Debt

2.7K 425 14
                                    

Doyoung keluar dari kamar mandi dengan handuk yang bertengger di lehernya. Ketika baru keluar dari kamar mandi, dia terdiam melihat tidak ada Haru di sini.

Wajahnya langsung suram.

Lelaki itu pergi ke sisi ranjang, duduk di sana dengan hembusan nafas. Tangannya bergerak memegang dadanya sendiri, merasakan detak jantungnya sendiri. Selama beberapa hari, dia merasakan sakit hanya karena menarik nafas, tapi sekarang dirinya bebas dari penderitaan itu.

Senyumnya terbit kecil, senang karena kembali menghirup udara dengan mudah.

ceklek.

Crana masuk ke dalam kamar. Langkah kaki kecil itu buru-buru masuk, dan menutup pintu sambil menjijit kaki untuk memegang handle.

Doyoung menatapnya, mengernyit bingung ketika Crana sibuk mengunci pintu.

"Sedang apa?"

Anak perempuan itu berbalik badan, menatap Doyoung dengan senyumannya. "Gak ada apa-apa." Dia bergerak, melangkah ke ranjang, dan duduk di sebelah Doyoung. "Kakak disini aja ya, aku mau bicara banyak sama Kakak."

Doyoung tersenyum kecil, dia menganggukan kepala.

Crana tertawa kecil dengan matanya yang menyipit. "Oh iya Kak, kemarin malam, Om Haru ambil darah aku, buat Kakak." Ucap Crana membuat Doyoung mengernyit bingung.

"Ambil darah kamu?"

Crana mengangguk.

Doyoung terdiam memikirkan. Sampai akhirnya dia paham. "Ternyata kau yang menyelamatkanku ya? Terima kasih," Ucap Doyoung tersenyum, tangannya mengusap lembut rambut Crana.

"Bukan Om Haru yang selamatin Kakak?" Tanya Crana dengan raut bingung. "Om Haru juga bilang aku savior sebelum pingsan. Padahal-kan.. Om Haru sendiri yang selamatin Kakak." Sambungnya membuat Doyoung terkekeh gemas.

Lelaki itu memilih untuk mengubah topik. "Bagaimana kau bisa bertemu dengan Haru?" Tanya Doyoung penasaran.

Crana bergumam berfikir, harus dari mana dia bercerita.

"Aku ketemu Om Haru.. di rumah Om jahat." Crana memulai cerita. "Pas itu, ada suara tembakan, lalu Om Haru masuk ke dalam kamar dan keluarin aku dari box." Lanjutnya membuat Doyoung meringis.

"Kenapa kau bisa di box?"

"Om jahat itu yang masukan aku ke dalam box." Crana merubah ekspresi suram. "Aku takut gelap, sendirian, juga sepi. Aku gak bisa di tempat sempit, sesek dada aku. Apalagi waktu itu.. aku masih sakit karena virus yang melanda Amerika."

"Amerika?" Ulang Doyoung memastikan.

Crana mengangguk. "Di Amerika lagi banyak penyakit. Aku kena virusnya karena pas itu aku ada di luar rumah, lagi di makam Mama."

Nafas Doyoung tercekat.

Kemudian Crana tersenyum mengubah suasana hatinya. "Setidaknya, aku udah pamit sama Mama sebelum kemari." Dia menyengir, membuat hati Doyoung semakin meringis.

Tangan lelaki itu mengusap matanya sendiri sambil terkekeh pelan. Dia menatap Crana dengan senyumannya dan tatapannya yang lembut.

"Apa kau mau jalan-jalan keluar?"

Crana langsung menggeleng kencang membuat Doyoung mengernyit.

"Kenapa?"

Mata anak perempuan itu bergerak gelisah mencari bualan. "Mm.. itu.. aku.. gak tahan panas, hehe." Crana menampakan giginya, menyengir.

Doyoung menoleh ke belakang, melihat jendela lalu kembali menatap Crana. "Tapi ini sore hari."

Crana mengatup bibirnya. Dia kembali mencari bualan yang lebih pintar.

"Itu.. Kak Doyoung aku ngantuk.. hoaaam... Temani aku tidur saja yuk." Ajak Crana menaikan kakinya ke atas kasur, lalu merangkak ke dekat kepala ranjang. Dia menidurkan punggungnya, lalu melambaikan tangan menyuruh Doyoung menghampirinya.

