9.

4.9K 532 2
                                    

"Yas..."

"Enggak, Arsa!"

"Yasa... Sahabat gue yang paling cakep seantero sekolah."

"Gue gak mau ambil resiko, Sa.."

"Ah lo mah gak asik."

Yasa pasrah saja jika seandainya Arsa akan merajuk padanya. Pasalnya anak itu meminta untuk diajarkan menaiki motor, jelas Yasa tidak mau. Kalau terjadi apa-apa dengan Arsa bisa-bisa lombanya dilakukan tanpa adanya sang Kapten.

"Jangan ngadi-ngadi lu, gue aduin bapak lo ye!" ucap Yasa kemudian. Ia menghempaskan Arsa yang bergelayutan di lengannya, demi apapun jika melihat kapten basket seperti ini orang-orang akan merasa ilfil. Tidak ada kerennya sama sekali.

"Lagian abang lo bisa bawa motor kenapa gak minta sama dia?"

Arsa diam saja dengan bola mata yang  berotasi. Merajuk ceritanya.

Sore itu keadaan sekolah sudah mulai sepi, setelah latihan basket di lapangan Arsa mendapat tawaran diantar oleh Yasa pulang ke rumah. Jelas Arsa menerimanya dengan senang hati, niatnya ingin naik angkot hari itu tertunda.

"Abang gue udah punya gebetan, dia gak mau antar jemput gue lagi."

"Kasihan."

Arsa membelalakkan matanya. Yasa tidak ada pedulinya sama sekali. Sama saja saat ia meminta bantuan pada Bima dahulu.

Di parkiran sekolah Arsa sudah siap dengan helm kebesaran punya satpam sekolah dan Yasa yang sudah siap di motornya. Namun sebuah nada dering yang berasal dari ponsel Yasa terdengar.

Arsa tidak mendengar jelas apa yang terjadi. Tetapi tiba-tiba raut wajah sang sahabat berubah gelisah.

"Kenapa, Yas?"

"Sa.. Maaf banget nih gue.."

"Nyokap gue minta jemput dikantornya." ucap Yasa dengan nada sendu nya.

Ada rasa lega dari Arsa. Takut-takut jika kabar buruk tertimpa pada Yasa. Namun nyatanya Yasa hanya ingin menjemput ibunya segera.

"Oh gak apa-apa. Gue masih bisa naik angkot kok, santai.."

"Beneran, Sa? telpon abang lo gih!"

Arsa menggeleng. "Udah buruan pulang lo keburu gelap!"

Arsa mengerti sahabatnya itu sangat merasa tidak enak hati, tapi dirinya mengerti jarak kantor ibunya dengan rumah mereka cukup jauh terlebih jika harus mengantarkan Arsa terlebih dahulu, bisa-bisa Yasa akan sampai malam hari.

Punggung Yasa telah menghilang dari penglihatannya, Arsa berjalan keluar pagar setelah mengembalikkan helm milik satpam. Dilihatnya arah kanan dan kiri jalanan. Cukup ramai, tetapi tidak ada satupun angkot yang lewat.

Arsa melirik jam digital dipergelangan tangannya.
Pukul 17.15  

'Harus di rumah sebelum Ayah datang.' gumam Arsa.

Sebuah klakson mengagetkan dirinya. Diperhatikannya kaca mobil yang perlahan terbuka, menampilkan seseorang yang tidak asing baginya. Baskara.

"Kak Babas?" ucapnya sendiri.

"Ngapain lo masih disini? mau nginap disekolah lu?" tanya Baskara. Arsa bingung sendiri, ia menunjuk dirinya sendiri yang membuat sang kakak kelas itu terkekeh geli.

"Iya, gue ngomong sama lo!"

Arsa mengernyit bingung. Sok akrab sekali Baskara ini, apakah dia lupa pernah meremehkan tim basket Arsa waktu itu??

"Masuk." ucap Baskara kemudian.

Dan sekarang bersikap baik pada Arsa.

Arsa hanya diam ditempat. Tidak berminat sama sekali, tetap hari kian gelap. Sekali lagi Arsa melihat ke kanan dan ke kiri mencari angkutan umum.

"Jam segini udah gak ada angkot. Cepat masuk!"

Baskara melirik Arsa yang memalingkan wajahnya kearah jendela. Terlalu dingin rasanya jika mereka hanya diam satu sama lain, akhirnya Baskara mencoba untuk membuka suara.

"Perempatan belok kiri kan?"

"Hemm.."

Arsa mengangguk kecil, matanya masih menatap keluar memperhatikan jalanan yang ramai.

"Tumben pulang gak bareng abang lo?" tanya Baskara.

Arsa hanya mampu diam. Dirinya hanya ingin cepat-cepat keluar dari mobil ini. Setelah helaan nafasnya keluar, Baskara tidak lagi menanyakan apapun dan itu membuat Arsa bisa bernafas lega.

Yang Baskara lakukan selanjutnya membuat wajah Arsa menoleh padanya. Musik dari mobil miliknya menggema, Baskara sengaja menyalakannya guna memecah suasana yang hening.

"Bang Babas suka lagu ini juga?"

Pertanyaan yang tiba-tiba. Baskara mengerjap sebentar sebelum menjawabnya.

"I-iya?"

🔸🔸🔸

"Untung aja Ayah belum sampai rumah, dek. kalau gak..ck"

Bima menggeleng seraya berdecak, Arsa merotasi kan matanya malas. Padahal gara-gara abangnya itu Arsa sampai pulang magrib begini.

Bukannya meminta maaf, Bima malah menakut-nakutinya perihal Ayah.

"Sama siapa pulang tadi?"

"Baskara."

"Si Babas?" Arsa mengangguk.

"Baik juga dia." gumam Bima

"Emang dia jahat?" Bima terperangah, lalu menggeleng kecil.

Arsa berlalu dari hadapan Bima menuju kamarnya. Badannya sangat letih setelah dipaksa berdiri menunggu angkot tiba namun tak kunjung datang, lalu berbicara dengan orang yang Arsa baru kenal memang sangat menguras tenaganya.

Belum lagi saat Arsa melihat sesuatu dari mobil Baskara, itu masih terbesit di otaknya lalu ia memikirkan beberapa kemungkinan yang ada dari hal itu. 

Sebuah foto yang bergelantung di kaca. Arsa jelas memperhatikan foto sang abang kelas sedang tersenyum dengan gadis cantik yang Arsa kenal dari Bima.

Perempuan itu adalah perempuan yang sama saat Bima memamerkan gebetan alias calon pacarnya.

Lantas apa hubungan Baskara dengan gadis itu? Apakah mereka bersaudara? atau ada hal lain yang seharusnya Bima tahu?

Mereka terlihat sangat akrab dengan Baskara yang merangkul bahu gadis itu.

Padahal dirinya hendak bertanya perihal itu pada Baskara. Namun tertunda setelah suasana dalam mobil mulai tenang dengan lagu favorit Arsa yang berkumandang.

"Mereka saudaraan kali, ya?" gumam Arsa sendiri di kamarnya.

🔸🔸🔸

💚

ARSHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang