TW⚠️
Hari ini tercetak lagi prestasi Bima. Menjadi satu-satunya perwakilan kota untuk olimpiade tingkat Nasional. Teman-teman dekat dikelasnya baru saja bertamu ke rumah untuk merayakan kecil-kecilan.
Seluruh sisi ruang tamu penuh oleh teman-teman Bima. Mereka sibuk memberi selamat, ikut berkaraoke bersama Ayah dan sebagian ikut membantu Mama menyiapkan hidangan untuk mereka.
Arsa yang berada didalam kamar mendengar semua kebisingan itu sendirian, padahal pintu kamarnya sudah ia tutup rapat. Didepan jendela yang menampakkan cuaca terik siang itu ia mencoba untuk tidur, karena percuma saja ia ingin berbaring diatas kasur karena semua sedang sibuk dan tidak ada yang bisa menolongnya.
Jari-jarinya mengepal kuat. Ia berusaha menetralkan nafasnya yang tidak menentu. Berulang-ulang ia mengatakan dirinya akan baik-baik saja, tetapi nampaknya itu tidak akan pernah terjadi.
Mendengar semua omongan yang masuk kedalam telinganya benar-benar membuat hatinya nyeri. Kalimat-kalimat baik yang sudah ia kumpulkan hari ini lenyap begitu saja.
"Bim, pasti ibu bapak lo bangga banget kan?"
"Sayang banget ya adek lo Bim, terus keadaannya sekarang gimana?"
"Gimana jadi anak kesayangan, Bim?"
"Adek lo mana sih Bim kok gak keliatan?"
"Pasti capek banget ya jadi, Bim."
"Ooh, jadi semuanya ikut ngurusin adek lo?"
Arsa tidak suka dirinya dikasihani. Ia tidak suka menjadi bahan omongan. Ia tidak suka dipojokkan. Karena semua ini bukanlah kemauannya, ia terpaksa dengan keadaan ini.
Arsa menggerakkan rodanya dan mendekatkan diri kearah jendela. Kedua tangannya perlahan mengepal dan dengan kuat berusaha memecahkan kaca jendela itu dengan kedua tangannya.
Darah yang memenuhi kedua tangannya tampak seperti hal biasa. Kaca jendela itu sudah pecah, kepingan-kepingan itu berjatuhan mengenai lantai.
Diantara kepingan ia menggenggam kaca yang paling besar, sekuat tenaga meremas kaca itu berharap ia akan pecah. Air matanya mengalir seiring dengan darah yang semakin banyak keluar.
Pintu yang terbuka keras itu mengagetkannya. Seseorang merampas kaca itu dari genggamannya, sedangkan Arsa tampak mulai kehilangan kesadaran dengan wajahnya yang kian pucat.
🔸🔸🔸
Arsa dibuat kebingungan. Kala dirinya masih berusaha menetralkan cahaya saat membuka mata, sebuah tangisan yang asing baginya terdengar ditelinga.
Wajahnya diusap dengan lembut, perlahan-lahan ia mulai mengenal wajah sosok wanita itu.
"Ibu?"
Wanita itu mengangguk lemah. Tangisannya semakin kuat di pundak Arsa, sosok yang sudah lama tidak ia temui kini hadir dihadapannya dengan tangis.
Jujur saja Arsa sangat merindukannya. Walaupun kenangan dengan dirinya hanya sedikit dan terlampau pahit. Namun Arsa merasakan kasih sayang yang berbeda dari sang ibu yang tidak dapat digantikan dengan orang lain. Siapapun itu.
"Anak Ibu. Ini Ibu nak.." ucapan yang sangat ingin sekali Arsa dengan sejak dulu. Ibu meraih kedua tangan Arsa yang berbalut perban.
Matanya mencari sosok Ayah sedari tadi yang tidak tampak, namun ia hanya menemukan Bima dan Mama dari sudut kamarnya. Sekian lama akhirnya ia paham apa yang baru saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA
Fiksi PenggemarArshaka, Adik laki-laki hadiah istimewa dari Mama akan menjadi satu dari beberapa bagian penting dari hidup Bima. [BUKAN BxB] <1000 kata