Lelaki Kim itu tersenyum kecil. Dia berdiri, lalu pergi ke sisi ranjang dekat Crana.

"Kau ingin tidur? Serius?"

Crana mengangguk dengan matanya yang memerah. Awalnya bualan, tapi setelah rebahan, dia jadi ngantuk beneran. "Kalo sore, enak buat tidur. Hoaam..." Dia menguap dengan tangan Doyoung yang menutup mulutnya. Crana terkekeh dengan muka sudah ngantuk berat. "Kakak temani aku ya? Jangan kemana-mana lho.."

Doyoung mengangguk. Dia mengusap pelan kening Crana. "Aku gak kemana-mana kok."

"Janji ya..?"

"Janji,"

"Serius? Pliss jangan kemana-mana.. aku takut sendirian.." pinta Crana dengan wajah melas juga matanya yang sayu.

Doyoung menghembuskan nafas dengan senyuman sabarnya. "Iya, Crana Priana Nahana, Kak Doyoung gak bakal pergi kemana-mana."

"Janji?"

"I really promise."

"Oke.." Crana akhirnya percaya. Dia memejamkan mata mengantuk. Melihat itu, Doyoung tersenyum kecil. Tangannya terangkat untuk mengusap lembut kening anak perempuan di sebelahnya.

Lama-kelamaan, Doyoung menguap. Apalagi hujan deras di luar saat sore hari. Lelaki Kim itu memilih membaringkan diri di sebelah Crana, dengan posisi miring menghadap Crana.

Memang benar, sore hari cocok untuk tidur.

***
Haru turun dari mobil, masuk ke dalam gedung besar yang menjadi markas terbesarnya di Korea. Pria itu masuk ke dalam lift bersama Lucire yang menekan tombol ke lantai bawah tanah.

Sesampainya disana, beberapa pria berbaju hitam dengan topeng mereka berdiri berjajar. Haru melewatinya, masuk ke dalam sebuah ruangan yang di dalamnya telah bertengger seorang wanita tua.

"Elijah," Sebut Haru pada wanita tua yang menjadi pelayannya. "Aku tidak terkejut lagi kau melakukan hal yang membuatku ingin membunuhmu."

El tetap tidak bergeming.

"Kau tau El? Jika bukan karena hutang nyawa yang aku pendam, sudah ku habisi kau sejak dulu."

Kali ini, El mengangkat kepalanya, menatap Tuannya dengan tatapan sayu namun bibirnya tersenyum kecil. "Jadi.. apa sekarang Tuanku akan membunuhku?"

"No," balas Haru membuka jam tangannya. "Karena aku tau El, itu yang kau inginkan sejak lama," Haru berbalik badan, menatap El dengan senyum sinisnya. "Kematian agar kau lepas dariku."

Tangan El terkepal.

"Tapi aku begitu baik, tetap membiarkanmu di dunia. Kau pasti tau kan El, jika kau mati, kau akan tercebur di api Neraka, dan itu akan lebih menyiksamu." Haru tampak menunjukan raut simpati. Namun tidak lama, wajahnya kembali meremehkan. "Lebih baik sebelum kau mati, rasakan dulu siksaan dunia agar kau tidak kaget lagi dengan siksaan neraka nanti."

Haru berdiri dari duduknya di atas meja. Dia menghampiri El dengan membawa benang besi tipis. Tatapannya menatap kosong namun garis matanya yang tajam.

Ketika di depan El, Haru berjongkok. Tangannya terulur, untuk memasukan benang besi itu mengelilingi leher El. Sejenak, Haru menatap El dengan manik hitamnya yang menggelap.

"Meskipun kau tidak merasakan siksaan neraka, setidaknya biar aku yang memberikanmu siksaan dunia, agar kau paham, jika siksaan neraka lebih mengerikan dari yang kau kira, El."

Setelahnya, Haru menarik benang besi tipis itu sehingga El langsung menjerit dengan uratnya yang terpampang jelas. Wanita tua itu muntah darah, dengan Haru yang terus menarik benangnya.

"Jika sekali lagi ku lihat kau berani membongkar masa lalu.. aku tidak segan mengubur-mu hidup-hidup."

[✓] THE DEVIL MAFIA (DE' ILARIO SEASON 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang