Semburat sinar mentari baru saja terlihat dari timur, tapi Aksa sudah bertengger di depan rumah Flo tanpa sepengetahuan sang pemilik.
Sedangkan Flo baru saja selesai memakan satu roti sandwich dan langsung memakai sepatu di depan pintu rumahnya. Ia memang sedang ada janji dengan teman-temannya untuk lari pagi di taman kota. Namun, matanya pun mulai samar-samar melihat ke arah depan gerbangnya.
"Kayak ada orang di depan," gumamanya pelan.
Flo pun segera mengambil handphonenya dan berjalan membuka pagar.
"Pagi!" ujar Aksa tersenyum saat Flo menyemburkan dirinya dari balik pagar.
Cewek yang kini rambutnya terikat satu itu tercengang dengan adanya Aksa. "Kak? Ngapain?" cicitnya.
Aksa turun dari motornya dan memasangkan paksa helm ke kepala Flo. "Ikut gue!"
"Ha? Kemana?" ucap Flo yang masih dibuat bingung.
"Udah, ikut aja. Naik!" pintah Aksa yang mau tak mau Flo harus menuruti itu.
Menepiskan kebingungan Flo yang pagi-pagi sekali sudah dibawa Aksa untuk menelusuri jalan. Di ruang kunjungan, kini Arval kembali dipercaya oleh seseorang. Bahkan orang itu turut membantu apa yang dia inginkan akhir-akhir ini. Namun, meski sudah saling percaya, mereka tak saling melibatkan hati, ya karena memang hati dari keduanya tak untuk dilibatkan dalam persoalan ini.
"Gimana?" tanya cowok yang kini rambutnya mulai panjang.
"Jauh lebih baik dari satu tahun lalu, Val!" ujar Kiana memberi informasi.
"Thanks, Kin. Udah bantu gue, walaupun lo sendiri juga jadi korbannya ternyata," ungkap Arval yang kini menautkan telapak tangannya di atas meja.
Cewek bernama Kiana itu kini mengembangkan sudut bibirnya. "Gue cuma gak mau pertemanan kita sebelumnya terpecah cuma gara-gara kesalah pahaman itu."
Arval mengangguk pelan. "Gimana anak, lo?"
"Baik-"
Percakapan mereka terputus karena waktu berkunjung tak lama. Tak apa, setidaknya kini ada sosok yang percaya apa yang Arval rasakan.
Arval memang pelaku, tapi ia korban dari kebusukan Bimasena, begitu juga dengan Kiana, ia akan membiarkan hukuman Arval berlanjut hingga usai. Kehadirannya saat ini hanya membantu mengungkapkan kebenaran kepada semua orang yang kurang tepat dalam memahami permasalahan ini. Salah satunya Flora.
Berbanding balik dengan keadaan Arval sekarang, Flo malah sedang memukuli pundak Aksa yang entah akan membawanya ke mana.
"Kak! Ke mana sih? Lo mau macem-macem ya!" pekik Flo yang curiga.
"Bisa diem gak sih? Kalau gue ngomong, bukan suprise namanya," ujar Aksa menenangkan kecemasan Flo.
"Gue ada janji sama temen-temen, Kak!"
"Gue nggak tau!" timpal Aksa yang membuat Flo kesal.
"Ya makanya ini gue kasih tau ....," cicit Flo.
"Telat, ah!"
Aksa memang menyebalkan, tapi kadang juga ia yang bisa membuat Flo terbang. Satu kesatuan sifat yang mampu menyita ruang waktu Flo. Namun, masih tetap belum dengan hatinya.
Flo pun kini membiarkan cowok berhoodie abu-abu itu membawanya yang entah ke mana.
Tak butuh waktu lama, akhirnya motor yang mereka naiki itu terhenti di suatu tempat wisata yang Flo suka.
Flo turun dan memberikan helmnya. "Ngapain ke sini?"
"Biar lo seneng!" ujar Aksa turun dari motornya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FLOGY
Novela JuvenilTentang meninggalkan dan ditinggalkan. Tentang pengorbanan dan keikhlasan untuk merelakan. ••0•• Sebelum itu, follow akun wp: an_riy Ig: al.vinnuri/by.an_riy