7.

5.8K 640 3
                                    

Terik matahari hari ini cukup menyengat. Arsa sedari tadi tidak bisa membuka matanya dengan lebar karena sinar sang surya tepat menghantam wajahnya. Dirinya enggan berteduh padahal pos satpam itu tidak jauh darinya. Entahlah, melihat banyak murid yang tidak ia kenal disana membuat Arsa mengurungkan dirinya untuk berteduh di tempat itu.

Kepalanya mengarah ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan Bima yang sudah 20 menit tidak muncul-muncul.

Arsa menelan ludahnya sendiri dengan susah payah, tenggorokannya kering serta peluh keringat sudah membasahi wajahnya. Salahkan dirinya tidak menyisakan uang saku untuk naik angkot, dirinya harus rela menunggu Bima seperti ini.

"Sendirian aja neng?"

Sahutan itu sukses membuat mata Arsa membulat sempurna. Dihadapannya kini adalah orang yang ia tunggu sejak tadi, dengan senyum lebar abangnya itu menggoda Arsa dengan kedua tangan menopang pada stang motor.

"Silakan naik tuan putri" Ejek Bima. Arsa menurut saja, ia naik keatas motor itu dengan lesu.

Arsa mengeratkan pelukannya pada Bima, kepalanya disandarkan pada punggung Bima yang dilapisi hoodie abu-abu.

"Bang.."

"Hm?"

"Mekdi ayok"

Suara gelak tawa Bima masih terdengar walau sedikit samar di pendengaran Arsa, karena dirinya sudah mulai mengantuk.

"Dalam rangka apa?" tanya Bima.

"Penebusan karena telat jemput gue! kalau tau gue gak batalin latihan basket tadi!"

Bima melirik Arsa dari kaca spionnya. Melihat wajah sebal dari sang adik membuat Bima terkekeh geli, namun dirinya juga merasa iba harus membiarkan Arsa menunggu selagi dirinya menyelesaikan tugas kelompok tadi.

Kemudian Bima memutar arah jalannya menuju tempat yang adiknya inginkan.

"Jangan tidur dulu, nanti oleng nih" ujar Bima.


🔸🔸🔸


"Dek, abang ada rahasia"

Bima mengutak-atik handphonenya dengan senyum sumringah, Arsa hanya diam menunggu Bima sesekali dirinya memasukkan kentang goreng kedalam mulutnya.

"Awas ya lo aduan.." ujar Bima lagi.

Arsa berdecak malas, merotasikan matanya dengan hembusan nafas lelah. Setelahnya Bima menggeser kan handphone itu kearah Arsa, membiarkan adiknya melihat layar dengan gambar perempuan disana.

"Siapa nih?"

"Gebetan gua lah.." ucap Bima seraya menarik ponselnya kembali.

Arsa meneguk cola dengan cepat kemudian merampas ponsel Bima dan mulai meneliti kembali rupa perempuan itu. Merasa tidak asing sampai dirinya ingat dengan sosok ini.

"Lo yakin, Bang?"

"Iyalah, udah jalan 2 kali" ucap Bima dengan wajah bahagia membuat Arsa meringis.

Perempuan itu, bukankah perempuan yang sama saat dirinya melihat Babas di restoran? Arsa juga ingat saat itu keduanya menggunakan seragam yang sama.

"Hati-hati penipuan" ujar Arsa.

"Lu kira pinjaman online?!" ketus Bima.

"Cari tau dulu tuh cewek udah punya pawang atau belom.."

Bima hanya mengangguk saja namun matanya tidak lepas dari layar ponsel yang menampilkan pesan-pesan keduanya. Arsa sampai geli sendiri melihat Bima yang tidak berhenti tersenyum hanya karena membaca ulang isi pesan itu.

"Bang sumpah lu serem banget"

"Udah cepetan makannya, keburu gelap ini" ucap Bima. Ia memerintah Arsa untuk segera menghabiskan makanannya sebelum langit mulai gelap. Tapi Arsa tidak mempercepat gerakannya sama sekali, adiknya yang makan seraya memeriksa handphone membuat durasi mereka disini semakin lama.

🔸🔸🔸

Nyatanya setelah pulang, Arsa tidak melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Ditengah kamar nya yang luas itu dirinya berusaha untuk tetap terjaga melawan kantuk.

Sebuah bola memantul di lantai keramik berwarna coklat muda, cukup keras karena Arsa sangat semangat dalam permainannya.  Sesekali Arsa melayangkan bola itu ke dinding seolah-olah menjadi ring untuk memasukkan bola.

Suara ketukan pintu benar-benar tidak menganggu kegiatannya, bahkan televisi yang menyala dengan volume besar itu bisa membuat orang - orang terganggu. Tapi Arsa tetap membiarkan layar kaca yang menampilkan acara tinju itu hidup sepanjang malam.

Ketukan pintu itu berhenti diganti dengan suara panggilan namanya. Arsa menoleh sebentar kearah pintu yang masih tertutup itu, kemudian dengan segera menyembunyikan bola basketnya di bawah kasur.

"Mama?" Arsa sedikit kaget saat dirinya membuka pintu dan melihat Mama berdiri tepat dihadapannya.

"Kenapa belum tidur sayang?" tanya Mama.

Hanya sebuah gelengan dari Arsa mampu membuat mama mengerutkan keningnya.

"Mama tahu kamu tadi main bola dikamar.." ujar Mama.

"Selagi gak ada Ayah, Ma.." jawab Arsa seraya tersenyum-senyum kecil.

Mama tahu, jika jam segini seharusnya Arsa sudah terlelap. Karena akan ada Ayah yang akan memeriksa kamarnya setiap malam, namun hari ini Ayah lembur bekerja, sehingga Mama diminta untuk menggantikan memeriksa kamar Arsa.

"Mama gak akan lapor Ayah kan?" tanya Arsa

Mama menggeleng kecil. Ia menyeka keringat di dahi Arsa dengan lembut, anaknya ini memang susah untuk diberitahu. Padahal ada hari esok untuk ia latihan tetapi dirinya memang selalu semangat jika menyangkut hobi.

"Mama gak akan lapor Ayah kecuali Arsa tidur sekarang.." tutur Mama.

"Bentar lagi, Ma.." ucap Arsa dengan memelas.

"Ini udah jam 11 malam, sambung besok ya,nak?" Mama mengusap surai hitam Arsa memberi pengertian untuknya.

Mama mengiringi Arsa menuju tempat tidur, ketika Arsa sudah berbaring Mama segera menutup setengah badan Arsa dengan selimut tebal kemudian mengecup kening sang anak bungsu dengan sayang.

Setelah merasa hening, Mama sudah berlalu dari kamarnya. Arsa beranjak dari ranjang itu. Ia meraih 1 minuman kaleng yang ia simpan di dalam laci lalu membukanya.

Kemudian Arsa menyalakan penerangan di meja belajarnya dan mulai untuk mencoba mengerjakan tugas sekolahnya.

🔸🔸🔸

💚

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang