo kan temennya, apa dia lagi suka sama cowok lain?" tanya Aksa.
Eggy yang setengah-setengah menyadarkan diri dari rasa kantuknya mencoba merespon baik pertanyaan Aksa. "Setau gue sih, dia cuma ragu aja."
"Maksud lo?"
"Ya dia ragu kalau lo sewaktu-waktu balik lagi ke Tyas," kata Eggy dengan pengetahuan yang dia tau tentang Flo.
"Menurut gue juga gitu, apalagi yang kita tau Tyas dulu posesif banget, lo putusin dia aja satu bulan masih ngerengek ke elo," sahut Albert dengan mata yang masih fokus dengan bukunya.
Lagi-lagi Aksa menghela napas besar. "Ck, Tyas itu mantan. Mantan ya mantan, susah banget."
"Lo beneran sayang sama Flo?" tanya Eggy yang tiba-tiba kini duduk.
"Ya masak udah setahun gue deketin terus guenya gak suka sama dia," terang Aksa yang mendengus.
Sedangkan Eggy menimbang perkataan dari Aksa, ia mengangguk. Setahunya dulu ia mendengar suara Jayden sebelum waktu akhirnya, untuk meminta Aksa menjaga Flo, tapi apa Aksa benar-benar menyayangi Flo dengan sepenuh hati? Atau dia hanya ingin tau saja tanpa memegang erat rasa tanggung jawab itu? Pertanyaan-pertanyaan itu terkadang turut meramaikan pikirannya jika menyangkut tentang Flo. Ia hanya khawatir jika Aksa kembali pada masa lalunya, lalu membuat Flo semakin kecewa, karena masa lalu juga bisa saja datang seenaknya.
Tama keluar dari kamar mandi sambil mengehela napas dan memegang perutnya karena merasa lega. "Cewek itu gak suka kalau cowoknya masih bertaut sama masa lalunya!"
"Sok tau lo!" sahut Aksa.
"Lah, gak percaya dia. Lo introgasi sono para cewek, bener nggak apa kata gue? Kalau nggak bener, besok gue biarin serangan lo masuk ke gawang tim kita." Rudi menyenggol kaki Tama karena sudah berbicara seperti itu, jika Aksa melakukannya bisa-bisa timnya kalah pertandingan besok.
Namun, Aksa memilih untuk menghiraukan Tama. "Inget! Cowok tuh harusnya nggak ngomong doang yang bisa buat cewek percaya, tapi bukti!" lanjut Tama berceramah dan menekankan kalimat akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOGY
Teen FictionTentang meninggalkan dan ditinggalkan. Tentang pengorbanan dan keikhlasan untuk merelakan. ••0•• Sebelum itu, follow akun wp: an_riy Ig: al.vinnuri/by.an_riy