Waktu terus berjalan sesuai keinginannya. Tidak peduli walaupun luka lama itu masih terasa, waktu tidak membuktikan adanya perubahan dalam hidup Bima.
Hari ini impian Bima tercapai. Menjadi orang penting di sekolah favorit ini salah satunya. Ia berdiri tegap didepan para siswa dan guru-guru dibawah terik pagi pada acara upacara sekolah.
Pidatonya tidak terlalu panjang. Hanya menyampaikan beberapa kepentingan mengenai penatalaksanaan baru yang ia rancang bersama anggota OSIS lainnya.
Tidak sedikit yang memuji bagaimana wibawanya. Bagaimana dirinya mampu memposisikan sebagai ketua dalam sebuah organisasi. Namun bisikan-bisikan penuh rasa iri juga pernah sampai pada telinganya. Rasanya Bima sudah kebal mendengar itu semua bahkan sejak ia mencalonkan diri sehingga ia tidak perlu repot untuk memikirkan hal tidak penting itu.
Setelah upacara itu selesai Bima yang hendak pergi menuju kelasnya dihadapkan oleh temannya, Baskara. Sapaan dari Baskara yang membuat Bima memberhentikan langkahnya.
Sejenak Bima sempat berpikir sudah lama ia tidak melihat Baskara disekolah ini. Apakah Baskara jarang masuk atau hanya dirinya yang terlampau sibuk sehingga tidak merasakan keberadaan orang-orang yang dulu dekat dengan dirinya.
"Jadi Ketos sibuk banget ya? sampai gak bisa diajak main lagi." ucap Baskara. Bima hanya menggeleng sembari terkekeh. Basa-basi yang sering kali Bima dengar.
Keduanya berbincang ringan seraya berjalan kearah kelas mereka sesekali menyapa guru-guru yang lewat hendak masuk ke kelas.
Bagaimanapun juga mereka pernah dekat, walaupun hanya sekedar sering mendapat kelompok belajar bersama tapi Bima merasa sudah menjadi teman baik Baskara.
Dan Bima merasa Baskara pun menganggap hal yang sama. Buktinya ia memberikan selamat pada Bima atas terpilihnya Bima sebagai ketua OSIS dengan poin yang jauh perbandingannya.
"Oiya Bim, sebenarnya ada yang pengin gue tanyain sih"
Mereka hampir saja masuk kedalam kelas saat Baskara menepuk pundak Bima hendak memberhentikan langkahnya.
"Adik lo. Gimana kabarnya?"
Nafasnya tercekat begitu saja. Hampir saja Bima melupakan hal itu. Saat nama itu disebut rasanya Bima sudah tidak bisa lagi berkata-kata.
Hubungannya dengan Arsa sungguh tidak baik. Tidak ada percakapan yang berarti dari keduanya barang sedetikpun. Bukan Bima, tapi Arsa yang memutuskan hubungan itu.
Seringkali Bima mengajak adiknya untuk berbincang, sesekali menanyakan rutinitasnya yang seluruhnya berada di rumah. Namun tidak ada jawaban dari Arsa, yang Bima dapatkan hanya tatapan kosong ataupun hanya didiamkan begitu saja.
"Arsa baik."
Baskara mengangguk paham. Tapi rasanya belum puas dengan jawaban Bima. Tangannya ia bawa ke bahu Bima untuk merangkulnya lagaknya orang yang sudah kenal belasan tahun.
"Kalau gue ke rumah lo jenguk Arsa boleh gak?"
Tidak ada yang salah dari ucapan Baskara. Dirinya memang sudah mengenal Arsa karena mereka memiliki hobi yang sama dan berada di ekskul yang sama.
Baskara merasa hubungannya dengan Arsa cukup baik semenjak ia mengantarkan adik kelas nya itu setelah pulang sekolah. Walaupun itu pertama kalinya mereka terlihat baik-baik saja.
"B-boleh."
Jawaban Bima membuat Baskara mengembangkan senyum. Percakapan itu terputus begitu saja ketika suara lonceng yang menggema menandakan pelajaran pertama dimulai.
🔸🔸🔸
Lantunan irama sendu seakan mendominasi seluruh isi kamarnya. Pintu jendela dibukanya dengan lebar memudahkan angin sejuk itu masuk, cuaca siang ini sangat cerah, berbanding terbalik dengan keadaan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA
FanfictionArshaka, Adik laki-laki hadiah istimewa dari Mama akan menjadi satu dari beberapa bagian penting dari hidup Bima. [BUKAN BxB] <1000 kata