Suara bola yang memantul dilantai lapangan basket hari ini teredam kan oleh teriakan para siswi yang ikut menonton disana. Dibalik sengatan hangat pagi hari, Arsa menghembuskan nafasnya. Gugup, hari ini adalah pemilihan tim basket yang akan menjadi perwakilan sekolah untuk tanding melawan sekolah lain.
Permainan pun dimulai dengan pemanasan oleh pemain dan dipandu oleh pelatih sampai peluit wasit berbunyi tanda dimulainya pertandingan. Arsa melirik barisan penonton dipinggir lapangan, mayoritas adalah penonton dari tim lawan yang lebih banyak dapat perhatian karena berasal dari kakak kelas tapi itu sama sekali tidak menyurutkan semangat Arsa.
Permainan dimulai dengan bola yang berada pada tim Arsa. Setelahnya mereka terus berkejaran mencari posisi untuk dapat menerobos pertahanan lawan.
Sudah beberapa lama permainan kian memanas dengan skor yang saling susul menyusul. Hanya tinggal beberapa menit lagi permainan berakhir. Selisih poin mereka hanya berbeda 1 angka dengan tim Arsa yang lebih unggul. Jika saja lawan memasukan bola dengan cepat mereka bisa saja menyamakan kedudukan poin dari tim Arsa.
Namun nyatanya itu tak terjadi karena waktu sudah lebih dulu habis dan permainan itu dimenangkan oleh tim Arsa. Otomatis, tim nya yang akan menjadi perwakilan sekolah.
Gemuruh sorak-sorai atas kemenangan tim mereka. Beberapa anggota mereka melakukan selebrasi sebagai perayaan mereka didepan penonton, seolah mereka telah memenangkan pertandingan yang sebenarnya.
Arsa bernafas lega. Setelah apa yang ia perjuangkan selama ini sebentar lagi akan terbayarkan. Menjadi pemain basket terbaik memang harus dimulai dari hal yang lebih kecil dulu kan? sepertinya jika memenangkan lomba ini Arsa tidak lagi akan diam, setelah banyak omongan orang-orang tentang pribadinya yang berbeda.
Arsa hanya ingin menunjukkan, bahwa remaja yang nakal serta apatis ini juga bisa melakukan hal terbaik. Menurut versi dan kegemarannya.
Maniknya menelusuri sepanjang pinggir lapangan, mencari sosok yang ingin ia tunjukkan kehebatannya. Namun, wajah Bima tak kunjung tampak. Hingga peluh keringat yang jatuh dari dahi Arsa hanya bisa ia usap sendiri.
🔸🔸🔸
Bimala,
Tidak ada satu orangpun yang tidak mengenalnya, jika pun ada pasti orang itu seseorang yang selalu mengurung diri didalam kelas.
Murid teladan kebanggaan sekolah itu terlalu populer bahkan dikalangan murid baru.Hampir semua olimpiade Bima ikuti, tapi yang paling berkesan olehnya justru adalah banyaknya organisasi yang ia geluti. Sampai para teman yang berbeda sekolahpun menjadi teman baiknya karena wawasannya yang luas.
Banyak yang ingin berteman dengannya karena kagum tapi tak sedikit juga orang-orang yang mendekatinya hanya untuk mencari keuntungan pribadi disana.
Seperti saat ini, Bimala sudah diseret oleh ketiga temannya untuk nongkrong di sebuah kafe. Dengan dalih ingin belajar bersama, justru teman-temannya hanya sibuk bermain game di ponselnya. Meninggalkan Bima yang masih fokus dengan power pointnya seorang diri.
Bimala sangat mudah dimanfaatkan. Hanya bermodalkan pujian ia akan mudah luluh, padahal ia bisa saja meminta teman-temannya untuk ikut berdiskusi mengenai tugas kelompok itu, tapi ia memilih untuk mengerjakannya sendiri.
Hingga ia menyesap ice blend miliknya yang sudah hambar sebab mencair. Tinggal beberapa slide lagi tugas kelompok mereka akan selesai ditangan Bima.
Namun tiba-tiba dirinya tersentak saat mendapati Arsa yang menutup laptop dihadapan Bima. Wajah Arsa tampak datar, Bima bisa melihat semburat amarah yang Arsa tahan.
"Ngapain lu capek-capek buat ini?! liat dong kawan lu lagi pada ngapain?!"
Arsa menoleh kepada teman-teman Bima yang terdiam ditempat, kedatangan Arsa begitu tiba-tiba dan cukup membuat keributan ditengah ramaikan kafe ini.
"Lu itu bego atau gimana sih?!"
Sontak teman-teman Bima hanya bisa menutup mulutnya, tidak menduga ada yang berani mengatai anak teladan kebanggan sekolah itu.Arsa hanya sakit hati. Saat ia melihat abangnya yang sibuk sendiri memikirkan tugas, justru teman-temannya hanya bisa tertawa dengan ringannya seperti tidak merasa ada beban. Jika Arsa menjadi Bima, ia tidak akan lagi berteman dengan orang-orang sejenis itu. Tugas kelompok harusnya dibuat bersama, bukan mengorbankan satu orang untuk dimanfaatkan bersama-sama.
Bima bangkit dari tempat duduknya, membereskan perlengkapan sekolahnya lalu memasukkannya kedalam ransel. Setelah itu ia menarik tangan adiknya untuk menjauh dari sana, bahkan dirinya tidak berpamitan dengan teman-temannya sama sekali.
Kini mereka berjalan beringingan, masih dengan cengkraman pada pergelangan tangan yang kian menguat, Arsa yang merasakan itu meringis dan berhenti di tepi jalan.
"Sakit, Bang"
"Maksud lu apa ngomong begitu didepan teman-teman gue hah??!!"
"Lu mau bikin gua malu??!!"
Arsa terkesiap mendengar itu semua. Bibirnya kelu ingin menjawab apa karena tatapan Bima yang seperti mengunci mulut dan pergerakannya.
"Kalau ditanya itu dijawab!!"
Jantungnya berdebar seiring dengan ketakutannya untuk menatap Bima sekarang. Ia hanya mampu diam dengan pandangan matanya yang kian kabur.
"Ya.. Nangis, cuman itu kan yang lo bisa?! habis ini ngadu sama Mama. Iya kan?!"
Arsa menggeleng kuat, tidak ingin jika Bima salah paham dengannya. Dirinya hanya tidak bisa menahan saat Bima membentak dirinya seperti itu.
Arsa menutup matanya dengan lengannya, tidak ingin menangis ditengah keramaian seperti ini. Sekarang Bima sudah berlalu menjauh, meninggalkan dirinya.
"Gue salah lagi ya, Bang?
🔸🔸🔸
💚
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA
FanfictionArshaka, Adik laki-laki hadiah istimewa dari Mama akan menjadi satu dari beberapa bagian penting dari hidup Bima. [BUKAN BxB] <1000 kata